15 Teringat saat makan di rumah Bintang

Bintang terdiam sesaat ia tak menyangka ibunya akan mendengar apa yang ia dan Aditya bicarakan saat di bawah tower. Bintang kini tampak berkaca-kaca perasaan hancur dalam hatinya muncul lagi. Melihat ibunya bersedih untuknya tentu saja membuatnya juga ikut sedih lagi. padahal sudah dengan sangat susah payah ia menata hatinya agar tak remuk lagi.

" Kalau kau memang tidak mau datang ke acara itu kenapa kau harus datang..?"

"sebenarnya aku juga tidak ingin datang ke sana Bu, aku bahkan hampir berniat untuk membakar undangan itu. Namun ternyata Pak Bram memberiku sebuah penawaran untuk datang ke acara tersebut, mau tidak mau aku harus melakukannya sebagai wujud balas budi kepadanya karena hanya itu yang dia inginkan dan ia harapkan kepadaku dan aku hanya bisa membalas semua kebaikannya dengan cara itu." ujar Bintang kepada ibunya. Mencoba membuat ibunya mengerti posisinya.

"Apakah kau yakin hatimu akan kuat saat ada disana dan melihat pemuda itu bersanding dengan perempuan lain? Ibuk sangat tau kau mempunyai perasaan yang sangat dalam pada pemuda itu."

"Ibuk.. Aku.." Bintang tak mampu lagi melanjutkan kalimatnya. Ia menghambur dan memeluk ibunya dengan erat. Ia menelusupkan wajahnya di dada ibunya menenggelamkan kesedihan dan tangisnya disana. Di tempat paling nyaman dalam pelukan ibunya.

Mirna hanya bisa mengusap lembut rambut putrinya dengan salah satu tangannya yang masih sehat dan bisa bebas bergerak. Ia merasa sangat iba kepada putrinya itu. Sejak kecil ia tak bisa memberi kebahagiaan kepada putrinya. Bahkan hanya menyusahkan putrinya saja. Bahkan kini ia harus melihat putrinya hancur karena terluka hatinya akibat di khianati oleh seorang pemuda.

Itulah mengapa bu mirna sangat ingin putrinya menjalin hubungan dengan dokter muda bernama Bram itu karena menurutnya. Bram adalah pria yang baik yang akan bisa membahagiakan putrinya nantinya.

***

Setelah acara makan siang Dinar, Ani dan juga Adinda heboh membongkar barang belanjaan yang baru saja di beli oleh pasangan calon pengantin ini. Ketiga perempuan itu tampak sangat antusias dengan apa yang mereka lihat.

"Wahhh yang ini bagus banget.." Adinda membuka sebuah box perhiasan dimana terdapat sebuah kalung yang sangat indah.

"Itu tadi Adit yang milihin." jawab Dinar sambil tersenyum.

"Wah.. Pilihan kak Adit bagus juga ya.. Keren banget ini. Pasti kak Adit itu sayang banget sama kak Dinar buktinya dia pilihan kalung yang bagus baengt buat kak Dinar. Ihh gak nyangka banget ya Kak Adit yang dingin sedingin es batu itu ternyata bisa romantis juga." Adinda tampak memuji kakaknya yang sangat jarang bisa bersikap seperti itu.

Dalam bayangan Adinda kakaknya membelikan kalung itu dengan penuh rasa cinta untuk calon istrinya. Namun faktanya antara Aditya dan Dinar sama sekali tak pernah ada hubungan seperti itu. Aditya memilihkan dan membelikan semua itu karena sebuah keterpaksaan karena memang sudah ada dalam daftar yang mama Ani berikan kepadanya.

Mendengar semua itu Dinar hanya terdiam sambil tersenyum tipis karena faktanya adalah jauh dari bayangan Adinda. Yang terjadi sesungguhnya tak seperti yang semua orang bayangkan. Yang mana mengira hubungannya dengan Aditya adalah hubungan saling mencintai padahal yang sesungguhnya hubungan mereka didasari dari rasa iba Aditya kepadanya.

"Semua yang kamu pilih ini bagus-bagus sayang. Besok yang belum kamu beli silahkan beli sesuai dengan selera kamu dan beli apapun yang kamu suka. Kalau Adit melarang jangan ikutin dia. Yang penting apa yang kamu pengen kamu beli aja. Ibu hamil biasanya suka pengen, kalo gak diturutin nanti anaknya ileran. Mama gak mau dong cucu mama nanti ileran." ucap Ani sambil menggoda Dinar.

Dinar tertawa mendengar ucapan Ani. Ia merasa calon ibu mertuanya itu sangat menyayanginya. Dinar tentu saja sangat senang karena ia sudah sangat lama tak merasakan kehangatan seorang ibu seperti saat ini.

"Makasih tante."

"Mulai sekarang manggilnya jangan tante dong. Mulai sekarang manggilnya 'Mama' Sama kayak Adit dan Dinda." ucap Ani mengkoreksi panggilan yang Dinar ucapkan.

"Baik Mama. Terimakasih." Dinar tersenyum senang ia mendekat kearah wanita itu dan memeluknya.

Disaat semua perempuan sedang heboh membuka dan membongkar barang belanjaan. Adit turun dari tangga, ia sudah tampak lebih segar dan rapi karena telah mandi. Mandi karena sebenarnya ia merasa frustasi. Semua mengarahkan pandangan kepada Adit.

"Eh kak Adit udah turun. Udah sembuh sakit kepalanya?" tanya Dinda dengan nada menyindir.

"Ya.. Lumayan. Aku laper mau makan dulu." Adit menuju ke ruang makan dan meninggalkan. ketiga perempuan yang sedang tampak sibuk sendiri.

"Dinar tolong kamu temani Adit. Mungkin ia butuh di temani makan." ucap Ani yang meminta Dinar menyusul putranya.

"Oh baik tante. Eh Mama." Dinar mengoreksi ucapan nya setelah dilirik oleh Ani.

Dinar segera berjalan menyusul Adit dari belakang. Adit yang sudah duduk di atas kursi bersiap untuk makan juga terkejut karena tiba-tiba saja Dinar menyusulnya dan duduk di sampingnya.

"Mamamu memintaku menemanimu makan." ujar Dinar dengan jujur. "Apakah kau sudah sembuh?"

"Lumayan." jawab singkat Adit karena memang sebenarnya ia tidak sedang sakit. Ia menjawab singkat sambil meletakkan secentong nasi keatas piring nya.

"Hmm. Kau mau ayam goreng? Atau udang?" tanya Dinar Menawarkan pada Aditya, yang mana kedua lauk itu ada di depannya.

"Ayam aja. Aku alergi udang."

"Oh kamu alergi seafood?" tanya Dinar sambil membantu mengambilkan sepotong ayam untuk Adit.

"Aku suka Seafood tapi aku alergi beberapa jenisnya salah satunya udang."

"Kalau kerang?"

"Kerang nggak. Aku malah suka."

"Aneh ya. Biasanya orang alergi udang juga alergi seafood. Tapi kamu lebih ke udang aja." Dinar berpikir heran. "Memangnya alerginya bagaimana? Gatel gitu?"

"Nggak. Aku sesak napas kalau makan udang dan kulitku jadi memerah."

"Ohh.." jawab Dinar sambil membuka mulutnya.

Sementara Aditya karena membahas kerang ia jadi teringat Bintang. Ia masih ingat saat ia di rumah Bintang ia di jamu dan ikut makan disana dengan lauk tutut. Hewan bercangkang mirip siput yang ia kira sebagai kerang jenis baru, karena memang baru pertama kali makan tutut yang berawal dari sawah.

"Kok malah bengong? Bukannya makan?" ucapan Dinar memeacah lamunan Aditya yang mengenang kebersamaannya bersama Bintang di rumah sederhana gadis sederhananya itu.

Aditya langsung menyuapkan sesendok penuh masih dan lain pauknya kedalam mulut laku mengunyahnya. Meskipun ia sedang duduk bersama Dinar namun pikirannya masih melayang pada kenangannya bersama Bintang. Meski kebersamaan diantara mereka dan kenangan mereka juga tak banyak namun itulah yang justru selalu dirindukan oleh Aditya. Sayang semua itu kini hanyalah tinggal kenangan yang atak akan mungkin pernah terulang lagi.

Bersambung...!

avataravatar
Next chapter