14 Ibu tahu semuanya

Aditya memandang dengan dalam kearah ikat rambut itu, tanpa ia sadari pada akhirnya ia meneteskan air mata. Entah kenapa ia bisa secengeng ini. Namun ia tak bisa memungkiri perasaan yang masih ia miliki untuk Bintang relung hatinya masih terukir dengan jelas nama gadis sederhana itu.

Perlahan ia menghapus air matanya dengan kasar. Kemudian ia memilih menyimpan kembali jimat yang merupakan ikat rambut berwarna ungu tersebut kedalam laci. Ia tak ingin semakin terpuruk dengan semua kenangannya dengan Bintang. Kenangan yang tak seberapa namun begitu melekat kuat di hatinya dan di dalam pikirannya.

Adit memilih untuk beranjak ke kamar mandi. Ia melepas kemejanya dan mulai mengguyur seluruh tubuhnya di bawah guyuran shower air dingin. Air mulai membasahi rambut yang mengalir hingga ke seluruh tubuhnya.

***

"Pak Bram makasih atas apa yang telah anda berikan hari ini." ucap Bintang sambil mengangkat kantung belanjaannya keatas.

"Tak masalah. Lagian aku ingin kita tampak serasi saja saat di acara pernikahan nanti."

"Tapi kenapa?"

"Ya.. Biar seolah-olah kita cocok."

"Emm. Bagaimana kalau pak Arya dan Bu amanda juga mengira kalau kita benar-benar adalah pasangan kekasih?"

"Hahaha. Benar juga ya? Mereka pasti curiga. Ya kita jawab apa adanya saja kalau kita memang pura-pura. Lagian mereka orang dekat pasti mereka tau jika kita berbohong."

Sejenak Bintang terdiam. Ia jadi merasa tak enak jika mengingat yang punya hajat adalah keluarga dari bossnya sendiri.

"Atau mungkin tak ada salahnya jika kita juga bersandiwara."

"Haa? Apa??"

"Oh emm." Bintang tak sadar apa yang ia katakan barusan, seolah kalimat itu meluncur sendiri dari mulutnya. "Tidak pak Bram. Lupakan saja."

Bram mencoba melupakan apa yang Bintang katakan. Namun ia sendiri jelas mendengar jika Bintang memberinya tawaran untuk bersandiwara seolah mereka memang berpacaran.

Bintang melihat belanjaannya yaitu gaun yang akan ia gunakan besok di acara pernikahan adit. Gaun yang di pilih kan oleh Bram dan merupakan pasangan dari apa yang akan Bram kenakan di hari yang sama.

Bintang tentu saja masih ingat betul beberapa bulan yang lalu ia pernah mengalami hal serupa. Yaitu saat Aditya mengajaknya berbelanja dan juga membelikannya gaun putih yang indah untuk hadir di pernikahan bu Amanda dan pak Arya. Gaun yang beberapa waktu lalu telah ia keluarkan dari dalam lemari nya dan ia simpan di dalam gudang. Semua kenangan yang berhubungan dengan Aditya terlalu menyakitkan baginya. Namun ia harus mencoba untuk bisa tegar datang di pernikahannya bersama pak Bram karena ia telah membuat kesepakatan dengan dokter muda itu sebagai balasan atas hutang budinya.

"Oh ya.. Bagaimana dengan kabar ibumu? Apakah tangannya yang di operasi sudah mendingan?"

"Kondisi ibuk sudah membaik. Tapi tangannya belum bisa diangkat. Masih harus memakai gips."

"Tentu saja. Semuanya butuh waktu. Mungkin sekitar 2-3 ibumu baru bisa sembuh dan mulai normal."

"Sekali lagi terimakasih banyak Pak Bram. Jika hari itu anda tak datang membantu kami mungkin aku akan kesulitan dengan kondisi ibuku dan tak tau harus bagaimana."

"Sebenarnya saat itu aku ingin beli nasi goreng di dekat rumahmu itu. Jadi aku memutuskan untuk mampir kerumahmu dan mengajakmu. Tapi ternyata ibumu malah tertimpa insiden jatuh di kamar mandi. Tapi aku juga senang karena aku datang di waktu yang tepat."

"Ya. Seolah tuhan memang telah mentakdirkan kau untuk menolong ibuku."

"Sudahlah. Tak perlu diungkit-ungkit lagi. Kesannya malah aku nanti tidak iklas. Padahal aku sangat iklas melakukan semua ini kepadamu dan pada ibumu."

Setelah puas mendapatkan gaun untuk Bintang dan baju untuk dirinya sendiri kini Bram mengantarkan Bintang untuk pulang kerumahnya. Pertemuan tidak sengaja antara Bintang dan Bram rupanya kini berujung pada suatu hubungan pertemanan yang sulit diartikan. Kesamaan nasip yang menimpa keduanya juga membuat obrolan diantara mereka menjadi cocok.

"Maaf Bintang aku tak bisa mampir. Aku harus segera kembali kerumah sakit karena ada panggilan darurat." Bram menurunkan Bintang di depan tower didekat rumahnya dimana di sana lah batas mobil bisa masuk di gang tersebut selebihnya Bintang harus berjalan kaki menuju kerumahnya yang memiliki gang sempit.

"Tak masalah pak Bram. Hati-hati di jalan dan sampai jumpa lagi. Sekali lagi terimakasih untuk ini." Bintang me enteng kembali tas belanjaannya lalu melambaikan tangannya pada Bram.

Bram hanya membalasnya dengan sebuah anggukan dan sebuah senyuman. Selanjutnya pria itu memundurkan mobilnya untuk pergi karena ia sudah di tunggu di rumah sakit.

Bintang masuk kedalam rumahnya setelah terlebih dahulu mengucapkan sebuah salam. Pintu yang tak di kunci membuat Bintang bisa leluasa masuk kedalam rumahnya tersebut.

"Kau baru pulang? lalu mana pak Bram?" Bu mirna ibu Bintang celingak celinguk melihat kearah belakang Bintang berharap pria itu juga ada disana. Namun nyatanya Bintang hanya pulang sendiri.

"Pak Bram harus segera kembali ke rumah sakit dia ada jadwal operasi jadi dia tidak bisa mampir ke sini." dari raut wajahnya mirna tampak kecewa.

" ibu suka melihat kau bersama dengan dokter itu, Sepertinya kalian sangat cocok."

"Ibuk bicara apa sih aku dan Pak Bram itu tidak ada hubungan apa-apa, lagi pula kami tadi pergi karena Pak Bram ingin mengajakku ke sebuah acara pernikahan jadi aku terpaksa melakukan semua ini karena aku merasa punya sebuah hutang budi kepadanya karena telah membantu kita selama ini."

"karena Ibu merasa jika kau dan Bram memang sangat cocok, daripada dengan pemuda yang waktu itu dia adalah pemuda yang telah mengecewakanmu bukan? apalagi dia setelah mengecewakanmu dia akan menikah. Jadi untuk apa kau masih mengharapkan hal yang seperti itu lebih baik kau bersama pak Bram saja."

" Kenapa Ibu bisa bilang seperti itu memangnya itu tahu jika aku dan Adit telah berpisah?"

"aku tahu, aku tahu semuanya Bintang, ibu tahu kalau pria itu telah mengecewakanmu dia telah memilih wanita lain sebagai istrinya dan meninggalkanmu tanpa sebuah alasan yang jelas. Jadi untuk apa kau masih memikirkan pemuda seperti itu lebih baik kau mendekati apa yang ada, dekatilah pak Bram yang sudah jelas-jelas adalah pria yang sangat baik."

"Bagaimana Ibu bisa tau?" Bintang sangat kaget mendengar apa yang ibunya katakan karena ia bahkan sama sekali tak pernah bercerita tentang masalahnya dengan Aditya. Apakah ibunya pernah melihatnya menangis? Atau..?

"Ibuk mendengar semuanya saat kau bertemu dengan pemuda itu dibawah tower. Ibu telah mendengar semua apa yang telah kalian perbincangkan. Ibu tahu bagaimana perasaanmu saat itu. Kau pasti sangat hancur terlebih setelah pulang dari rumah sakit ibu juga melihat ada sebuah undangan di atas kulkas dan itu adalah undangan pernikahan dari pemuda itu kan?"

Deg.

Bersambung..!

avataravatar
Next chapter