1 Awalan yang Buruk

"Bagaimana ini, apa yang harus ku lakukan?"

Semua orang pasti akan bicara begitu jika berada pada situasi sulit. Pasti dan akan terus begitu.

Pada tahap apa Anda berada dalam di keadaan sulit?

***

"Eunggh."

Perlahan seorang perempuan yang bisa dikatakan cantik bangun dari sebuah ranjang.

Perempuan tersebut langsung merasa ada yang aneh dari tubuhnya. Lantas setelah itu pun langsung memeriksa keadaan.

Mulai dari ujung kaki sampai pucuk kepala. Meneliti bagian yang terasa tak sesuai.

Seingat perempuan itu, ia tak pernah bangun dengan kondisi begini. Hidupnya 'normal.'

"Ha...!"

Sontak sang perempuan pun langsung menutup mulut saat menyadari bahwa ia sama sekali tak memakai satu helai pakaian pun. Terlebih lagi tempat yang ia tempati juga terasa asing.

Jangan lupakan juga kepala yang terasa berdenyut nyeri. Semua itu kelihatan seperti..., seekor anak ayam yang malang.

Terbangun seperti anak yang baru lahir.

'Suci?'

katakan selamat tinggal.

"Ibu..., apa yang terjadi padaku?"

Rein, nama perempuan tersebut. Ia pun berusaha untuk mengingat apakah ada yang salah sebelum ia berakhir mengenaskan begitu. Benar, pasti ada yang salah. Lalu tentu saja kejadian yang terjadi sebelum perempuan tersebut mendapati dirinya berakhir tak terduga.

"Aku minum air bening bergelembung, oh astaga aku..., apa aku korban pemerkosaan?"

"Hentikan hal gila ini Rein, yang harus kamu lakukan sekarang adalah segera pergi dari tempat ini. Tapi bagaimana?"

"Hiks, Ibu. Rein tidak bisa menjaga diri sendiri."

Setetes air mata langsung mengalir pada wajah cantik perempuan tersebut. Rein sejatinya adalah perempuan baik-baik. Sifat polos sudah melekat pada orang yang baru berusia 21 tersebut.

Termasuk orang pintar sebab lulus hanya dalam waktu tiga setengah tahun.

Mendapatkan gelar cumlaude, berusia muda dan semua hal baik lain.

Lantas kenapa hal buruk tersebut bisa menimpa orang sepertinya?

Rein ikut reuni teman-teman sezaman kuliah. Lalu setelah itu ia hanya minum minuman tak berwarna, kemudian merasa pusing.

"Sial, aku dijebak. Laki-laki mana yang memperlakukanku seperti ini!?"

Percayalah, baru kali itu Rein berkata-kata kotor.

Lagi-lagi Rein pun langsung menutup mulutnya. Dengan wajah merah padam dan air mata yang mulai merembes keluar ia pun akhirnya kembali ke akal sehat.

Kira-kira siapa yang bisa tenang saat mendapati diri sendiri sedang dalam keadaan mengenaskan begitu?

Apakah akan lebih baik terbangun saat sudah berada dalam alam lain?

Atau dengan keadaan telanjang bulat?

Mana yang lebih 'baik?'

Bukankah jika tidak bisa mengatur pikiran, maka jalan terakhir alias bunuh diri terbentang lebar?

Entahlah.

"Tidak, lebih baik aku segera pergi dari tempat sialan ini," lirih perempuan tersebut kemudian melangkah pergi.

Percayalah, Rein belum pernah berkata kotor. Anggaplah saat ini ia sedang keluar jalur hidup.

Baru satu langkah kaki Rein ayunkan, rasa sakit pada selangkangannya membuat perempuan tersebut kembali terduduk. Tak hanya itu, ada berbagai macam tanda merah kebiruan yang tersebar pada hampir seluruh tubuhnya.

Mulai dari bagian leher, tulang selangka, dada, perut, bahkan paha. Lantas juga ada bercak darah yang seakan-akan mengatakan bahwa 'Anda telah tamat.'

Mengejek dan terus tertawa...?

Mana ada benda mati yang tertawa!

"Hiks siapa yang telah memperlakukanku begini. Ibu..., maafkan Rein."

Pada akhirnya Rein hanya bisa pergi tertatih-tatih dengan berusaha untuk menata diri dan pikiran.

Setelah ini, apa yang akan ia lakukan?

***

Sementara itu pada situasi dan kondisi yang berlainan terlihat seorang laki-laki memakai setelan jas kantor rapi.

Angkuh dan mempesona.

Jas rapi yang seolah-olah mengatakan ia bisa melakukan apapun.

Sanjaya Corp adalah nama perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi barang elektronik.

Lalu orang yang berpakaian rapi itulah pemimpin perusahaan tersebut.

Seorang yang berhati dingin, ah atau lebih tepatnya tidak punya hati dan perasaan.

Cinta?

Istilah tersebut terlalu memuakkan untuk dibahas. Jelas orang tersebut bukanlah orang yang percaya akan cinta, ketulusan atau sesuatu seperti itu.

Secara langsung juga mengatakan bahwa ia adalah orang yang kurang kasih sayang orangtua. Miris.

Saat ini orang tersebut sedang bersiap pergi ke perusahaan yang membesarkan sifat angkuhnya.

Redis Sanjaya, begitulah orang-orang memanggil orang tersebut. Ah tidak, lebih tepatnya Pak, Tuan atau sesuatu seperti itu.

'Panggilan hormat' yang membuat orang tersebut semakin angkuh.

Setelah semua yang terjadi, orang tersebut sama sekali tak memikirkan apapun. Dia dalam kondisi mabuk saat itu, jadi apa yang terjadi bukanlah kesalahannya.

Tidak sengaja, begitulah.

Lantas orang yang tak percaya pada cinta mana pernah berpacaran. Bagi Redis lebih baik melakukan sesuatu yang penting seperti menghasilkan uang.

Uang memang tidak bisa menyelesaikan masalah, tapi dari uanglah berbagai macam masalah kehidupan bisa diatasi. Walau tidak bisa membeli sebuah harga diri juga.

Akan tetapi Redis bahkan sama sekali tak peduli.

Prinsipnya hidup itu bebas.

Lalu bagi Redis, dari uanglah manusia bertahan hidup.

Dengan sikap begitu, wajar saja jika seorang Redis yang berusia 27 tahun belum menikah sampai sekarang.

Tak percaya pada cinta, akan tetapi suka uang.

Jadi, berpacaranlah dengan uang-uang tersebut. Dan Redis menempatkan diri dengan 'sumpah' tersebut.

Money is my heart. One and only. Forever.

Ingin menikah, mungkin itu akan terjadi suatu saat nanti. Yang jelas sekarang Redis masih belum ingin memikirkan hal tersebut.

Ia bahkan berencana untuk menikah saat sudah berusia 30 tahun keatas.

Hey, seorang laki-laki itu akan terus menghasilkan sel sperma sampai ajal menjemput.

Lalu masalah kesehatan akan diatasi dengan adanya uang. Jikapun punya kekurangan dalam hal tersebut.

Mudah dan sederhana.

Takdir yang kejam atau bahkan karma. Itu mungkin terjadi, tapi tak ada yang tahu tentang masa depan. Untuk itu Redis akan menata masa depan untuknya sendiri.

Segala macam rencana membuat Redis hidup.

[Halo Rey, tolong siapkan berkas-berkas untuk rapat hari ini. Setelah itu siapkan juga kue untukku.]

[Hahaha baik Pak, yang rasa cokelat kan.]

Tanpa menjawab apapun Redis pun langsung mematikan telepon. Sekretarisnya itu memang suka menggoda selera makan atau apapun yang baginya tak sesuai dengan kepribadian sang atasan. Lalu Redis pun menyadari hal tersebut.

Terserah, selama sang sekretaris tidak menganggu privasinya maka Redis hanya akan mengabaikannya saja.

Kedua orang tersebut sudah berteman sejak SMA, kuliah lalu berakhir menjadi rekan kerja.

Satu hal yang perlu diketahui lagi, Redis hanya punya satu sekretaris dan itu seorang laki-laki. Mulai dari zaman 0.0 sampai 4.0.

Jadi istilahnya sejak awal bekerja.

Eits... jangan berpikiran macam-macam mengenai Redis Sanjaya. Dia bukan suka sesama jenis a.k.a homo.

Lelaki itu hanya suka dunia sendiri.

Bagi Redis perempuan itu merepotkan. Terlebih lagi kalau yang kecentilan padanya. Oleh sebab itu ia pun memutuskan untuk tidak mencari sekretaris perempuan.

Lantas bagaimana bisa orang seperti Redis masih bersikap biasa saja...?

Saat para perempuan kecentilan tersebut melancarkan aksinya?

Sekali lagi, ia bukanlah orang yang peduli.

Titik, tidak pakai koma.

Lalu tak lama setelah itu, terdengar sebuah suara yang lagi-lagi menguasai pikiran orang tersebut. Sebuah decakan pun terdengar saat Redis melihat siapa orang yang menelepon.

Sang mama tercinta. Perempuan maha agung lagi tinggi.

"Pasti ingin menyuruh menikah lagi," ujar Redis yang bicara pada dirinya sendiri.

Saking seringnya sang Ibunda menyuruh menikah, Redis sampai ingin muntah saking muaknya.

Kemudian tak lama setelah itu ia pun segera menggeser tombol hijau.

Orangtua harus dibaikin, ingat itu.

[Pulang ke rumah sekarang juga, Redis Sanjaya.]

[Ck, aku akan berangkat bekerja, Ma.]

[Siapa yang Mama, ini Papa, Redis.]

Mendengar perkataan orang dari telepon tersebut, Redis pun langsung melihat layar ponsel. Toh memang benar, nama si penelepon adalah mama bukan papa.

Tukaran ponsel?

Redis menyeringai.

[Maaf Pa, aku sedang sibuk.]

[Pulang atau Papa akan membuatmu menyesal seumur hidup.]

[Ayolah Pa, jangan seperti anak kecil.]

Tut. Hanya hal tersebutlah yang terdengar. Sekarang tahu kan dari mana datangnya sifat Redis yang tak berperasaan?

"Ck menyusahkan saja. Ada apa sih sampai Papa ingin membuatku menyesal seumur hidup. Apakah beliau akan membunuhku jika tidak datang? Pahadal klien ini benar-benar sangat penting."

Tak lama setelahnya muncul sebuah seringaian dari sudut wajah Redis.

Lantas apa yang akan orang tersebut lakukan?

Lihat saja. Hanya satu kata, ia akan membuat sebuah kejutan. Khusus untuk orangtua sendiri.

*****

avataravatar
Next chapter