15 Brenda Melarikan Diri

Selamat Membaca

Kepala Choco bergerak pelan, kelopak mata berkedut kedut setelah kesadaran merayap ke otaknya. Hingga akhirnya ia terlonjak bangun, melotot sempurna sambil tengok kanan-kiri.

Sepi. Kosong. Hampa. Tempat yang kini Choco singgahi. Bila diteliti lamat-lamat, ia seperti berada di tengah sebuah ruangan rumah kumuh terbengkalai yang nyaris roboh. Atap bolong, cat terkelupas serta lumut hijau di mana-mana. Lebih parahnya lagi, saat ini kondisi tubuh Choco terikat pada kursi kayu. Dililit tali tambang dan mulutnya ditutup kain. Membuat Choco tak dapat berteriak.

"Sudah puas tidurnya, Princess?"

Choco terkesiap, menoleh, netranya menangkap lima orang kawanan cowok berjaket hitam. Tampak sangar sembari menyeringai ke arahnya. Mereka pasti cowok-cowok yang menculik Choco di gerbang belakang sekolah tadi. Tidak salah lagi.

"Gimana? Mimpi apa barusan? Penasaran kalo beban dunia akhirat mimpinya cerah apa gelap. Haha." Cowok lain meledek.

"Bukan gelap lagi, tapi burem."

"Yoi. Si culun kan rabun, ye."

Selagi geng cowok tidak jelas itu saling lempar candaan garing, sebisanya Choco meronta-ronta berniat terlepas dari jeratan tali pada kursi ini. Tenaga gadis itu terkuras setengah, wajah sudah keringatan membuat kacamatanya merosot.

"Mau ke mana, hmm?"

Badan Choco mendadak kaku, lurus menyorot depan ketika suara tajam Alter menusuk. Laki-laki itu datang, berjongkok di hadapan Choco sambil membuka penutup kain di bibir Choco.

"Path!" Choco refleks membuka mulut lega. "Gila lo, ya! Jangan bilang ini semua ulah lo?!"

"Kenapa? Masalah?" tanya Alter enteng. "Ini hukuman kecil untuk seorang gadis pembangkang yang tidak tau apa itu namanya tanggung jawab."

"Tapi cara lo gak ngotak, bego! Jantung gue hampir menangis gara-gara diculik pengawal-pengawal lo itu!" amuk Choco memajukan wajahnya, tapi tubuh tetap rapat di kursi.

Alter tersenyum sinis. "Ini belum seberapa. Harusnya lo bersyukur karena masih bisa gue kasih napas."

"Idih, lo Tuhan aja bukan malah ngaku-ngaku ngasih napas," pungkas Choco bernada menyebalkan.

 "Minggir! Lepasin gue!"

"Oh, mau gue kasih hukuman tambahan?" Alter semakin tersudut, dengan emosi dia berdiri sambil berdecak. Lalu berbalik menghadap anggota bawahannya.

"Kalian. Lepasin dia, suruh cewek itu sujud di kaki gue."

Baik Ethan, Lucas, Yesaya, maupun Regan kompak memberi gestur hormat. 

"Asiapp, Boss."

Regan mengeluarkan cutter dari saku, dipergunakan untuk memotong satu persatu tali yang terlilit kuat pada tubuh Choco. Cukup memakan waktu memang, sesekali sang korban berusaha keras kabur tapi gagal.

Pada akhirnya, Choco pasrah lahir batin. Diseret kasar menuju posisi berdirinya Alter, lalu dipaksa bersimpuh di atas lantai retak itu. Kepala Choco ditekan Ethan agar bersujud, sementara yang lain berjaga. Choco mendongak, sudut bibir Alter menukik tajam. Dengan tangan bersedekap angkuh. 

Jika tidak salah ingat, karakter Alter di dunia novel ini memang semena-mena. Raja sekolah, beringas, penguasa arena balap, ketua geng motor DARK ZELOX. Juga pelaku bullying tanpa memandang gender.

Dan disinilah markas geng Alter yang kedua, selain cafe privatnya. Ini markas rumah kosong di gedung belakang sekolah, cukup jauh jaraknya. Untuk dijadikan tempat penyiksaan siswa lemah darinya.

"Sujud. Dan bilang bahwa lo menyesali perbuatan lo yang seenaknya ngerusak kesucian gue malam itu. Sekaligus sukarela mau jadi 'kacung' gue mulai sekarang," tandas Alter.

Choco menganga. "Lo gila—"

"Gue bilang sujud!"

"Dih, maksa." Choco terkekeh meremehkan. Menepis lengan Ethan yang menekan kepalanya, lalu bangkit berdiri. "Wlee! Gak mau! Lo pikir gue setolol itu mau-mau aja ngikutin omong kosong lo? Huwekk, pengen muntah gue."

Semua manusia-manusia di sana sontak berekspresi serupa, tegang bukan main. Rupanya masih ada orang mental baja modelan Choco. Gadis itu berlari secepat kilat keluar dari markas tersebut sebelum kena amuk maung. Alter yang belum sempat mencegah, terdiam mematung. Mendengus tak percaya diperlakukan seperti itu. Jarang-jarang ada gadis di sekolah ini berani melawannya, paling-paling langsung patuh disuruh ini-itu.

Choco ... benar-benar menantang lawan yang salah.

"Semuanya, pantau CCTV. Jangan sampai jejak cewek itu hilang. Gue bakal bikin dia nangis minta ampun."

"Hosh! Hosh! Gilaaa! Cape bangettt!"

Napas Choco terengah-engah, berhenti berlari-lari dan mengontrol lelahnya di tengah koridor sekolah. Beruntung situasi di situ terdeteksi aman, jam masih KBM, otomatis seluruh guru dan murid sedang fokus belajar mengajar.Begitu dada sudah terasa plong tidak sesak, Choco lanjut berlari menaiki tangga. Semoga kali ini ia lepas dari kejaran Alter bersama antek-anteknya. Padahal ia hidup di novel romance, tapi serasa di novel thriller. Apa mungkin genre dan alur cerita novel 'I'm a Queen' berubah? Seingatnya, tidak ada adegan ini.

"Huft Ahh, selamat!" gumam Choco memasuki gudang. Di sana sedikit temaram sebab kurang cahaya.

"Choco?"

"Farez?"

Keduanya tiba-tiba berjengit kaget, sosok Farez yang membawa setumpuk lembar HVS di depan lemari gudang, memandang Choco bingung. Sedangkan Choco sendiri mulai tegak mendekatinya.

"Lo ngapain di sini?" tanya Choco.

"Ah, aku disuruh bawa HVS untuk tugas seni di kelas," jawab Farez seadanya. "Kamu sendiri?"

"Dikejar psikopat dajjal." Choco membalas ogah-ogahan, sambil tersenyum kecut.

"Psikopat??!" Tampaknya Farez percaya begitu mudahnya, laki-laki berkacamata bulat itu menatap Choco polos. 

"Memangnya di sekolah ini ada psikopat? Wahh, aku baru tau."

"Hehehe. Ya, begitulah." Choco malah cengengesan, tak ingin menjelaskan lebih detail. 

Membohongi orang menarik juga.

Lupakan permasalahan psikopat itu. Choco buru-buru meraih pergelangan tangan Farez, diajak berjalan kecil menuju sebuah lemari jati besar yang disimpan di sudut ruangan. Sigap mereka masuk ke dalamnya yang cukup muat ditempati dua orang.

"Kenapa kaki-kita kesini?!" pekik Farez gagap, segera Choco bungkam dengan telapak tangan.

"Shhtt! Diem dulu, kita sembunyi bentar di sini. Kalo udah aman, baru keluar. Oke?"

Usai memperingati, titik fokus Choco terlempar ke luar lemari. Ia mengintip dibalik celah-celah pintu lemari tersebut yang terbuka, gudang terlihat sunyi.

Farez menatap bimbang. "A-apa alasannya?"

"Karena di luar— "

Deg!

Choco menelan setengah bicaranya, membatu saat berhadapan dengan Farez. Di keadaan lemari sempit ini, tubuhnya sungguh menempel pada tubuh tinggi Farez. Sedekat itu, bahkan deru nafas bertabrakan.

Tidak ada jarak, semakin sesak. Choco menegak ludah, rasanya akan meledak. Begitu pun Farez berpikiran sama. Mereka hanya bertukar pandangan selama beberapa detik.

"C-choco ... ?"

"I-iya."

"Koki-kita ... lagi ngapain?"

Pertanyaan Farez yang terheran-heran sukses memancing keterdiaman Choco. Gadis itu tidak membalas, mengabaikan tanda tanya Farez dan lebih memilih cengo. Tubuh mereka masih tertempel dalam lemari jati di gudang tersebut. Untuk sembunyi. Saking tak fokusnya, Choco mengamati lekat-lekat setiap inci wajah Farez yang teramat dekat dilengkapi kacamata bulat.

Bila diperhatikan intens, Farez memang good looking. Kulit seputih kapas, halus, mata sayu berwarna coklat keemasan, tinggi kekar, tidak mencerminkan tokoh figuran. Hanya saja kekurangannya pakai kacamata.

"C-choco?" tegur Farez kikuk, jakunnya naik turun.

"A-ah, maaf!" Spontan Choco merespons, terkekeh canggung sambil garuk tengkuk. "Emm ... tadi kamu nanya apa? Eh, anu, maksudnya lo nanya apa?"

Tuh, kan, keceplosan ngomong kamu.

"Kita lagi ngapain? Kenapa sembunyi?" Farez mengulangi.

"S-sebenarnya ... gue lagi dikejar-kejar sama Alter."

"Alter?!" beo Farez tak menduga. "Alter yang .... "

"Sesuai dugaan lo, Alter si orang paling berpengaruh di sekolah kita. Ketua Dark Zelox. Sekarang mereka nguber-nguber gue karena kejadian malam itu."

Farez menggelengkan kepalanya pelan, sungguh tidak dapat menerima bulat-bulat kenyataan yang dibeberkan Choco. Alther? Alter Jay Daniel Sebastian? Raja beringas maniak balap itu? Mental Choco patut diacungi jempol.

Bahkan Farez yang kodratnya laki-laki pun tidak berani unjuk muka di hadapan Alter meski satu detik. Tidak akan pernah. Sama saja menantang maut. Takut-takut dieksekusi mati.

"Kamu bikin masalah sama Alter?"

"Justru dia yang bikin masalah sama gue!" bentak Choco meninggikan intonasinya. 

"Dari awal gue udah minta maaf, kalo si Alter kagak bloon mungkin sekarang gue gak diincar begini kayak buronan. Padahal waktu itu—"

"Waktu itu apa?" sela Farez menunggu lanjutannya.

Choco mendadak menjeda kalimat. Dipikir-pikir, awal kejadiannya gara-gara ia kejedot batu terus bulunya tumpah di wajah Alter. Tepat pada malam dimana Alter bersama Cherry akan ditunangkan.Tidak mungkin Choco menjelaskannya terhadap Farez. Ia tahu bahwa laki-laki itu cinta berat sama Cherry. Jangan sampai Farez tahu Cherry akan bertunangan dengan Alter.

"P-pokoknya, gue minta maaf. Lo malah ikut keseret ke dalam masalah gue dan harus sembunyi di lemari kayak gini. Gue tau lo pasti risi berurusan sama cowok bermasalah kayak si Alter, 'kan?"

Farez refleks menggeleng mantap. "Nggak, nggak papa. Aku tadi hanya bingung kenapa kamu bawa aku sembunyi. Ternyata di luar ada Alther sama geng Dark Zelox, ya?"

"Ya—"

Brakkk!

"Keluar lo, Choco!"

Pintu gudang didobrak dari luar, terdengar nyaring mampu membungkam kedua insan yang dempet-dempetan di lemari. Choco terperangah, mengintip sedikit di celah pintu lemari. Benar saja, Alter muncul dengan teriakan bariton menyeruak. Perlahan-lahan langkah cowok itu mendekat, setapak demi setapak terdengar horror menghampiri lemari jati di sudut gudang. Tak lupa tatapan bengisnya.

"Keluar. Gak usah kabur lagi. Gue tau lo di mana."

"C-cho—" Baru saja Farez hendak memanggil saking takutnya, mulutnya dibungkam oleh Choco.

"Sssttt! Jangan berisik," desis Choco. "Ada dia di luar."

Sungguh, Choco tak habis pikir. Mengapa dunia novel romance yang ia tinggali ini ... serasa berubah menjadi novel horror thriller?

"Bagi permen, lur. Mulut gue sepet." Ethan menengadahkan tangan, setelah memasuki ruangan CCTV sekolah.

Regan yang matanya konsentrasi pada layar CCTV dengan duduk di kursi, berbicara singkat. "Beli sono."

"Bangke," decak Ethan, ikut duduk di kursi kosong samping Regan yang menganggur. "Btw, lo konsen amat mantau CCTV. Giliran pelajaran malesnya gak ketolong."

"Ini beda lagi, pelajaran sama ini tuh dua elemen yang beda," kata Regan. Matanya mulai melirik Ethan. "Bisa-bisa gue dihajar Pak Ketu karena gak ngejalanin misi."

Ethan terkekeh renyah, kedua kaki cowok blasteran Austria itu saling bertumpu pada meja. Punggungnya bersandar santai. "Gue heran sama si Alter. Udah dapet spek seleb kayak Cherry, malah ngincer spek gembel kayak si Choco."

"Gue juga bingung, mata gue perih dari tadi mantau ni CCTV buat nyari tuh gembel."

"Tapi ada bagusnya, sih."

"Bagus apanya?!" tepis Regan tak setuju.

Bibir Ethan membentuk seringai. "Kalem, pren. Ini kesempatan buat kita ngejar Cherry lagi. Kalo pawangnya milih spek gembel, kita yang untung juga."

"Tumben otak lo jernih. Biasanya penuh pekob," ledek Regan sekaligus bertos ria bersama rekan anggota gengnya itu.

Menarik, sepertinya sisi baik dari kejadian ini semua cukup berdampak positif bagi Regan juga Ethan. Idenya sangat brilian. 

Sejujurnya mereka tahu bahwa Alter akan bertunangan dengan Cherry. Itulah sebabnya saat Alter mengincar Choco habis-habisan, kesempatan bagus bagi mereka.

Kenapa? Karena dari awal Regan dan Ethan sama-sama suka satu cewek yang sama. Yaitu Cherry.

Tapi masalahnya, kalau benar Alter tiba-tiba suka Choco, Regan rasa ketua Dark Zelox itu terlalu sempurna bagi Choco yang sebatas tokoh figuran.

"Kena kalian!" 

"Aduh!" ringis Choco, ambruk memeluk lantai saat tangan Alter membuka paksa pintu lemari sebagai tempat persembunyiannya.

Terlihat, Farez sama jatuh di sampingnya. Mereka kompak beranjak dengan seragam terkotori debu-debu halus. Sementara Alter, perangai cowok itu semakin menjengkelkan di mata Choco. Berdiri angkuh dengan dagu terangkat.

Bagaimana bisa Alter tahu begitu mudah lokasi sembunyi Choco? Apa jangan-jangan ia dimata-matai?!

"Main lo kurang pro," seloroh Alter.

"Lo mau apa lagi, kampang?! Gue slebew lama-lama!" gerutu Choco, muak.

"Mau gue?" Alter mengangkat sebelah alis tebalnya. "Serius lo nanya itu?"

"Gak usah bertele-tele!"

"Oke. Gue mau lo sujud di kaki gue, dan bilang "Izinkan saya untuk menjadi pelayan Anda selamanya, Tuan. Saya menyesali perbuatan saya yang semena-mena.""

Choco memutar bola mata, ternyata spesies seperti Alter masih belum punah di muka bumi ini. Sama saja cowok itu memperbudaknya tanpa pamrih. Padahal insiden tumpahan bolu dan tendangan super di kejantanan Alter itu hanya sepele.

Menurut Choco.

Demi kesejahteraan jasmani dan rohani, lebih baik ia menurut. Dengan teramat sangat berat hati, perlahan Choco menurunkan tubuh. Bersimpuh di ujung sepatu converse Leather bag penyembah.

"Izinkan saya untuk menjadi pelayan Anda selamanya, Tuan. Saya menyesali perbuatan saya yang semena-mena."

Alter menyeringai. "Lagi. Lebih keras."

"IZINKAN SAYA UNTUK MENJADI PELAYAN ANDA SELAMANYA, TUAN. SAYA MENYESALI PERBUATAN SAYA YANG SEMENA-MENA."

"Lagi."

"CAPEK, ANJ*NG!"

"Gak ada namanya pelayan nyebut hewan ke 'tuannya'," ujar Alter, mematikan perekam suara di ponselnya.

Choco melongo. "Lo ngerekam yang barusan?!"

"Masalah?" tanya Alter. "Gue anggap ini bukti di antara kesepakatan kita. Sekarang utang lo lunas, bayarnya cukup jadi pelayan yang baik."

Utang? Dia pikir insiden ketumpahan bolu itu dianggap sebagai utang Choco?! Dan bayarannya harus sukarela diperbudak seperti barusan sampai sujud ampun?! Gila. Alter memang titisan iblis.

Farez yang menjadi pihak penonton drama ini, menyaksikan dengan tatapan penasaran. 

'Choco sama Alter sedekat itu, ya?'

Merasa urusan telah selesai, juga targetnya telah terjerat dalam lingkungannya, Alter berjalan hendak meninggalkan gudang tersebut. Sedikit memberi lirikan penuh kemenangan terhadap Choco.

Namun, begitu memegang gagang pintu, raut Alter berubah. Mengernyit sebab pintu itu sulit dibuka. Tertutup rapat seperti terkunci dari luar. Dia mencoba buka sekali lagi. Nihil, terlalu kuat.

"Sial, gue lupa pintu ini kadang rusak."

Bersambung

avataravatar
Next chapter