3 Bab 3 Sepertinya Suka

Sepulang sekolah Bela langsung menjemput Rian seperti biasa. Meskipun tadi pagi Rian sudah berpesan kepadanya untuk tidak dijemput tetap saja dia ingin memastikan Rian apakah sudah pulang atau belum. Di dunia ini yang dimilikinya hanya Rian seorang. Orangtuanya yang sudah pergi meninggalkan mereka sejak kecil hanya membuat hatinya teriris bila mengingatnya. Untuk mengusir rasa sakit itu hanya dengan melihat saudara satu-satunya yaitu Rian.

Tapi sayang Rian tidak seperti anak pada umumnya dimana adiknya itu sedang terkena penyakit ginjal. Baru tahun kemarin adiknya dinyatakan terkena penyakit tersebut. Hatinya begitu terguncang dengan berita tersebut. Apalagi adiknya masih muda sekali untuk terkena penyakit tersebut. Tapi itu mungkin sudah jalan buat adiknya.

"Pak permisi mau tanya, apa semua muridnya sudah pulang jam segini?"Bela menghampiri seorang security yang sedang duduk di pos penjagaan sekolah SMP N Nusa Bangsa.

"Sudah pulang semuanya mbak."jawab security laki-laki itu dengan kaget melihat wanita cantik tapi penampilannya seperti anak culun menghampiri pos penjagaannya.

Memang kalau sekolah, Bela selalu berdandan seperti anak culun dengan memakai kacamata bulat dan rambutnya diikat semua dibelakang. Tapi penampilan itu tidak mampu menghilangkan paras cantik dan imut dari Bela.

"Oh gitu ya pak. Makasih."Bela melemparkan senyum kearah security tersebut sebelum pergi. Terlihat dua lesung pipi yang berukuran kecil muncul di kedua keningnya. Sehingga senyumnya terlihat manis saat dilihat orang lain.

"Cantik-cantik tapi penampilannya begitu."security tersebut membatin dalam hati dan melihati Bela sampai hilang.

Bela kemudian mengayuh sepedanya lagi yang berwana merah muda itu meninggalkan sekolah Rian. Selama perjalanan dia berusaha mengamati sekeliling jalanan menuju rumah bibinya. Dia berharap bisa menemukan Rian di jalan.

"Kamu itu nggak boleh kecapekan dek. Nanti penyakitmu bisa kambuh."ucap Bela sambil mengayuh sepedanya.

Tidak berselang setelah Bela mengayuh sepedanya kira-kira 4 meter dari sekolah Rian, tiba-tiba dia melihat ada seorang anak laki-laki sedang duduk sendirian di depan warung. Bela menatapnya dengan serius karena dia merasa tidak asing.

"Rian."panggil Bela dengan lirih sambil menata kacamatanya agar smakin jelas.

"Dek Rian."panggil Bela dengan keras.

Mendengar namanya dipanggil, Rian yang memang sedang istirahat sambil minum air putih itu menoleh kearah sumber suara. Rian nampak terkejut melihat kakaknya sedang berjalan kearahnya.

"Kamu ngapain disini?"Bela menghampiri Rian dan memarkirkan sepedanya dipinggir jalan.

"Aku sedang istirahat bentar disini kak."suara Rian terdengar lemas.

"Kakak kan udah bilang, biar kakak jemput aja. Kamu itu nggak boleh kecapekan dek. Nanti kamu bisa kambuh lagi."Bela mendekati Rian yang masih duduk.

"Ya kak."Rian merasa bersalah karena tadi keras kepala. Jadinya dia kini merasa lelah.

Akhirnya Bela memboncengkan Rian pulang ke rumah. Dalam hati Rian sebenarnya tidak enak dan kasihan bila setiap hari kakaknya selalu memboncengkannya. Terlebih lagi dia seorang laki-laki dimana seharusnya dia yang memboncengkan kakaknya.

"Besok lagi, jangan pulang jalan lagi. Nanti kalau kamu kambuh, bibi bisa marah. Kasihan bibi cari uang susah begitu buat kita."Bela berbicara sambil mengayuh sepedanya.

"Ya kak."Rian menurut.

Jarak rumah bibi Devi dengan sekolah Rian cukup jauh. Namun jarak sekolah Rian dengan sekolah Bela cukup dekat. Sejak ditinggal orangtuanya, Bela dan Rian diasuh bibi Devi. Bahkan untuk mempermudah jalan mereka menuju sekolah bibi Devi sampai membelikan sebuah sepeda baru buat Bela dan Rian. Bibi Devi hanya mampu membelikan satu sepeda saja. Itu saja sepeda lama. Namun begitu Bela tetap senang karena bibi Devi mau membelikannya. Untuk makan saja kadang mereka kesusahan.

Saat hendak menyeberang di perempatan jalan, Bela dikejutkan dengan sebuah mobil yang berhenti didepannya. Dia merasa bersalah karena tidak lihat-lihat ketika menyeberang.

"Eh."beruntung sepeda Bela tidak sampai menyenggol mobil mewah yang berwarna biru di depannya itu.

"Ada apa kak?"Rian yang duduk dibelakang juga ikut kaget .

"Ini kakak tadi mau menabrak mobil itu."Bela memberitahu ke Rian.

"Bela."panggil seseorang dari dalam mobil.

Mendengar namanya disebut, Bela langsung mencari kearah sumber suara. Sembari mencari sumber suara itu ternyata yang sedang ada di dalam mobil mewah itu adalah Dirga. Tentu Bela tidak asing dengan Dirga karena itu adalah salah satu teman sekelasnya.

Sangat tidak mungkin kalau tidak mengenal Dirga Sanjaya. Anak murid kelas 11 seangkatan dengannya yang termasuk dalam barisan cogan-cogan di sekolahnya. Dan selain itu Dirga juga pandai bermain basket.

Cogan sendiri adalah istilah atau singkatan buat cowok-cowok ganteng yang ada disekolahnya. Bela tidak tahu Dirga itu menduduki nomor berapa pada barisan cogan disekolahnya. Menurutnya itu tidak penting buatnya. Yang menjadi fokusnya adalah belajar dan belajar. Biar nanti bisa menjadi orang sukses yang bisa mengangkat derajatnya dan adiknya berserta membalas semua jasa bi Devi.

"Dirga."Bela memanggil Dirga dengan aneh. Selama ini dia memang jarang berbicara dengan teman laki-lakinya. Karena dia masih ingat dengan pesan bi Devi untuk mengurangi komunikasi dengan teman laki-lakinya. Dia sendiri juga tidak tahu kenapa bibinya bisa berpesan begitu kepadanya.

Jadi selama di sekolah, Bela jarang berkomunikasi dengan teman laki-lakinya. Paling pas hanya ada kerja kelompok atau ada tugas apa gitu baru dia berinteraksi dengan teman-teman laki-laki. Di kelas dia juga dikenal sebagai siswi pendiam yang hanya bicara pas waktu tertentu saja.

"Kamu mau pulang?"tanya Dirga dari dalam mobil sambil menatap Bela dan Rian bergantian.

"Ya aku mau pulang ini."jawab Bela dengan tersenyum.

Tanpa disadari Bela, kalau selama ini Dirga telah menyimpan rasa kepadanya. Itu semenjak duduk di bangku kelas 11, Dirga menganggap Bela sebagai wanita yang paling beda dengan wanita-wanita yang lain. Selain pintar, Bela juga dikenal sopan dan baik hati. Dan Dirga juga sadar kalau selama ini Bela itu lebih banyak diam daripada berbicara di sekolah . Kalau ada waktu senggang pasti digunakan Bela untuk membaca.

"Kamu kenapa sih ngajak dia ngomong. Ayo pulang."ternyata di dalam mobil Dirga ada Dina.

"Bentar. kenapa?"Dirga seperti kesal saat diajak cepat-cepat pulang Dina.

Bela tentu tahu Dina di kelas. Dina adalah salah satu temanya di kelas yang tempat duduknya selalu dibelakang dekat tempat duduk Dirga. Teman sekelasnya juga tahu kalau Dina suka sama Dirga. Maka tidak heran kalau di dalam mobil Dirga juga ada Dina.

"Eh itu siapa?"Dirga menoleh kearah Rian yang sedang membonceng.

"Ini adik aku."jawab Bela

"Ayo cepetan."Dina tidak suka berlama-lama mengobrol dengan Bela.

"Aku pulang dulu ya."Dirga terpaksa meninggalkan Bela disana padahal dia ingin terus mengobrol lebih lama dengan Bela.

"Kak itu teman kakak ya?"tanya Rian dari belakang.

"Ya dek. Teman sekelas kakak."balas Bela sambil melanjutkan kayuhannya.

"Keren ya kak. Mobilnya bagus."Rian masih melihat mobil Dirga yang sudah semakin jauh meninggalkannya.

"Kamu mau?"tanya Bela.

"Mau lah kak."jawab Rian dengan semangatnya.

"Kalau mau, kamu harus giat belajarnya biar jadi orang sukses dan bisa beli mobil seperti itu."pesan dari Bela kepada Rian.

"Siap kak."

"Oh ya kak, teman kakak itu anak orang kaya yak kok punya mobil bagus seperti itu?"Rian bertanya dengan polosnya.

"Nggak tahu dek. Mungkin ya."

"Kak kalau aku lihat-lihat. Sepertinya teman kakak tadi itu suka sama kakak. Kok sampai berhenti dan mengobrol sama kakak. Dan dari raut wajahnya kelihatan kayak gimana gitu pas bicara sama kakak."Rian menyampaikan pendapatnya mengenai Dirga tadi.

"Kamu itu. Nggak ada lah. Kamu ngada-ngada aja."Bela hanya menggeleng-gelengkan kepalanya karena tidak percaya dengan ucapan Rian itu.

Bela tidak menggubris apa yang baru disampaikan Rian kepadanya. Baginya sekarang adalah fokus belajar dan menjaga Rian. Itu yang selalu ada dipikirannya.

Memang dia akui selama di kelas, Dirga selalu mengajaknya bicara pas jam kosong. Entah itu meminta diajari, bercanda dan curhat. Tapi itu semua dianggap Bela hal wajar dan tidak usah ditanggapi berlebihan.

avataravatar
Next chapter