19 TRAGEDI (3)

Apartemen Biserka, Shanghai.

"Apa maksudmu dengan dia akan tinggal di apartemenku, mafia sialan?! Aku tidak setuju! Lebih baik kau dan Pavlo keluar dari apartemenku dan kau cari saja tempat tinggalmu sendiri sekalian dengan adikmu itu!" Biserka mendesis kesal.

*Flashback on*

"Siapa lagi yang kau bawa ke sini, mafia sialan?!" tanya Biserka sebelum mengizinkan Benvolio dan Callista, adiknya, masuk ke dalam apartemen miliknya.

"Dia adalah Callista adikku, dan dia akan tinggal di apartemenmu untuk sementara waktu bersama kita semua," tukas Benvolio dengan nada yang datar dan dingin.

"Hah?! Kenapa harus di apartemenku juga? Memangnya apartemen ku ini tempat penampungan untuk keluarga Constanzo? Apa keluarga Constanzo sudah jatuh miskin hingga tidak mampu membayar biaya penginapan dan harus menumpang di apartemen agen CIA?"

Pavlo berusaha menenangkan Biserka dan meminta Biserka untuk mengizinkan mereka masuk terlebih dulu dan berbicara di dalam apartemen miliknya dengan kepala dingin. "Bisakah kau mengizinkan mereka untuk masuk terlebih dahulu? Kau tidak mungkin ingin menimbulkan kebisingan di koridor, kan?"

Biserka memelototi Pavlo dan tidak menghiraukan dirinya, lalu dia beranjak pergi dari hadapan mereka semua dan segera duduk di ruang tamu apartemen tersebut. "Cepat tutup pintunya dan lepas sandal kalian---Biserka mengizinkan mereka, Benvolio dan Callista masuk."

Callista yang tidak tahu apa-apa mengenai situasi mereka dan juga tidak tahu bahwa dirinya akan dibawa ke apartemen milik perempuan yang tidak dikenalnya hanya bisa diam untuk mengamati situasi terlebih dahulu. Dia bertanya-tanya siapa perempuan yang sedang marah-marah itu dan apa hubungannya dengan Benvolio dan Pavlo. Lalu kenapa Benvolio membawanya kemari?

"Apa perempuan itu kekasih gelapnya Benvolio atau mungkin kekasihnya Pavlo? Apa mungkin keduanya? Mengingat dirinya tinggal bersama dengan mereka berdua di apartemennya. Wah, hebat sekali perempuan ini! Berteman dengannya pasti akan sangat menantang!" Callista tersenyum memikirkan itu semua.

Benvolio menoleh ke arah Callista, dia curiga dengan ekspresi senyum Callista yang sangat aneh itu, dia tahu pasti ada yang sedang tidak beres dengan pikiran adiknya itu. "Non pensare a sciocchezze e resta in silenzio mentre parliamo con Biserka. (Jangan berpikir yang tidak-tidak dan tetap diam saat kami berbicara dengan Biserka)."

Callista mengerucutkan bibirnya tidak senang dengan ucapan Benvolio, "You wish!" kemudian dia menjulurkan lidahnya meledek Benvolio dan tidak akan menuruti perkataan kakak angkatnya itu.

Benvolio memasang ekspresi kesal dan mengeluarkan aura dingin seperti ingin melahap orang untuk yang kesekian kalinya, yang membuat Callista tidak bisa berkutik dan takut padanya. "Si, si. (Iya, iya)."

Benvolio dan Callista melangkahkan kaki mereka masuk ke dalam apartemen Biserka dan berjalan menghampiri perempuan yang sedang duduk di ruang tamunya tersebut.

"Aku ingin adikku tinggal di sini bersama kita semua untuk sementara waktu sampai keadaan terkendali dan aman. Kau tahu sendiri kan Biserka, 'sarang monster' masih berkeliaran dengan bebas di luar sana tanpa kita tahu identitas mereka. Mereka bisa membahayakan Callista," tukas Benvolio dengan datar menjelaskan permintaannya kepada Biserka.

*Flashback off*

"Kenapa kalian semua seenaknya seperti ini sih?! Lalu jika aku perbolehkan pun, Callista akan tidur di ruangan mana? Tidak ada ruangan yang tersisa di apartemenku!" jawab Biserka dan berkacak pinggang.

Mereka semua terdiam memikirkan solusi atas masalah tersebut. Biserka mendesis gemas melihat ekspresi mereka yang tidak memikirkan masalah ini sebelumnya. Biserka tidak percaya dengan ini semua. Mereka yang meminta dirinya agar menerima Callista, tetapi mereka pula yang belum memikirkan solusi mengenai Callista akan istirahat di mana dalam apartemen milik Biserka itu.

Biserka menghembuskan napasnya berat, dia sedang mempertimbangkan apakah dia akan memperbolehkan Callista untuk beristirahat di kamarnya atau tidak. Tapi sebagai sesama perempuan dia juga tidak tega dan tidak sampai hati dengan Callista jika dirinya harus menginap di hotel sendirian dalam situasi yang sedang kacau begini di Shanghai.

Saat dirinya sedang mempertimbangkan hal tersebut dan belum sempat memberikan jawaban bahwa Callista bisa beristirahat di kamar tidurnya, Biserka mengalami sesak napas dan sekujur tubuhnya merasa tidak nyaman. Berdirinya pun menjadi gontai.

Pavlo, Benvolio, dan Callista yang melihat Biserka tiba-tiba seperti itu sontak terkejut dan segera menopang dirinya agar tidak jatuh dan tumbang. Callista segera menuntunnya kembali untuk duduk sebelum dirinya benar-benar tidak berdaya.

Pavlo kemudian menuju dapur untuk mengambilkan segelas air putih. Sedangkan Benvolio, dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan kepada Biserka dalam keadaannya yang seperti ini---dia bingung harus melakukan apa untuknya.

"Panggil dokter, stupido! Kenapa kau malah diam saja melihat dirinya seperti ini?! Cepat panggil dokter!" ujar Callista memarahi Benvolio yang diam saja melihat Biserka seperti itu.

"Kenapa harus panggil dokter? Kamu saja yang memeriksanya, kamu kan juga seorang dokter," tukas Benvolio acuh tak acuh menghadapi situasi ini.

"Fuck off with you, stupido! Kamu pikir aja sendiri! Memangnya aku membawa peralatanku?! Dan aku juga dokter bedah bukan dokter yang mengurus penyakit seperti ini, stupido! Otakmu terbentur apa sih, Benvolio?!" Callista kesal dengan kelakuan Benvolio yang tiba-tiba menjadi orang bego dan bodoh seperti itu.

Pavlo yang sudah mengambilkan segelas air putih dari dapur kemudian memberikannya kepada Callista untuk diberikan kepada Biserka. "Biar aku saja yang menelpon dokternya, kalian tidak usah ribut lagi."

Benvolio terdiam, merasa sedikit bersalah atas kelakuan dan sikapnya barusan. Tapi dirinya tumbuh dengan prinsipnya untuk tidak mempedulikan orang, terutama orang asing. Jadi dia tidak tahu harus berbuat apa dan respon menolongnya sangatlah lamban. Paranoid yang dideritanya juga seringkali membuat dirinya menjadi manusia yang tidak peduli dengan sekitar.

Pavlo dan Callista mencoba mengajak berbicara Biserka dan membuat Biserka tetap tersadar. Karena akan bahaya jika sedang sesak napas, tetapi tidak sadarkan diri.

Disaat bersamaan, Benvolio mendapatkan sebuah pesan yang masuk ke dalam smartphone miliknya.

'1 pesan belum terbaca.'

Benvolio segera membuka smartphone miliknya dan membaca isi pesan tersebut.

Dasar pembunuh!

-Lake-

"Apa maksud orang asing ini mengirimkan pesan seperti itu kepadaku? Pembunuh? Aku memang sudah membunuh banyak orang selama hidupku. Apa tujuannya mengirimkan pesan seperti ini dan menggunakan nomor sekali pakai. Mengapa pengirim pesan itu memprovokasiku?" Banyak pertanyaan yang terlintas dalam benaknya.

Tring…

Benvolio mendapatkan pesan kembali dari nomor asing tersebut.

Datang ke tempat yang aku kirimkan lokasinya sendirian, jika ingin tahu di mana lokasi 'sarang monster' berada. Jangan coba-coba membawa orang lain atau bahkan polisi bersamamu.

Oh iya, apa kau mengenal perempuan ini? Sepertinya dia akan menghembuskan napas terakhirnya tak lama lagi karena kehabisan banyak darah.

{foto Mataya yang sedang tidak sadarkan diri dan dipenuhi darah di sekujur tubuhnya}

-Lake-

Benvolio lantas tersentak bukan main setelah membaca isi pesan tersebut dan melihat ada Mataya yang sedang sekarat.

Tanpa berpikir panjang dirinya segera mengambil kunci mobil miliknya lalu bergegas keluar dari apartemen Biserka menuju tempat yang diarahkan orang asing yang mengirimkan pesan tersebut. Dan tanpa berkata apa-apa kepada Pavlo dan Callista, dirinya segera melengos keluar dan pergi dari hadapan mereka.

Pavlo yang melihat Benvolio sangat terburu-buru lantas heran apa yang ingin Benvolio lakukan dan mau pergi ke mana dirinya. Begitu pula dengan Callista, dirinya juga sama herannya dengan Pavlo dan bertanya-tanya apa yang ingin Benvolio lakukan dengan terburu-buru seperti itu.

"Mencurigakan sekali dia! Pavlo, cepat kau ikuti Benvolio, takutnya dia akan mencari masalah lagi dan ingin pergi mencabut nyawa orang!"

"Lalu bagaimana dengan Biserka?" jawab Pavlo dilema ingin mengikuti Benvolio atau menunggu Biserka sampai keadaannya baik-baik saja.

"Biserka biar aku yang tangani, lagi pula sebentar lagi juga dokter yang kau hubungi akan datang kan, kau ikuti saja kakakku itu sebelum dia berbuat yang tidak-tidak lagi."

"Baik Call, aku pergi dulu menyusul Benvolio. Ada handgun yang sudah terpasang ammo dan ku simpan di laci dekat TV, jaga-jaga jika ada hal buruk yang terjadi, kau bisa gunakan handgun itu."

Callista mengangguk mengerti atas ucapan Pavlo.

*Note*

Halo semuanya! Apa kabar? Aku harap kalian baik-baik saja dan semoga hari kalian menyenangkan.

Aku ingin meminta tolong kepada kalian jika menyukai ceritaku tolong memberikan ulasan terhadap karyaku ini ya dan tambahkan juga ke koleksi kalian agar tidak ketinggalan update!^^

Feel free untuk memberikan saran dan komentar kalian juga^^

Dan jangan lupa untuk menshare cerita ini jika menurut kalian cerita ini menarik^^

Mohon maaf sebelumnya, jika karyaku ini masih banyak kesalahan ataupun alur ceritanya yang tidak sesuai ekspetasi kalian. Namun, sekali lagi, jika kalian mempunyai saran dan kritikan untukku ataupun karyaku jangan sungkan ya untuk memberitahuku di kolom komentar. Aku akan sangat berterimakasih kepada kalian^^

Aku juga ingin mengucapkan terimakasihku dengan setulus tulusnya kepada para pembaca yang setia membaca karyaku sampai di chapter 19 ini. Kuharap kalian tidak bosan dan menemaniku hingga akhir cerita ini^^

Aku akan berusaha semaksimalku untuk karya ini^^

Salam hangat

Chasalla

#Jadwal update: Sabtu & Minggu.

avataravatar
Next chapter