16 KECURIGAAN (3)

Markas utama CNY Company. Shanghai, China.

Ruang pribadi Mataya Canta.

Tok…tok…tok…

Seseorang mengetuk pintu ruangan pribadi Mataya Canta.

"Ya, silakan masuk," ucap Mataya dan kembali sibuk membaca berkas-berkas yang tergeletak di atas meja di ruangan nya.

Orang tersebut lantas segera membuka pintu ruangan pribadi Mataya dan memasukinya setelah mendapatkan izin. Dari balik pintu tersebut, munculah seorang perempuan berdarah asli Eropa yang memiliki bola mata berwarna biru yang sangat jernih seperti lautan.

Perempuan tersebut adalah Vla. Sepupu Mataya sekaligus kaki tangannya.

Vla menghampiri Mataya yang sedang duduk, sibuk dengan berkas-berkas dihadapannya.

"Mataya, aku sudah menyelidiki lebih banyak mengenai keluarga Constanzo. Aku juga menyelidiki lebih dalam mengenai Benvolio, presdir perusahaan BCIF saat ini dan juga Pavlo, asisten kepercayaannya," ujar Vla kepada Mataya.

Mataya memberhentikan aktivitas membaca berkas-berkas di hadapannya dan menoleh kearah datangnya suara Vla. "Lalu apa yang kamu dapatkan, Vla? Apakah kamu menemukan sesuatu yang ganjil mengenai mereka?"

Vla menggeleng pelan kepalanya. "Tidak. Aku tidak menemukan hal yang ganjil dari keluarga Constanzo maupun kedua orang tersebut. Apa kamu yakin Taya, bahwa mereka menawarkan projek ini untuk bisa mengakses markas utama kita?"

Vla memberikan seberkas dokumen yang berisikan latar belakang dan semua informasi mengenai keluarga Constanzo dan juga Benvolio serta Pavlo kepada Mataya.

Mataya menyipitkan matanya dan mengernyitkan kedua alisnya. "Ya, aku sangat yakin. Tujuan mereka adalah akses ke markas ini."

Vla bingung dengan asumsi Mataya. "Namun, apa yang membuatmu begitu sangat yakin dan mencurigai mereka mempunyai tujuan itu, Taya? Dan apa alasan mereka sangat ingin akses masuk ke markas utama kita?"

*Flashback on*

Shanghai Disneyland Park

"Mengincar markas utama? Apa maksudmu, Taya? Aku tidak mengerti mengapa mereka mengincar markas utama perusahaanmu itu. Lagi pula, tidak banyak orang yang mengetahui mengenai markas utamamu walaupun jaraknya berdekatan dengan pusat perusahaan," ujar Ahmed bingung.

"Aku juga tidak tahu, Ahmed. Tapi aku pikir ini berkaitan dengan pengeboman di bar itu dan juga .…"

"Dan juga apa Taya?" Ahmed kembali bertanya pada Mataya, memintanya menyelesaikan kalimatnya tersebut.

"Dan juga berkaitan dengan Biserka," ucap Mataya lalu terdiam.

"Maksudku, ini semua terjadi di waktu yang berdekatan dan menurutku semua kejadian ini saling berkaitan dan berhubungan," lanjut Mataya lagi dan mengatakan apa yang dia pikirkan mengenai kejadian-kejadian yang terjadi belakangan ini.

"Baiklah jika kau memiliki pemikiran seperti itu, aku akan membantumu menyelidiki mereka dan memastikan mereka semua tidak akan membahayakanmu dan juga Biserka," jawab Ahmed menenangkan pikiran Mataya dan mencoba membantunya.

"Kamu percaya pada asumsi tidak berdasarku ini, Ahmed?" Mataya bertanya pada Ahmed mengapa dirinya mempercayai asumsi yang berdasarkan intuisi dirinya semata.

"Aku selalu percaya kepadamu, Mataya. Mau hal itu benar atau tidak nantinya, aku akan selalu percaya kepadamu dan akan selalu mendukungmu. Kamu tidak perlu memikirkan hal-hal yang menguras energimu terlalu sering ya, Taya. Kamu hanya perlu istirahat dan mengambil waktu untuk dirimu sendiri."

"Ya, baiklah Ahmed," ujar Mataya singkat kepadanya.

*Flashback off*

"Taya?" Vla mencoba menyadarkan Mataya dari lamunannya, namun tidak ada jawaban dari Mataya.

"Mataya?" Vla mencoba memanggilnya sekali lagi untuk menyadarkannya.

Di panggilannya yang kedua, Mataya pun berhasil tersadar dari lamunannya.

Mataya menoleh kearah Vla dan menggelengkan kepalanya, "Entahlah aku juga tidak tahu apa alasan mereka menginginkan akses ini. Aku juga tidak tahu mengapa aku mempunyai kecurigaan seperti itu dengan mereka. Mungkin saja anxiety ku kambuh kembali karena kejadian pengeboman yang menimpa Biserka. Di samping ini mungkin hanyalah kecemasan ku semata atau memang tujuan mereka yang sebenarnya, kita harus tetap waspada dan mencari cara untuk mengetahui motif mereka secepatnya."

Vla menganggukan kepalanya setuju, "Baiklah aku akan segera mencari tahu kembali mengenai motif mereka."

Vla kemudian duduk di sofa yang ada di ruangan Mataya dan membuka laptop yang sedari tadi dia bawa bersama dengan dokumen nya.

"Taya, bagaimana kondisimu akhir-akhir ini? Maksudku bagaimana dengan anxiety mu? Apakah memburuk?" tanya Vla memastikan kondisi Mataya.

"Ya, aku rasa anxiety ku mulai kambuh kembali dan aku mulai susah dalam mengendalikannya," jawab Mataya memperjelas apa yang sedang ia rasakan saat ini.

"Baiklah, kamu harus tetap tenang ya. Aku akan membuatkan janji dengan psikiater agar kamu bisa berkonsultasi lagi," jawab Vla memahami keadaan Mataya saat ini dan segera berinisiatif untuk membuatkan janji dengan psikiater Mataya.

Mataya Canta menderita anxiety disorder sejak lima belas tahun yang lalu. Sejak dirinya masih dalam pertumbuhan dari anak-anak menjadi seorang remaja.

Perasaan khawatir yang tidak mampu terkontrol dan berujung pada ketakutan tanpa sebab bukan sesuatu yang wajar. Hal ini bisa disebut sebagai gangguan kecemasan, atau yang lebih sering disebut dengan anxiety disorder.

Gangguan kecemasan sendiri terbagi menjadi tiga jenis, yaitu Gangguan Kecemasan Sosial, Gangguan Kecemasan Menyeluruh, dan Gangguan Panik. Anxiety disorder biasanya ditandai dengan gejala seperti sulit tidur, rasa trauma, rasa tegang pada syaraf dan otot, sering panik dan juga rasa takut yang kerap kali tidak wajar. Gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan perasaan khawatir, cemas, atau takut yang cukup kuat untuk mengganggu aktivitas sehari-hari.

Contoh gangguan kecemasan yaitu serangan panik, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan stres pascatrauma. Gejala lain berupa stres yang tidak sesuai dengan dampak peristiwa, ketidakmampuan untuk menepis kekhawatiran, dan gelisah. Perawatan yang dibutuhkan termasuk konseling atau obat, termasuk antidepresan.

***

Bandara Pudong Shanghai.

Bandara Pudong Shanghai sedang ramai-ramainya pengunjung dan turis yang berdatangan. Suara sekaligus suasana hiruk pikuk orang-orang sangat terdengar kencang dan bising. Suara mereka seperti bertabrakan satu sama lain.

Callista sangat terganggu dengan semua hiruk pikuk di bandara ini. Sudah setengah jam anak perempuan dari keluarga Constanzo itu berada di bandara ini setelah kedatangannya dari Italia. Dia sedang menunggu kakak angkatnya, Benvolio, untuk menjemputnya dari sana.

Perempuan itu terlihat sangat bosan dan tidak bersemangat. Berulang kali dia menggonta-ganti playlist lagu yang sedang dia dengarkan dari smartphone dengan menggunakan wireless handsfree miliknya.

Dia ingin cepat-cepat beristirahat dan berendam di bathtub air hangat sambil meminum segelas wine.

"Maledetto Benvolio! Perché non si è ancora fatto vivo?! Deve avermi fatto aspettare tutto questo tempo qui! Che idiota! (Benvolio sialan! Kenapa dia belum juga muncul?! Dia pasti sengaja membuatku menunggu selama ini di sini! Dasar bodoh)!" umpat Callista kepada Benvolio.

'kriuk kriuk'

Perut Callista berbunyi kelaparan. Perutnya sangat keroncongan padahal dia sudah makan bekal yang Ellen, ibu angkatnya, masakan. Dia juga sudah memakan beberapa snack di dalam pesawat saat di dalam penerbangan tadi. Akan tetapi, dia masih saja kelaparan saat ini.

Perempuan itu akhirnya memutuskan untuk beranjak dari tempat duduknya dan berkeliling mencari toko makanan di sekitar bandara tersebut.

Setelah berkeliling selama beberapa saat, dia pun memutuskan untuk makan di salah satu restoran cepat saji yang menyediakan berbagai macam menu ayam.

"Ya, Tuhan! Ini sangat lezat sekali! Akhirnya perutku bisa terisi kembali dengan makanan!" ujar Callista merasa bersyukur sembari kembali memakan potongan ayam dan menikmati makanan yang dia pesan.

Saat dirinya sedang asik melahap potongan ayam dan menikmati makanannya tersebut, muncul seorang pria di hadapannya dengan ekspresi seperti ingin melahapnya layaknya Callista melahap potongan ayamnya saat ini.

Callista memalingkan tatapan dari makanannya dan menengok ke arah laki-laki tersebut. Dia menelan salivanya saat melihat siapa laki-laki tersebut dan menjatuhkan ayamnya.

"Ben—Benvolio? Ada apa denganmu? Mengapa tatapanmu seperti ingin melahapku?!" ujar Callista ketakutan dengan Benvolio yang sudah berada di hadapannya.

Padahal beberapa menit yang lalu, anak perempuan keluarga Constanzo ini masih bisa mengumpat kepada kakaknya dan ingin membalas dendam kepadanya. Tapi, sekarang, saat dia sudah di hadapkan dengan Benvolio, dia malah ketakutan. Sungguh ironis bukan?

Seperti itu lah kebanyakan manusia di muka bumi ini. Mereka kerap kali hanya berani di belakang dan mengumpat kepada orang-orang yang tidak mereka sukai. Tetapi, jika sudah di hadapkan dengan orang yang tidak mereka sukai itu, mereka malah ketakutan, pura-pura baik, dan bahkan tidak berani mengucapkan kekesalannya. Tipikal manusia yang munafik.

"Mengapa berkeliaran? Sudah ku bilang untuk menunggu di tempat itu!" ujar Benvolio dengan nada nya yang sangat datar.

"Ah aku hanya—" ucapan Callista terpotong.

"Hanya apa? Kenapa tidak mengirim pesan kepadaku mengenai lokasi terbarumu ini?" Benvolio kembali memojokkan Callista dengan pertanyaannya.

"Ish! Aku sudah menunggumu di tempat itu selama lebih dari setengah jam dan kau belum juga muncul, sialan! Aku berada di restoran cepat saji ini ya karena aku kelaparan lah! Kamu pikir saja sendiri bagaimana mungkin orang yang sedang lapar tidak berkeliaran untuk mencari makan!" jawab Callista emosi dan kesal pada pertanyaan Benvolio.

Benvolio menganggukan kepalanya dan terkekeh dengan jawaban Callista, "Kamu tahu dirimu sekarang terlihat seperti apa?" ujarnya yang mulai menjahili adik angkatnya itu.

"Ada apa dengan penampilanku? Apa make up ku luntur?" ucap Callista panik dan segera merogoh-rogoh tas untuk mencari cermin.

"Terlihat seperti anak kucing yang sedang mencari makan dan ketakutan saat bertemu dengan pemangsanya." Benvolio mengatakan hal yang membuat Callista semakin kesal dan emosi kepadanya.

Callista pun menghentikan aktivitas merogoh tasnya dan segera menoleh ke arah Benvolio, yang kini sudah duduk di hadapannya.

"Kau cari mati, Ben?!" ujar nya sambil menunjuk-nunjuk ke wajah Benvolio dan kemudian menunjukkan kepalan tangannya yang sudah siap memberikan Benvolio pelajaran.

"Cepat habiskan makananmu, aku tidak punya banyak waktu untuk menunggu," ujar Benvolio yang tidak menghiraukan Callista.

"Cih, sendirinya yang membuat orang menunggu lama, tapi tidak mau menunggu balik. Dasar sialan!" Callista kembali melahap potongan ayam nya yang masih tersisa dengan terburu-buru karena adanya kehadiran Benvolio.

Kini, perempuan itu tidak bisa melahap makanannya selezat dan senyaman sebelum kehadiran Benvolio di restoran cepat saji itu.

***

*Note*

Halo semuanya! Apa kabar? Aku harap kalian baik-baik saja dan semoga hari kalian menyenangkan.

Mohon maaf sebelumnya, jika karyaku ini masih banyak kesalahan ataupun alur ceritanya yang tidak sesuai ekspetasi kalian. Namun, jika kalian mempunyai saran dan kritikan untukku ataupun karyaku jangan sungkan ya untuk memberitahuku di kolom komentar. Aku akan sangat berterimakasih kepada kalian^^

Aku juga ingin mengucapkan terimakasihku dengan setulus tulusnya kepada para pembaca yang setia membaca karyaku sampai di chapter 16 ini. Kuharap kalian tidak bosan dan menemaniku hingga akhir cerita ini^^

Aku akan berusaha semaksimalku untuk karya ini^^

Salam hangat

Chasalla

#Jadwal update: Sabtu & Minggu.

avataravatar
Next chapter