12 DESTINY (1)

Mataya tersenyum mendengar penawaran tidak masuk akal yang Pavlo ajukan kepada perusahaannya, "Apa perusahaan keluarga Constanzo ingin menguasai dunia dan mengendalikannya sepenuhnya sampai-sampai berencana membuat pesawat dalam jumlah banyak atas nama perusahaan?"

Mataya tertawa geli mendengarkan rencana projek yang ditawarkan kepada perusahaannya ini. Bagaimana bisa dia membantu perusahaan yang akan mengganggu keseimbangan ekonomi di dunia ini?

"Perusahaan BCIF kami merencanakan ingin membuat pesawat tempur untuk kepentingan kami sendiri Nona Mataya. Kami tidak akan menjadi perusahaan yang mengganggu keseimbangan ekonomi di dunia, malahan kami akan membuat perekonomian di dunia pulih kembali Nona." Pavlo menjelaskan kepada Mataya sembari menunjukkan proposal kerjasama antara kedua perusahaan itu.

"Gila?! Apa katanya tadi? Pesawat tempur untuk kepentingan pribadi perusahaan keluarga Constanzo? Bahkan pesawat itu bukan dibuat untuk kepentingan negara nya?"

"Dan apa katanya barusan? Perusahaan BCIF akan memulihkan perekonomian dunia? Lelucon apa yang sedang dia katakana itu! Holy shit! Apa yang harus kulakukan?" gumam Mataya di dalam hatinya.

Dia sangat kebingungan dan juga kesal karena tidak bisa menebak jalan pikiran clien nya dan apa yang sedang mereka rencanakan kepadanya.

"Bagaimana Nona? Apa penawaran yang kami tawarkan dapat diterima? Atau kurang? Kau tinggal sebutkan dan atur saja. Kami akan menyetujui semua persyaratannya," ujar Pavlo membuyarkan Mataya yang sedang menggerutu di dalam hatinya.

Mataya terkejut mendengar ucapan Pavlo yang tiba-tiba dan menunjukkan ekspresi kebingungan. "Hah?"

"Ah maaf, Tuan Pavlo. Saya perlu waktu untuk menerima penawaran yang tidak masuk akal ini. Saya akan mempelajari kontraknya lebih lanjut dulu." Mataya tiba-tiba merasa haus dan meneguk habis segelas kopi yang telah disediakan di hadapannya itu.

Dia lalu segera menatap Vla memberikan kode bahwa dirinya akan keluar dari ruangan itu dan meminta bantuan Vla melanjutkan diskusi dengan para clien nya.

Vla yang melihat kode tersebut pun langsung mengerti paham dan tersenyum mengangguk kepada Mataya.

Mataya segera beranjak keluar dari ruangan tersebut tanpa mengucapkan sepatah kata perpisahan kepada para clien nya.

"Baiklah tuan-tuan, mohon maaf sebesar-besarnya. Karena Nona Mataya mempunyai urusan yang penting dan mendesak, jadi dia harus meninggalkan janji pertemuan ini duluan. Kalian silakan melanjutkan penjelasan mengenai projek kalian ini dan terimakasih banyak atas pengertiannya." Vla segera mengalihkan perhatian Benvolio dan Pavlo yang memandangi Mataya keluar dari ruangan tersebut.

"Strana ragazza! (Perempuan aneh)!" ujar Benvolio mengatai Mataya sebagai gadis aneh dengan menggunakan bahasa Italia nya.

"Scusate? Non è una ragazza strana. Presta attenzione alle parole che dici la prossima volta, signore. (Maaf? Dia bukan gadis yang aneh. Perhatikan kata-kata yang Anda ucapkan lain kali, Tuan)." Vla menjawab Benvolio dengan menggunakan bahasa Italia juga. Dia tidak terima, Mataya disebut gadis aneh oleh orang asing itu.

"Cih," Benvolio berdecak kesal mendengar jawaban Vla, yang secara tidak langsung menyindirnya karena mengatai Mataya menggunakan bahasa asing.

Pavlo yang melihat situasi semakin canggung dan mulai ribut kembali, lagi-lagi kembali mencairkan suasana itu dengan mengalihkan topik pembicaraan yang membuat mereka sedikit berselisih tadi ke penjelasan projek kerjasama perusahaan.

"Ekhemm, baiklah saya akan menjelaskan kembali mengenai projek ini, Nona Vla." Pavlo menghelakan napasnya dan kembali menjelaskan secara detail mengenai projek kerjasama dua perusahaan ini.

***

Terlihat sebuah mobil mewah berwarna hitam melaju dengan kecepatan diatas rata-rata kecepatan normal. Mobil tersebut dikendarai oleh seorang perempuan kelahiran Maroko dengan emosinya yang sedang tidak stabil. Perempuan tersebut adalah Mataya Canta.

Dia membutuhkan seseorang untuk bisa dia ceritakan kegelisahannya ini. Tentu saja, dia tidak bisa mengatakannya kepada Vla saat ini karena Vla masih berada di pusat perusahaannya dengan para clien nya itu. Juga tidak mungkin dirinya bercerita kepada saudari kembarnya yang sedang terbaring sekarat.

Mataya kemudian teringat dirinya masih mempunyai Ahmed. Dia pun segera menghubungi Ahmed, "Halo Ahmed? Bisakah kau menemuiku di tempat biasa kita bertemu?"

"Ya, Taya. Baiklah, tidak masalah, aku akan segera menemuimu segera disana," jawab Ahmed dalam sambungan panggilan tersebut tanpa banyak berkata-berkata dan mengiyakan permintaan Mataya.

"Terima kasih, Ahmed. Aku tunggu kedatanganmu disana," ucap Mataya dan segera mengakhiri sambungan panggilannya tersebut.

Dia melajukan mobilnya lebih cepat menuju ke tempat yang dirinya dan Ahmed maksud.

***

Kediaman keluarga besar Constanzo. Milan, Italia.

"Tutta la tua roba è pronta, Tesoro? E sei pronto a lasciare Papà adesso? (Apa semua barangmu sudah siap, Sayang? Dan apakah kamu sudah siap untuk meninggalkan Papa sekarang)?" ucap Xavier kepada Callista, putri semata wayangnya.

Dia memastikan persiapan putrinya sebelum berangkat ke negara orang yang akan putrinya kunjungi, yaitu China. Tepatnya di kota Shanghai.

"Non preoccuparti, ho preparato tutte le cose di cui ho bisogno. E non voglio lasciarti Papà, ti ho detto che volevo fare una vacanza oltre che studiare a Shanghai (Jangan khawatir, aku sudah menyiapkan semua hal yang aku butuhkan. Dan aku bukan ingin meninggalkanmu Papa, sudah kubilang aku hanya ingin berlibur sekaligus belajar di Shanghai)," ucap Callista kepada Xavier, Papanya.

Dia menjelaskan bahwa dia tak akan lama berada di Shanghai dan hanya untuk beberapa bulan kedepan saja dia tidak berada di rumah menemani Papanya.

Di tengah percakapan ayah-anak itu, terdengar jejak kaki seseorang menuju kearah mereka berdua. Kemudian muncul seorang perempuan berpakaian santai keluar dari dapur dan membawakan makanan yang sudah dikemas rapi olehnya.

Callista dan Xavier bersamaan menoleh kearah wanita tersebut dan tersenyum kepadanya.

Callista pun segera menghampirinya dengan tersenyum hangat, "Mamma! Cosa porti? Sembra delizioso. L'hai cucinato per me? (Mama! Apa yang kamu bawa? Itu terlihat enak. Apakah Anda memasaknya untuk saya)?"

Callista terlihat sangat bersemangat bertanya mengenai makanan yang dibawakan oleh mama tirinya itu.

"Sì, Tesoro, questo cibo è fatto apposta per te. Non dimenticare di portarlo, cara (Ya, Sayang, makanan ini dibuat khusus untukmu. Jangan lupa dibawa ya sayang)," jawab wanita tersebut kepada Callista, anaknya.

Wanita tersebut adalah Yellena. Dia akrab dipanggil dengan sapaan Ellen. Wanita yang berusia hampir setengah abad itu merupakan istri Xavier yang baru, setelah perceraian nya dengan istri pertamanya atau dengan ibu kandung Callista.

Dia juga merupakan bibi dari Benvolio. Yang mana, setelah Xavier menikah dengan Ellen, keduanya memutuskan untuk mengadopsi Benvolio menjadi anggota keluarga Constanzo dan menjadi wali nya yang sah. Benvolio bukan lagi menjadi keponakannya Ellen, melainkan putra angkatnya Ellen.

Ellen masih saja terlihat sangat cantik dan awet muda walaupun usianya hampir memasuki kepala lima. Dia memiliki kulit eksotis yang sangat menawan.

Ellen dan Xavier dulunya kuliah di tempat yang sama, yaitu di Universitas Harvard, universitas swasta di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat. Xavier merupakan senior Ellen di kuliah. Mereka berdua sangat dekat juga saling mencintai sejak masih duduk di bangku kuliah. Akan tetapi, mereka berdua lost contact selama bertahun-tahun karena Ellen tidak sanggup membiayai kehidupannya di Amerika Serikat.

Walaupun dirinya mendapatkan beasiswa, dia memilih untuk keluar saat sudah menyelesaikan pendidikan S1 nya dari universitas tersebut dan kembali ke negara asalnya, Indonesia.

Alasan Ellen tidak dapat membiayai kehidupannya dan melanjutkan kuliahnya di universitas tersebut adalah karena uang beasiswa yang Ellen dapatkan, sebagian besar harus dia berikan untuk kakak perempuannya.

Kakak perempuannya sangat suka berjudi dan mabuk-mabuk serta meminjam uang ke banyak rentenir. Semua kerusuhan yang kakak perempuannya perbuat harus dia selesaikan dan benahi seorang diri.

Bahkan, Benvolio yang merupakan putra kandung dari kakak perempuannya tersebut, harus dia asuh sejak dirinya menyelesaikan Pendidikan S1 karena kakaknya selalu melakukan kekerasan pada anaknya akibat pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi nya. Dan suami kakaknya yang merupakan seorang buruh tidak dapat menafkahi Benvolio dan mengurusnya dengan baik.

Karena itu, dia tidak berani mengatakan alasan mengapa dirinya kembali ke negara asalnya kepada Xavier dan menghilang begitu saja dari kehidupan Xavier saat itu. Dia tidak mau Xavier menganggap dirinya tidak tulus mencintai Xavier dan hanya mengincar hartanya saja.

Dia juga tidak ingin memanfaatkan Xavier untuk membantunya menyelesaikan masalah yang kakaknya perbuat. Oleh karena itu, dia memilih merelakan Xavier dan mengikhlaskan perasaannya untuk dikubur sedalam mungkin.

Namun siapa sangka, sepuluh tahun kemudian Tuhan mempertemukan keduanya kembali dengan perasaan yang masih sama. Saling mencintai dan menyayangi satu sama lain. Di saat keadaan Xavier terpuruk karena pengkhianatan istri pertamanya, Ellen seperti bidadari yang dikirimkan oleh Tuhan, datang untuk menyembuhkan luka Xavier.

Keduanya pun tidak menunggu waktu yang lama untuk meresmikan hubungan mereka di altar pernikahan. Mereka tidak ingin lagi berpisah dan merelakan perasaan mereka untuk kedua kalinya. Mereka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan dan berkah yang Tuhan berikan kepada mereka.

Ellen tidak keberatan menjadi istri dari duda anak satu dan Xavier juga tidak keberatan menjadi figur ayah bagi Benvolio dan memasukkannya ke dalam keluarga Constanzo. Ellen dan Xavier tidak pernah membeda-bedakan antara Benvolio dan Callista, mereka sama-sama menyayanginya layaknya sosok orang tua kepada anak-anak mereka pada umumnya.

Ellen sudah menjadi ibu angkat Callista sejak Callista berusia tujuh tahun. Dia merawat Callista dengan penuh kasih sayang, berbeda dengan ibu kandungnya Callista yang selalu memarahi apapun yang Callista lakukan.

Oleh karena itu, Callista lebih menyayangi Ellen dibanding ibu kandungnya dan menerima Ellen di dalam kehidupannya. Hanya satu yang dia tidak pernah suka, dia tidak suka berbagi kasih sayang orang tuanya dengan orang lain. Dan dia tidak suka memiliki kakak angkat seperti Benvolio yang selalu menjahili dan mengganggunya.

-bersambung-

***

*Note*

Halo semuanya! Apa kabar? Aku harap kalian baik-baik saja dan semoga hari kalian menyenangkan.

Mohon maaf sebelumnya, jika karyaku ini masih banyak kesalahan ataupun alur ceritanya yang tidak sesuai ekspetasi kalian. Namun, jika kalian mempunyai saran dan kritikan untukku ataupun karyaku jangan sungkan ya untuk memberitahuku di kolom komentar. Aku akan sangat berterimakasih kepada kalian^^

Aku juga ingin mengucapkan terimakasihku dengan setulus tulusnya kepada para pembaca yang setia membaca karyaku sampai di chapter 12 ini. Kuharap kalian tidak bosan dan menemaniku hingga akhir cerita ini^^

Aku akan berusaha semaksimalku untuk karya ini^^

Salam hangat

Chasalla

#Jadwal update: Sabtu & Minggu.

avataravatar
Next chapter