1 Pangeran

" Kuberi nama kau Wirasana Wicaksana, Agar kau bersifat seperti pahlawan yang selalu bijaksana "

Perkataan ibunya masih terngiang-ngiang ditelinga Wirasana, Ibunya berkata saat maut ada di ujung hayatnya dengan tubuh yang tak berdaya terbaring di atas tikar tipis dan peristiwa itu terjadi 4 tahun lalu ketika ia berusia 12 tahun.

Wirasana bisa disebut darah biru karena ia adalah anak dari Raja Jagaddhita yang sekarang yakni Rajaswala Rakta,namun ia hanyalah salah satu pangeran dari belasan pangeran lainya, Ibunya menjadi selir Rajaswala saat tahun ke 8 pemerintahanya. Namun 4 tahun lalu Ibunya meninggal, Dan Rajaswala tidak perduli atas peristiwa tersebut karena baginya ia hanyalah salah satu dari belasan selir dan gundiknya.

Wirasana hanya lahir dalam kehangatan sang Ibu, tidak sang Ayah. Namun ia mengerti bahwasanya ia hanyalah salah satu pangeran diantara pangeran lainya, bakatnya dalam politik ataupun peperangan dibawah para pangeran dan putri lainya sehingga tidak menonjol dia lebih senang menghabiskan harinya diperpustakaan atau di bar hanya untuk sekedar mendengarkan kisah atau dongeng yang diceritakan pendongeng.

Perlakuan yang ia terima dari saudara-saudari nya sangat memprihantinkan semenjak sepeninggalan ibunya, ia kerap kali disebut anak gundik oleh para saudara-saudarinya,lalu kerap juga ia diperlakukan tidak hormat seperti menyuruh-nyuruhnya seperti seorang kasim, Meski begitu martabatnya sebagai pangeran masih tetap ada, di mata para rakyat jelata ia adalah sosok pangeran yang baik hati, dia tidak pernah memperlakukan orang lain sewenang-wenang tidak seperti saudaranya yang kadang memilih wanita cantik secara acak untuk diculik dan dijadikan pemuas nafsunya. Berbeda dari saudaranya ia sangat dihormati.

------

Wirasana tahun ini berumur 16 tahun,menjadi sosok rupawan yang menurun dari Ibunya. Ia menunggangi seekor kuda putih sebagai tanda keningratan. Dengan keris yang terikat dibelakang pinggangnya. Ia sedang dalam perjalananya seorang diri menuju benteng Danadyaksa, Ia bosan dengan kehidupan di Ibukota yakni Abyudaya,dan memutuskan untuk mendatangi benteng sejarah Danadyaksa. Ia terpukau dengan benteng tersebut dikarenakan setelah membaca Citraloka Balakosa. Namun entah kenapa dalam perjalanan, akal nya melintasi ruang-waktu dari khayalanya hingga terngiang-ngiangi atas ucapan ibunya.

Perjalanan menuju Danadyaksa membutuhkan kurang lebih 7 hari, Dan perjalananya cukup tidak aman karena disepanjang jalan daerah sisinya adalah hutan. Terlebih juga banyak penyamun yang selalu mencari mangsa pada malam hari, penyamun adalah masalah yang menyusahkan karena ketika diberantas selalu muncul yang lain terlebih lagi ketika ditangkap alasanya selalu saja sama.

" saya sudah tak sanggup cari kerja lagi tuan, saya kasta Ardus. Mau kerja jadi pelayan saja tidak ada yang mau mempekerjakan saya "

Hal ini seolah-olah adalah kesalahan struktur sistem sosial dalam pemerintah,Dalam benak Wirasana, ya memang sistem pengkastaan ini adalah sesuatu yang tidak adil, namun ia berpikir sejak kapan dunia pernah adil ?.

Ia selalu berpikir bahwasanya dunia tidak pernah adil,jika tidak mengapa Ibunya seorang selir tidak seorang permaisuri mungkin jika permaisuri ia bisa menjadi Putra Mahkota,tapi pikiran itu lenyap ketika ia memikirkan penderitaan Ibunya ketika terbaring tak berdaya di atas tikar.

" Bukan aku saja yang mengalami nasib menyedihkan, bahkan ibundaku juga. Lalu ada orang lain yang lebih menyedihkan dibanding aku, setidaknya aku pernah menikmati kekayaan, mungkin saja orang lain masih memikirkan apakah besok bisa makan ? Ketika diriku tak khawatir hal tersebut "

Suasana menyedihkan terdapat disekeliling Wirasana seperti dia adalah orang yang paling menyendiri bahkan dunia tidak menyukai dirinya, namun suasana tersebut buyar oleh teriakan di ujung jalan.

avataravatar
Next chapter