7 Tidak Sengaja

"lo kenapa sih, masih marah sama gw? Kan gw sudah minta maaf, jangan diam-diaman lagi dong!" keluh Alex pada Clara.

Clara menatap Alex dengan malas, sebenarnya ia tidak bermaksud menampilkan wajah ketus atau sinisnya secara terbuka. Tapi saat ini tubuhnya sedang tidak baik, dan ia merasa tidak nyaman jika terus berbicara pada Alex yang selalu saja mengerjainya.

"Sudahlah, mending lo pergi aja. Gak ada gunanya juga lo disini, gw ingin sendiri!" balas Clara apa adanya.

"Gak ada, lo harus pulang sama gw!" paksa Alex sambil meraih tangan Clara.

Seketika Clara bangkit dan langsung menghempaskan tangan Alex dengan kasar, rasanya ia benar-benar muak dengan sikap baik pria itu.

"Cukup Lex, lo bukan siapa-siapa jadi jangan sok ngatur deh!" tolak Clara memberontak.

Melihat penolakan Clara berkali-kali padanya, Alex pun jadi merasa kesal. Seperti sia-sia saja usaha baiknya pada gadis itu, rasa bersalahnya seketika hilang dan berganti rasa kesal yang menguasai hati Alex.

"Lo itu emang gak tau terima kasih ya? Sudah di tolongin malah sok paling benar lagi, gw cuma ingin mengantar lo aja kok. Semua itu juga karna rasa bersalah gw tentang hari kemarin, tapi respon lo benar-benar bikin gw merasa kalau yang gw lakuin ini salah. Harusnya gw gak perlu tolongin lo biar aja lo habis sama preman-preman itu," ucap Alex dengan suara tajam dan dinginnya.

Setelah mengatakan hal itu Alex pun pergi meninggalkan halte, kini hanya tersisa Clara di sana yang duduk terpaku dengan wajah datarnya.

"Maaf, gw gak bermaksud buat nolak bantuan lo Lex. Tapi hati gw sedang kacau, karna rasa trauma yang kemarin hadir saat gw merasa takut. Untuk saat ini memang lebih baik jika lo menjauh.karna nyatanya kita memang dua kubu yang selalu bertentangan," gumam Clara pelan.

Tidak lama kemudian bus yang Clara tunggu pun tiba, tanpa menunggu lama Clara langsung naik ke bus itu dan duduk di salah satu kursi yang kosong.

.

.

.

Alex memarkirkan mobilnya di garasi rumah, rasa kesal karna Clara menolak niat baiknya membuat Alex malas untuk pergi ke tempat lain. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk langsung kembali ke rumah, padahal teman-temannya sudah mengajaknya main tadi.

Setelah turun dari mobil, Alex melangkah masuk ke dalam rumah. Seperti biasa suasana di rumah itu selalu saja sepi, walaupun ada ayah dan juga istri baru ayahnya di sana tapi bagi Alex rumah itu tetap saja sepi. Tanpa banyak berkata, Alex langsung melangkah menaiki tangga.

Mengabaikan kemesraan sang ayah dengan istri barunya, tapi lagi-lagi ia kembali di panggil sang ayah karan hal itu.

"Alex, dimana sopan santunmu? Selalu saja mengabaikan orang tua, apa kau tidak lihat jika ayah dan ibumu ada di sini?" tegur Adijaya pada Alex.

Langkah Alex terhenti setelah mendengar teguran sang ayah, lalu ia berbalik dan menatap kedua orang itu dengan tatapan malas.

"Aku pulang," ucap Alex lalu ia kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar.

Melihat hal itu Adijaya kembali emosi, lalu Santi menahan suaminya itu agar tidak menghampiri Alex.

"Sudahlah, Mas. Mungkin Alex sedang lelah," Kata Santi mencoba menenangkan.

"Dia itu memang sudah keterlaluan Santi, semakin lama sifatnya itu semakin tidak baik. Bagaimana caranya agar dia mengerti?" balas Adijaya sambil menghela nafas panjang.

"Sabarlah Mas, ada waktunya Alex akan mengerti semua ini. Sekarang dia masih muda tentu emosinya masih naik turun," jawab Santi mengingatkan.

"Iya aku mengerti. Terima kasih sudah sabar menghadapi Alex," balas Adijaya dengan senyumnya.

"Itu sudah tugasku," jawab Santi apa adanya.

Setelah itu Adijaya dan Santi kembali duduk di sofa, lalu mereka membaca buku laporan tentang perusahaan mereka yang semakin maju. Di sisi lain Alex masuk ke kamarnya, ia melempar tasnya asal dan membuka seragamnya dengan kasar. Setelah itu Alex masuk ke kamar mandi dan mendinginkan otaknya di bawah guyuran air dingin, rasanya kepalanya itu akan meledak jika tidak segera di dinginkan.

"Selalu saja seperti ini, memaksaku menerima keadaan yang tidak pernah aku harapkan. Sial, kenapa dia selalu saja memaksaku?" gumam Alex dengan kesal.

Alex membiarkan air dingin mengguyur tubuhnya tanpa henti, walaupun ia akan sakit nanti tapi rasanya ia tidak peduli pada hal itu. Hatinya masih panas, dan ia tidak bisa baik-baik saja saat jiwanya sendiri terbakar oleh rasa sakit yang selalu menemaninya akhir-akhir ini.

*Flashback on.

Semua berawal saat sang ibu tiada, Alex merasakan duka yang amat dalam. Selama ini Alex memang paling dekat dengan sang ibu, karna ayahnya selalu bekerja. Tapi hari itu ibunya terlihat tidak sehat, wajahnya pucat dan tubuhnya lemah. Alex dengan setia berada di samping sang ibu, hingga akhirnya sang ibu menghembuskan nafas terakhirnya tepat di pelukan Alex.

Setahun berlalu, semua kembali normal setelah kedukaan yang terjadi. Tapi tiba-tiba Adijaya kembali ke rumah dengan membawa seorang wanita asing yang ia sebut sebagai ibu sambung untuk Alex, seketika Alex marah besar dan menuduh sang ayah selingkuh dari ibu kandungnya yang baru saja meninggal.

"Alex, ayah tidak selingkuh! Semua ini permintaan ibumu, tolong mengertilah!" ungkap Adijaya ikut terbawa emosi.

"Bohong! Ibu tidak mungkin menginginkan hal ini, mana ada seorang istri yang meminta suaminya menikah lagi? Ayah bohong kan? Ayah pasti selingkuh!" tuduh Alex pada Adijaya.

Plaakkk...

Karna kelewat emosi akhirnya Adijaya menampar Alex, padahal ia tidak bermaksud untuk menyakiti anaknya itu.

"Maafkan ayah, Alex. Ayah tidak bermaksud memukulmu," ucap Adijaya menyesal.

"Ayah jahat, ayah memang sudah tidak memikirkan aku lagi. Sudahlah, semua sama saja!" tukas Alex dengan marah dan sedih.

Setelah mengatakan hal itu Alex pun melangkah keluar rumah, ia pergi ke tempat yang bisa menenangkan hatinya. Dan sejak saat itulah Alex jadi berubah, Alex bukan lagi menjadi dirinya. Dulu Alex itu ceria, pintar, penurut, dan apa adanya. Tapi sekarang, Alex menjadi pria yang sulit di atur, sombong, suka membully, dan suka dunia malam. Walau bukan seks, tapi Alex suka balap liar dan hal semacamnya.

Tapi jauh di dalam hatinya, ia hanya rindu pada sang ibu yang telah tiada. Alex selalu berharap jika ia berbuat masalah seperti itu, sang ibu akan datang dan memarahinya. Tapi sayangnya semua hanya sia-sia, kenyataan pahit akan selalu menyertainya. Mereka yang sudah tiada tidak akan kembali lagi ke dunia ini, dan itu fakta yang sebenarnya.

"Ibu, aku merindukan ibu. Sampai kapan aku harus hidup seperti ini? Ibu, jika bisa tolong bawa aku bersamamu!"

*Flashback Of.

avataravatar
Next chapter