webnovel

Saingan

Alex, Ryan, dan Thomas tiba di kelas, di sana sudah ada Clara yang duduk tenang sambil membaca bukunya. Tidak sedikitpun Clara menggerakkan matanya untuk melihat The Boys, hal itu benar-benar membuat ketiga pria itu jadi merasa kesal dan heran di saat yang bersamaan.

Bel masuk berbunyi, lalu wali kelas datang dan pelajaran pun di mulai. Saat itu ada kuis menjawab soal dari wali kelas, semua tampak hening dan tidak ada yang mau mengajukan diri. Sampai akhirnya, Alex menunjuk Clara untuk menjawab soal itu.

"Bu! Clara mau menjawab soal tuh," ucllap Alex sambil menunjuk Clara.

Seketika semua orang menatap Clara dengan tatapan meremehkan, begitu juga dengan Alex dan kedua temannya. Clara hanya menatap Alex dengan malas, lalu wali kelas itu meminta Clara untuk maju ke depan.

"Clara! Ayo maju ke depan dan kerjakan soalnya!" titah wali kelas itu pada Clara.

Clara pun mengangguk patuh, lalu ia bangkit dari duduknya dan maju ke depan. Wali kelas itu memberikan Clara spidol, dan Clara menerimanya. Tapi sebelum Clara mengerjakan soal, ia lebih dulu menantang Alex untuk sama-sama maju ke depan.

"Saya akan mengerjakannya bu, tapi apa tidak sebaiknya Alex juga ikut maju bu? Kuis akan lebih seru kalau memperebutkan poin kan bu?" usul Clara dengan senyum manisnya.

Seketika wali kelas itu langsung memikirkan usulan Clara, lalu ia pun menyetujuinya.

"Clara benar, itu ide yang bagus. Alex! Ayo maju ke depan dan kerjakan soal yang lainnya!" titah wali kelas.

Seketika Alex menatap terkejut pada wali kelas, kenapa malah jadi dirinya yang di panggil ke depan?

"Saya bu? Kan saya tidak mengajukan diri bu?" tolak Alex tidak langsung.

"Tapi kamu yang merekomendasikan, jadi jangan banyak alasan ayo maju!" jawab wali kelas itu dengan tegas.

Terpaksa Alex bangkit dari duduknya dan ikut maju ke depan, wajahnya terlihat kesal karna terkena jebakan sendiri. Sedangkan Ryan dan Thomas tersenyum geli, mereka tidak menyangka jika Clara bisa membalikkan keadaan. Clara sendiri tersenyum puas, kini dirinya tidak akan diam saja saat Alex mengerjainya.

"Kamu kerjakan soal yang di sana, lalu Clara mengerjakan soal yang di sini. Siapa yang lebih cepat mengerjakannya akan dapat nilai +, kalian siap?" jelas wali kelas memberikan pengarahan.

"Siap bu!" jawab Clara dengan santai, sedangkan Alex hanya mengangguk tanpa semangat.

"Silahkan ke posisi masing-masing kita akan mulai kuisnya," Titah wali kelas itu.

Alex dan Clara pun berdiri di masing-masing sisi papan tulis, lalu wali kelas mulai menghitung mundur waktu untuk mengerjakan soalnya. Sampai akhirnya kata 'mulai' itu di ucapkan oleh wali kelas, Alex dan Clara pun menggerakkan tangan dan otak mereka untuk mengerjakan soal itu. Rumus demi rumus di tuntaskan, hingga akhirnya soal-soal itu menemui jawabannya.

"Selesai!" ucap Alex dan Clara bersamaan.

Semua orang menatap tidak percaya pada Alex dan Clara yang selesai dalam waktu bersamaan, padahal selama ini belum ada yang bisa menyaingi Alex dalam hal mengerjakan soal. Wali kelas pun mulai menilai hasil pengerjaan soal Alex dan Clara, lalu senyum di wajahnya pun timbul saat melihat kedua cara dan jawaban di papan tulis itu semua benar.

"Wah hebat, dalam waktu dua menit kalian menyelesaikan soal-soal ini dengan baik dan benar. Bagus, kalian berdua dapat nilai +. Silahkan kembali ke bangku kalian, kita lanjutkan pelajarannya!" ungkap wali kelas itu dengan senyum bangganya.

Mendengar hal itu seluruh siswa dan siswi yang ada di kelas itu kembali terkejut, terutama Alex. Biasanya Alex akan selalu berada di posisi paling atas, atau peringkat pertama dalam hal mengerjakan soal atau pun ujian. Tapi kali ini sepertinya akan berbeda, karna ada Clara yang bisa menyaingi Alex dalam hal kepintaran. Clara dan Alex pun kembali ke bangkunya masing-masing, lalu pelajaran di lanjutkan ke bab selanjutnya.

.

.

.

Waktu istirahat tiba, Clara pun melangkahkan kakinya meninggalkan kelas. Hari ini ia ingin mencari tempat yang tenang, karna itulah ia menyusuri gedung sekolah hingga akhirnya tiba di atap. Di sana suasananya cukup tenang, dan tepat untuk Clara yang ingin menyendiri.

Clara duduk di ujung teras, lalu ia melihat pemandangan yang memperlihatkan seluruh sudut sekolah bagian luar. Lalu semilir angin menyapa, Clara pun memejamkan matanya untuk menikmati suasana sejuk itu. Tanpa Clara sadari, seseorang memperhatikannya dari sisi lain atap itu. Lalu ia pun melangkah mendekati Clara, dan berhenti tepat di belakang Clara.

"Tumben ada siswi yang mau datang ke tempat seperti ini? Padahal gw pikir tempat ini punya gw karna gw yang lebih dulu tiba di sini," ucap orang itu.

Clara menoleh dan menatap siapa yang ada di sana selain dirinya, lalu wajah Clara menunjukkan rasa malasnya.

"Seluruh area sekolah itu tempat umum, lo tidak berhak mengaku-ngaku sebagai pemiliknya!" balas Clara dengan tajam dan serius.

Orang itu menghela nafas panjang, lalu ia ikut duduk di ujung teras dan memperhatikan siswa lain yang sedang bermain bola di lapangan.

"Lo kenapa si suka sekali cari masalah?" tanya orang itu pada Clara.

"Gw? Bukannya kalian yang selalu bikin masalah? Mentang-mentang di puja semua siswi langsung bersikap sombong dan merasa paling hebat," jawab Clara dengan nada sinis.

"Karna memang itu kenyataannya!" balas orang itu dengan percaya diri.

"Oh iya?" jawab Clara tidak percaya.

"Terserah lo deh gw lagi malas berdebat," balas orang itu.

Hening, suasana menjadi sepi seketika. Tidak ada lagi yang membuka suaranya di antara mereka, hingga akhirnya Clara mencoba untuk berbicara baik-baik dengan pria itu tentang masalah mereka.

"Ryan, sebenarnya gw lelah terus di jahili oleh kalian. Tapi gw harus menerimanya demi melanjutkan sekolah, bagaimana pun sekolah tetap nomor satu. Walaupun kalian menyakiti gw terus menerus gw tidak akan kalah," ungkap Clara pada pria itu yang tidak lain adalah Ryan.

"Kalau lo lelah bertengkar dengan The Boys, kenapa lo tidak menyerah saja dan minta maaf? Itu lebih mudah kan?" balas Ryan mengingatkan.

"Gw tau itu cara termudah yang bisa gw lakuin untuk menyelesaikan semuanya, tapi gw tidak mau memilih jalan itu. Bagi gw harga diri itu penting, walaupun gw miskin tetap saja gw tidak rela harga diri gw di injak-injak begitu saja. Apalagi gw tidak salah sepenuhnya, gw hanya menyuarakan apa yang gw anggap benar. Karna pada kenyataannya kalian yang salah, bersikap sok paling hebat padahal kenyataannya hanya bergantung pada orang tua!" jawab Clara dengan jujur apa adanya.

Ryan terdiam, perkataan Clara memang benar adanya.

Next chapter