1 Pengkhianatan

Ini adalah kisah seribu tahun yang lalu, saat Raja iblis bengis (Allail) yang menguasai dunia kegelapan jatuh cinta pada manusia biasa.

Pertemuan awal yang bagaikan kebetulan selalu teringat dalam hati kecil sang Raja.

Wanita cantik bak dewi yang sedang menangis sendirian di tepi sungai air mata, rambutnya yang panjang dan digerai itu melambai indah tertiup hembusan angin. Kesedihan yang terpancar dari wajahnya, kegelisahan, kehampaannya membuat hati kecil Allail terketuk.

Allail tak dapat menahan hasratnya untuk berbicara dengan wanita itu, Allail kemudian memberanikan diri mendekatinya dari belakang, wanita itu kaget karena tak ada siapa pun yang tahu tempat itu.

Perlahan-lahan hubungan mereka semakin dekat, benih cinta telah tumbuh menjulang dalam hati Allail untuk wanita itu sampai akhirnya Allail harus menerima kenyataan bahwa wanita itu adalah suruhan malaikat yang ingin dirinya mati.

"Amone, apakah benar yang aku dengar ini?" tanya Allail tak percaya dengan apa yang dia dengar barusan.

"Kau termakan juga perangkapku Iblis tercela, sekarang kau akan kubunuh dengan mudah," ucap malaikat Moore, pria yang menyuruh Amone untuk menjerat hati Allail dan membunuhnya.

Amone kala itu hanya menangis pasrah, dia benar-benar telah jatuh cinta pula pada Allail, akan tetapi dia harus menjebak Allail karena malaikat itu menawan adik perempuannya sebagai jaminan.

"Amone, apa hubungan kita selama ini hanyalah palsu? Apakah prasaanmu itu hanya palsu? Jawab Amone! Saat bibir kita bertemu, saat kulit kita bersentuhan, saat jantung kita berdetak dalam irama yang sama, apakah itu semua hanya sandiwara?" ratap Allail hingga cincin yang telah dia siapkan untuk meminang Amone itu terjatuh dari tangannya. "Padahal Aku ke sini ingin mengikat cinta abadi kita, siapa sangka aku harus merasakan sakit yang begitu sempurna, kamu hebat Amone, HEBAT!" lanjut Allail dengan wajah frustasinya sambil bertepuk tangan.

"Allail, maaf ak- kkggg," Amone berusaha menjelaskan pada Allail namun dalam sekejab lehernya dibelenggu oleh malaikat Moore dengan tali.

"Amone!" Allail mendekat. "Lepaskan dia Moore! Urusanmu itu denganku," ucap Allail pada Moore.

Moore pun menyeringai sambil melihat langit, "Sudah waktunya."

Langit yang cerah saat itu perlahan menjadi gelap gulita. Petir yang menyambar silih berganti, suara guntur yang memekikkan telinga bercampur menjadi satu.

"Apa yang kau laku- aggrrh, kggh!" Satu persatu besi panjang menusuk setiap sudut tubuh Allail.

"He-hentik-kan, Mo-ore! Lepas-kan All-llail," ucap Amone terbata-bata meringis memohon pada Moore.

"Kau telah tamat saat ini Allail, kau akan kukurung dalam tungku abadi agar kau tidak bisa melihat dunia lagi, dan dunia kegelapan akan jatuh ke tangan para malaikat, haha, haha," kata Moore bangga akan keberhasilannya.

"Bagaimana ini? Allail akan dikurung dalam tungku abadi, dia tidak akan bisa keluar dari sana selamanya, sedangkan rakyatnya di dunia kegelapan tidak bisa hidup tanpa Raja mereka, aku harus bagaimana?" Amone berpikir keras sambil menahan nafas terakhirnya yang perlahan akan hilang.

"Kau sudah tak berguna lagi!" Moore yang melihat Amone sudah tidak bernafas lagi itu, dengan kejam melemparkan Amone ke dalam air sungai.

"Amoooneee!" teriak Allail saat melihat tubuh wanita yang dia cintai sudah tak bernyawa lagi.

"Tidak ada hati kau, Moore! Aku bersumpah aku akan membalas segala kekejaman ini, aku bersumpah demi Raja iblis sebelumnya, aku akan membalasmu hingga kau berlutut memohon ampun di bawah kakiku!"

Sontak langit menumpahkan air matanya seperti ikut menyertai sumpah Allail kala itu, petir yang menyambar silih berganti, gemuruh dan angin kencang yang mulai hadir, Allail mulai kehilangan sifat manusia yang selama ini dia jaga selama bersama dengan Amone.

"Hiyaaaa, graaaa!" Allail meraung dan berteriak, jiwa iblis bengisnya mulai mengambil alih tubuh dan pikirannya.

"Cepatlah Moore, kurung dia dalam tungku itu sebelum terlambat!" pinta salah satu malaikat yang ikut menusuk tubuh Allail kala itu.

Moore pun mengangguk, dan segera membuka tungku itu agar Allail dapat dimasukan ke dalamnya.

Tiba-tiba, "Kgghh." Darah mengalir dari tubuh Moore, dia telah ditusuk oleh Amone yang ternyata adalah jelmaan Dewi penunggu sungai.

Wajah Amone tidaklah seperti biasa lagi, bajunya berubah, matanya memancarkan cahaya dan perangainya sangat berbeda daripada yang dulu.

"Kau, kggh, bukankah kau sudah mati?" tanya Moore heran melihat Amone yang masih bernafas dan bahkan memiliki kekuatan yang lebih dahsyat dari dirinya.

Moore yang telah kehilangan banyak darah itu pun akhirnya tumbang, kemudian Amone perlahan mendekati Allail yang telah diluar kendali itu sambil membawa tunggu keabadian dari tangan Moore.

Sratt!

Amone menghujamkan tusuk kondenya tepat di jantung Allail sehingga Allail pun kembali sadar seperti semula.

"A-a-mon-ne, ka-kau masih hi-dup?" tanya Allail terbata-bata sambil menahan derasnya darah yang mengucur dari dadanya dan tangan satunya yang berusaha menyentuh wajah kekasihnya itu.

Amone tak berkata-kata, dia hanya menangis kala itu dengan masih dalam wujud Dewinya.

"A-mo-ne?" Ke-na-p-" tangan Allail pun terjatuh, dia telah menghembuskan nafas terakhirnya di pangkuan Amone.

"Allail, tidurlah sebentar, aku akan membangkitkanmu lagi nanti. Tidurlah cintaku!" ucap Amone sambil mengecup mesra bibir Allail yang masih terasa hangat menyentuh bibir Amone.

Amone pun meletakkan tubuh Allail di tanah dan mengurung roh Allail dalam tungku itu, sedangkan tubuhnya dia segel di bukit keabadian.

"Allail, kuharap suatu hari nanti kita akan bertemu dengan cara yang benar, bukan diawali dengan kepalsuan, bukan dengan tujuan pengkhianatan dan bukan sebagai Raja iblis maupun jelmaan dewi, tapi hanya sebagai pria dan wanita yang ingin memadu kasih dan sayang. Tapi, aku sangat berharap jika kita bertemu nanti, kau tidak mengenalku, hiks, hiks. Aku tak ingin menorehkan luka lagi di hatimu, kita sebaiknya saling melupakan!"

Amone akhirnya menusuk dirinya sendiri saat itu karena dosa yang telah dia lakukan pada pria yang dia cintai, dan semua itu berubah menjadi karma.

***

Seribu tahun kemudian...

"Lascrea! Kakimu harus dilenturkan sedikit, pinggang, paha, bokong, dagu, semua harus seirama dengan lagu yang diputarkan!" perintah instruktur baletnya.

"Aku sudah capek, Nyonya. Kita istirahat sebentar dulu," pinta Lascrea sambil duduk dan meminum sebotol air.

"Kggh, ada apa ini?" Lascrea memegang dadanya yang terasa sakit sakit itu, hari itu adalah tepat saat dia berusia 20 tahun. "Firasatku tidak enak."

Lascrea memandang langit malam yang terlihat kelabu tanpa munculnya satu pun cahaya bintang, bulu kuduknya merinding disertai angin yang berhembus kencang.

"Aaaa!" teriak Lascrea saat sebuah angin kencang menghantam dirinya sekejap, Lascrea berbalik, dia sudah tidak lagi berada di tempat latihannya lagi melainkan berada dalam istana yang penuh dengan aura jahat.

Terlihat seorang pria tinggi berambut panjang dan menggunakan pakaian tradisional sedang berbalik belakang, perlahan pria itu pun berbalik dan secepat kedipan dia telah berada di hadapan Lascrea sambil menjambak rambutnya ke bawah.

"Takdir memanglah lucu Amone, kita berjumpa lagi," ucap Allail yang telah bangkit dari tidur panjangnya.

Bersambung...

avataravatar
Next chapter