9 Jalan Ke Neraka

Batin Lascrea amat tercabik-cabik saat memikirkan bayangan semu pria yang telah tiada itu. Dia tahu bahwa dia sama sekali tak diinginkan oleh pria itu, mana mungkin dia akan datang menemui Lascrea yang merupakan wujud tubuh dari jiwa wanita yang dia cintai.

Dengan menutup wajahnya, Lascrea pun tak melanjutkan pertandingan itu lagi dan langsung kembali ke ruang tunggu peserta sambil berlinang air mata.

Moore yang sejak awal selalu memerhatikan Lascrea, sontak berlari menemui gadis itu dengan perasaan khawatir.

***

Brukk!

Suara bantingan pintu ruang tunggu peserta pun terdengar.

Lascrea masuk ke dalam sambil tersungkur di lantai.

"Apa yang telah aku lakukan?"

Sementara Lascrea sedang menangis sambil menyesali perbuatannya, pelatih baletnya pun datang dan langsung menamparnya.

Plakk!

"Lascrea, apa sebenarnya yang ada di pikiranmu? Kenapa kamu melakukan hal seperti itu, hah?" tanya pelatihnya dengan emosi yang memuncak.

Lascrea kala itu hanya terdiam seribu bahasa. Dia sadar kalau yang dia lakukan itu adalah kesalahan fatal yang bisa merusak nama baik club baletnya itu. Padahal sejak kecil, Lascrea hanya hidup dengan mengandalkan tariannya, hidup dalam kesepian, kesendirian tanpa kasih dan sayang orangtua atau siapa pun. Dia tahu bahwa pelatihnya itu menjadikannya bintang dan mau menerimanya hanya karena dia orang yang berbakat.

"Aku berhenti," gumam Lascrea.

"Apa katamu?" teriak pelatihnya berusaha memastikan ucapan apa yang Lascrea katakan itu.

"Aku bilang, aku berhenti Coach!" Lascrea menaikkan nada bicaranya sambil mengangkat wajahnya.

"Apa? Berhenti? He, kamu itu harusnya bersyukur, wanita seperti kamu yang miskin dan tanpa dukungan orang kaya, mana bisa bertahan di industri ini tanpa bantuan orang sepertiku, sadar dong! Sadar!" Coach itu menunjuk-nunjuk dahi Lascrea dengan keras.

Pada saat yang sama, Moore pun sampai di ruangan itu karena ingin bertemu dengan Lascrea. Dia pun melihat semua perlakuan Coach tersebut pada wanita yang dia sayangi itu.

"Coach! Apa yang Coach lakukan pada Lascrea?" tanya Moore dengan nada yang agak tinggi dan wajah yang kesal.

Coach itu pun langsung berubah bagaikan rubah berbulu domba, dia menjadi baik dan memperlakukan Lascrea dengan baik padahal Moore sudah tahu sebenarnya apa yang dia lakukan itu.

"Tuan Moore, kenapa datang ke sini?" tanya Coach itu sambil tersenyum pada Moore yang merupakan anak pemilik club tersebut.

"Aku tanya sekali lagi, kenapa Coach melakukan itu pada Lascrea?" Moore menatap Coach itu dengan tajam.

"Ah, t-tidak apa-apa. O-oh ya, Lascrea berkata dia mau keluar dari club ini," ujar Coach itu berusaha untuk mengganti topik pembicaraan.

Moore pun sontak terkaget, dia langsung mendekati Lascrea sambil memegang bahunya.

"Lascrea, kenapa kamu ingin berhenti? Padahal kamu adalah salah satu penari balet terbaik yang amat berbakat." Moore sangat bingung dengan jalan pikiran Lascrea kala itu.

"Aku..." gumam Lascrea

"Kamu kenapa, Lascrea?" Moore mendekatkan telinganya pada Lascrea karena suaranya tak terlalu terdengar oleh Moore.

"Aku capek Moore, aku capek! Hiks, hiks," tangis Lascrea sambil menengadahkan wajahnya kehadapan Moore.

Moore sangat kesal saat melihat wanita yang selalu tersenyum di ingatannya itu sekarang bermandikan air mata di sekujur pipinya.

"Lascrea, sebenarnya apa yang membuat dirimu jadi seperti ini? Ayo katakan padaku!" pinta Moore dengan wajah kesal.

Tiba-tiba saja Lascrea teringat, waktu itu Moore bisa menyusul dirinya ke alam neraka, pasti sekarang dia bisa membawa dirinya lagi ke sana dengan kekuatannya.

"Moore, aku punya satu permintaan padamu. Kalau kau mengabulkan keinginanku ini, aku berjanji, aku akan berterima kasih kepadamu seumur hidup!" pinta Lascrea dengan ekspresi yakinnya.

"Sebenarnya apa yang kamu inginkan dariku, Lascrea?" tanya Moore dengan lembut.

"Bawalah aku menemui Allail sekali lagi di neraka!"

"Apa?" Saat mendengar permintaan Lascrea saat itu, mata Moore pun berubah menjadi putih, dia sama sekali tak terlihat seperti Moore yang dahulu.

"Apa kamu bilang? Kamu ingin menemui Iblis sialan itu? Sampai mati pun aku tidak akan pernah membawamu ke sisinya lagi. Pokoknya kau tidak akan pernah bertemu dengannya selamanya," bentak Moore dengan kasar dengan tampang bengisnya.

"Kenapa? Kenapa kamu melakukan ini kepadaku, Moore? Aku mohon, sekali ini saja! Aku mohon!" pinta Lascrea lagi sambil berlutut.

"Lascrea, harus berapa kali kukatakan bahwa kamu itu harus menjauhi Iblis itu, dia hanya akan memanfaatkan dirimu saja, kamu tidak akan pernah ada dihatinya karena dia hanyalah mencintai wanita yang dulunya adalah kekasih hatinya, kamu itu hanyalah pengganti bahkan kamu mungkin hanya akan menjadi wadah bagi jiwa kekasih lampaunya si iblis."

Moore menjelaskan panjang lebar kepada Lascrea agar dia mengerti. Akan tetapi Lascrea tetap pada pendiriannya bahwa dia ingin bertemu dengan Allail, dia ingin bertanya sendiri sekali lagi, apakah benar Allail tak memiliki rasa sedikitpun padanya.

"Yasudah kalau kamu tidak mau membawaku ke neraka, akan kucari jalanku ke neraka sendiri!" Lascrea pun meninggalkan Moore dengan kesal dan berlari sampai ke rumahnya dengan kartu peserta club baletnya yang dia buang di lantai tempat itu.

***

Sepanjang jalan Lascrea hanya menggerutu. Dia terus menyalahkan Moore yang sama sekali tak mau membawanya ke alam neraka untuk bertemu dengan Allail, belum lagi Allail yang tak sehari pun bahkan sedetikmu melihatnya selama kepergiannya kala itu.

Lascrea sangat kesal, dia merasa seperti dunia tidak pernah memihak dirinya.

Selang beberapa saat kemudian diabpun sampai di rumahnya yang telah menjadi rumah peninggalan kedua orangtuanya itu sejak dia masih berusia dua tahun.

Brakk!

Lascrea membanting pintu rumahnya sambil melanjutkan berlari sampai ke kamarnya dan membanting dirinya di atas kasur.

"Kenapa sih tidak ada satu pun yang berjalan dengan sempurna. Apakah aku harus menyendiri selamanya? Baiklah kalau begitu, kali ini aku akan melupakan si Raja itu selamanya."

Setelah mengatakan hal seperti itu pada dirinya sendiri dan puas marah-marah, Lascrea pun akhirnya tertidur.

***

Terlihat padang yang terbentang luas dengan bunga-bungan yang bermekaran di tepi sungai.

Seorang wanita sedang duduk membalikkan wajahnya ke arah berlawanan dengan tatapan Lascrea saat itu.

"Huh? Di mana ini? Lebih baik aku bertanya saja pada wanita itu, dia pasti tahu ini ada di mana," ucap Lascrea yang kemudian mendekati wanita yang terlihat dihadapannya itu.

"Hei, permisi!" Lascrea memanggil wanita itu akan tetapi dia tak berbalik, pada awalnya Lascrea menyangka bahwa wanita itu tidak mendengarkan apa yang dia katakan, akan tetapi, perlahan wanita itu berbalik.

"Eh?" Lascrea terkaget karena wanita itu terlihat sedang mengusap air matanya yang berwarna biru seperti kristal.

"Permisi, Nona!" Lascrea pun menepuk bahunya sehingga dia membalikkan wajah sepenuhnya.

Tak bisa dibayangkan, ternyata wanita yang berbalik itu adalah Lascrea, dia memiliki wajah Lascrea akan tetapi matanya berubah menjadi hitam saat menatap Lascrea.

"Kau harus melindungi dia, kalau tidak dia akan binasa," ucapnya kemudian menghilang seperti debu, sontak Lascrea pun terbangun dari tidurnya dengan nafas yang terengah-engah.

"Huh, huh, mimpi macam apa itu?" tanya Lascrea dengan wajah pucatnya.

Bersambung...

avataravatar
Next chapter