12 CEO?

Setelah Moore merasakan tubuhnya tak dapat digerakkan lagi dia pun pingsan dan tak mengingat apa pun sama sekali, hingga dia ditemukan oleh pejalan kaki yang kemudian membangunkan dia dari pingsannya.

"Anak muda? Apakah kau baik-baik saja?" tanya seorang wanita yang tak lain adalah Paula yang datang ke dunia manusia tanpa memberitahu Allail.

"Perempuan ini? Bukannya aku melihatnya bersama dengan iblis itu di neraka, ada apa dia di sini?" tanya Moore dalam hatinya sambil menatap wajah Paula yang bingung memandanginya.

"Hey, apakah kepalamu terbentur? Ada yang sakit yah?" tanya Paula lagi sambil berusaha membuat Moore sadar karena dia terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.

"A-apa? Huh?" Moore bingung kemudian dia pun bangun dari jalanan, tempat dia pingsan kala itu.

Paula pun berusaha membantu Moore dengan menyodorkan tangan kanannya agar dipakai Moore untuk berdiri.

"Apakah kau tak mengenalku?" tanya Moore lagi pada Paula.

"Apa? Memangnya kita pernah bertemu?" Paula malah balik bertanya pada Moore karena dia sama sekali merasa tak pernah bertemu dengan Moore sebelumnya.

"Apa benar wanita ini sama sekali tak mengenalku? Baiklah kalau begitu, aku bahkan tidak peduli sama sekali," pikir Moore dalam hatinya, kemudian dia pun berusaha berpamitan pada Paula untuk pergi.

"Kalau begitu, aku pergi dulu," ucap Moore.

"Pergi? Kamu sudah baik-baik saja?" tanya Paula lagi.

"Iya, aku baik," balas Moore sambil berpikir dalam hatinya, ada apa dengan wanita yang ada dihadapannya kala itu, kenapa dia seperti sangat peduli pada Moore? Aneh, hari ini adalah hari yang aneh bagi Moore.

Moore tak hanya merasakan perubahan pada tubuhnya, tapi dia juga merasa kalau darahnya mendidih dan ada sesuatu dalam tubuhnya yang sama sekali bukan miliknya.

Moore pun memutuskan pulang dan beristirahat, karena mungkin saja dia merasakan semua perubahan itu karena terlalu memikirkan Lascrea dan juga si Raja iblis yang kini menempel padanya.

***

Sementara itu, di rumah Lascrea, dia sedang menghadapi kunjungan dari pelatihnya yang memohon agar dia kembali menjadi balerina di bawah pelatihannya.

"Lascrea, apakah kamu sama sekali sudah lupa dengan impianmu menjadi balerina internasional yang namanya bersinar dan dikenal banyak orang? Kamu sama sekali tidak mau mewujudkan hal itu?" kata pelatihnya berusaha untuk merayu Lascrea agar mengikutinya lagi, karena Lascrea adalah balerina berbakat dan secara otomatis dia juga akan terkenal karena menjadi pelatih balerina terkenal.

Lascrea menghela nafasnya, dia sebenarnya sama sekali tak mau berurusan dengan si wanita pelatih yang menjengkelkan itu dan bermulut kasar.

"Apa benar Coach akan berubah dan menjadi lebih baik saat melatih?" tanya Lascrea sambil menatap tajam wajah dari pelatihnya itu yang tengah dalam posisi memohon dan berlutut.

"Iya, iya Lascrea. Tentu saja aku akan-" tiba-tiba matanya terbelalak melihat ke arah belakang Lascrea yang sedang berdiri di sana pria tampan dengan wajah tampan, tubuh indah dan identitas manusia yang hanya diketahui oleh para pelatih balet saja.

Pelatih Lascrea pun mendatangi Allail dan menatapnya seperti menatap bongkahan berlian tanpa pemilik yang berserakan.

"B-Bapak Killian Allail? B-bagaimana Bapak bisa ada di sini?" Pelatih itu gemetaran saat berada dihadapan Allail yang sedang menyermik itu.

"Haha, kau bertanya bagaimana aku bisa ada di sini? Tentu saja karena ini." Allail pun menarik Lascrea dalam dekapannya.

"Kyaa," jerit Lascrea terkaget pada tarikan Allail kala itu.

"Sudah lihat kan? Apakah kau masih tidak paham dengan apa yang kau lihat ini?" tanya Allail pada pelatih itu sambil melingkarkan tangannya di pinggang ramping balerina cantik itu.

"Allail, apa yang-" Lascrea berusaha bertanya pada Allail kenapa dia melakukan itu dengan mendekatkan bibirnya di telinga pria bertubuh tinggi itu.

"Sshtt, diam saja, Sayangku. Kau hanya perlu menerima bersih!" Allail tersenyum sambil memberikan wink dengan mata kanannya pada Lascrea, Lascrea pun hampir pingsan melihat aksi Allail yang makin lama makin romantis itu.

"Ah, saya paham, Pak. Ah, kalau begitu apa saya boleh berbicara empat mata dengan Lascrea.. maksud saya kekasih Bapak ini?"

"Kekasih? Dia Permaisuriku!" balas Allail dengan memelototkan matanya.

"Ah, ha, ha, hah, i-iya Permaisuri. Ayo sini Lascrea," ucap pelatih itu sambil menarik tangan Lascrea.

"Hei, kenapa kamu sama sekali tak memberitahukan bahwa kamu menjalin hubungan dengan Pak Killian Allail?" tanyanya sambil berbisik pada telinga Lascrea.

"Pak siapa? Killian? Siapa itu?" Malah Lascrea balik bertanya pada Coachnya itu dengan wajah bingung.

"Apa? Kau jadi wanitanya tapi sama sekali tidak tahu siapa identitas aslinya?" Mata si pelatih mulai melotot.

"Huh?" Lascrea tak kalah melototnya karena bingung kala itu.

"Hei, Nona muda. Kau itu sedang menjadi wanita dari CEO nomer 1 di negara ini! Kau kenapa tak bisa menyadarinya, dia itu investor sekaligus pemilik Killian CORP, tempay bagi darah berbakat yang ingin menjadi terkenal dengan cepat. Perusahaan yang megah dan tanpa tandingan itu," jelasnya.

"Apa? Pemilik CORP? CEO? Aku sama sekali tidak tahu," balas Lascrea dengan wajah polosnya.

"Gilaaaaa, ini benar-benar gila. Kau hidup selama ini tapi tak tahu siapa pria yang kau dekati?" Pelatih itu menepuk jidatnya. "Baiklah Lascrea, mari kita sambung kerja sama dengannya sebelum terlambat. Kau adalah wanitanya, itu saja sudah cukup untuk mendapatkan perhatiannya," lanjutnya sambil berusaha meyakinkan Lascrea.

"Benarkah?" Lascrea pun mencuri pandang pada Allail kala itu, dan Allail pun seperti memberikan kode bahwa dia harus mengiayakan apa yang dikatakan oleh pelatihnya kala itu.

"Um, itu... B-baiklah kalau begitu," jawab Lascrea.

Saat mendengar jawaban dari Lascrea saat itu, si pelatih langsung memeluk Lascrea dan tertawa bahagia, entah apa lagi yang dia inginkan dan seperti apa lagi caranya untuk memanfaatkan Lascrea nantinya.

Allail yang telah memperkirakan hal itu kemudian tersenyum dan dia pun segera menarik Lascrea dari pelatih itu ke dalam dekapannya.

"Baiklah, apakah kalian sudah selesai bicara? Kalau begitu aku sudah boleh mengambil Permaisuriku lagi kan?" kata Allail pada si pelatih.

"Haha, tentu saja, Pak. Tentu saja Bapak bisa mengambil Permaisuri Bapak ini kapan saja, karena dia adalah milik Bapak." Pelatih itu pun beranjak dari tempat dia berdiri dan menunduk pada Allail.

"Pak, saya pamit pulang dulu. Lascrea, Coach pamit pulang dulu yah," katanya kemudian pergi dari sana sambil tertawa-tawa bahagia seperti baru saja menang loterai.

Setelah dia pergi dengan sepenuhnya, barulah Lascrea menagih penjelasan dari Allail yang saat itu terlihat sangat bangga pada dirinya sendiri.

"Jadi, semua ini apa maksudnya?" tanya Lascrea sambil menatap tajam Allail.

Allail pun tersenyum kemudian mengunci pintu rumah itu.

"Permaisuriku, jangan tampakkan wajahmu yang seperti itu," kata Allail yang dalam sekejap sudah menarik Lascrea kepadanya, sekarang mereka berdua hanya berjarak desahan nafas saja.

"Allail, jawab dul-" tanpa menunggu Lascrea berbicara Allail langsung mengecup bibir indahnya itu.

"Diamlah, Sayang," bisik Allail dengan suara maskulinnya yang membuat tubuh Lascrea merinding, kemudian hanyut dalam kecupannya.

Bersambung...

avataravatar
Next chapter