4 Berbeda

Sekali lagi, dengan perubahan emosi yang naik turun, Allail memperlakukan Lascrea dengan cara yang aneh. Awalnya dia marah, terus dia kelihatan sayang, terus sekarang marah lagi. Lascrea bingung setengah mati akan hal itu.

"Bagaimana caranya aku bisa memahami pria yang arogan dan aneh itu? Issh, aku tidak mau tahu lagi, sebaiknya aku mencari bagaimana caranya agar aku dapat keluar dari tempat ini," ucap Lascrea sambil melihat sekeliling kamar itu. Kamar yang tidak terlalu besar tapi elegan, berserta jendela-jendela yang memiliki ukiran indah seperti dalam film kerajaan.

Tak lama memerhatikan, pandangan Lascrea pun tertuju pada danau teratai yang ada di belakang kamar yang dia tempati. Lascrea mengintip, mengamati dengan seksama.

"Ahh, sebaiknya aku pergi main ke kolam itu saja, kolam itu sangat indah," ucap Lascrea sambil memperbaiki busananya dan bergegas meninggalkan kamarnya.

Sebelum keluar, Lascrea memerhatikan dulu kiri dan kanan, apakah ada pelayan atau si Raja yang suka marah-marah tak jelas itu akan keluar dan menangkapnya tiba-tiba.

Setelah semua sudah dirasanya aman, dia pun mengendap-endap menuju kolam teratai di belakang kamarnya.

***

Pada waktu yang sama, setelah keluar dari kamar Lascrea, Allail marah besar dan menghamburkan segala pernak-pernik yang disuguhkan di atas meja Raja.

"Yang mulia Allail, ada apa gegarangan sehingga Yang mulia merasakan amarah yang seperti ini?" tanya salah satu pelayannya Allail atau bisa juga disebut sebagai tangan kanannya.

Allail yang kala itu segera duduk di singgasananya setelah mengobrak-abrik meja itu terlihat berpikir dengan sangat keras.

"Bawakan aku buku kematian untuk semua klan!" perintah Allail sambil mengurut kepalanya yang terasa panas seperti akan meledak itu.

"Baik, Yang mulia," jawab pelayan tersebut yang kemudian membawakan pada Allail apa yang dimintanya..

Dengan secepat kilat Allail menyambar buku yang dibawakan oleh pelayannya itu dan mencari sebuah nama di dalamnya.

"Amone? Tidak ada nama Amone di sini, berarti seharusnya wanita itu adalah Amone, tapi kenapa dia bertingkah seperti tadi? Dia bahkan tidak mengenalku sama sekali saat pertama kita berjumpa." Allail menutup buku itu dengan sekuat tenaga.

Plak...

"Seharusnya, dia adalah Amone. Sebenarnya siapa identitas dirimu yang sebenarnya, wanita?" Allail berpikir dengan keras sekali lagi, namun yang didapatkannya adalah nihil.

Tiba-tiba suasana gaduh terdengar sampai kepada telinga Allail yang tengah duduk itu.

"Ada apa ini?" Allail mengerutkan dahinya.

Seorang pelayan pun tanpa aba-aba masuk dengan paksa menemui Allail di singgasananya, seketika para pengawalnya pun mengacungkan senjata mereka pada pelayan tersebut.

"Siapa kau?" tanya Allail sambil berdiri dihadapannya.

"Maafkan hamba, Yang mulia. Hamba harus segera menemui Yang mulia," ucapnya dengan tangan yang bergetar.

"Ada apa? Cepat bicara sebelum kupenggal kepalamu!" perintah Allail yang telah mengambil paksa pedang dari pengawalnya dan mengacungkan pedang itu tepat di tenggorokan si pelayan.

"Y-Yang mulia, Tuan putri,"

"Kenapa dengan Putri?" tanya Allail dengan mata yang tajam menatap pada pelayan itu.

"Putri, dia sedang berkelahi dengan Ra-Ratu," teriak pelayan itu yang sontak membuat Allail sadar dan berlari menuju tempat dimana Putri itu tinggal.

"Sial, kenapa Amone harus bertemu dengan Paula, dia pasti akan mengerahkan segala tenaganya agar membunuh Amone, aku harus cepat!"

Tak lama kemudian sampailah Allail pada tempat dimana Lascrea dan Paula bersada.

Saat itu terlihatlah Lascrea yang sedang mencoba melepaskan cekikan leher Paula dengan tenaga dalamnya, Lascrea diangkat setinggi mungkin dan ingin dilemparkan ke dalam kolam teratai roh yang tadi ingin dia lihat.

"PAULAA!" teriak Allail yang sontak membuat Paula terperanjat dalam kesenangannya mempermainkan Lascrea yang hanya manusia biasa.

"Yang mulia?" Paula pun dengan refleks langsung melepaskan tenaga dalamnya dan jatuhlah Lascrea ke lantai sambil batuk dengan hebatnya.

"Ohok, ohok, ohok." Lascrea memegang lehernya yang sekarang penuh dengan lebam akibat kekuatan spiritual yang dilepaskan Paula padanya itu.

Plak...

Tanpa banyak tanya Allail pun segera berjalan mendekati Paula dengan cepat dan menamparnya.

"Kurang ajar kau, Paula! Dia adalah Ratuku, kau tidak pantas merendahkannya seperti ini, itu sama saja seperti kau sedang menentang dan merendahkan diriku," bentak Allail dengan ekspresi mengintimidasi miliknya dan kemudian dia pun pergi menolong Lascrea.

Paula menunduk saat itu, dia sebenarnya sangat iri dengan Lascrea.

"Kenapa wanita itu bisa menjadi ratumu dan aku tidak? Aku sudah hidup denganmu sangat lama, aku membantumu lepas dari belenggu dewi iblis yang waktu itu menyegel dirimu, aku yang membantumu Yang mulia, hiks, hiks!" Teriak Paula menangis meluapkan segala perasaan yang dipendamnya dalam hati selama ini.

"Kau jangan sombong Paula, aku yang telah memberikanmu kesempatan kedua agar bisa hidup sebagai roh di dalam neraka ini, tanpaku kau tidak akan pernah bisa hidup selama ini, sekarang apa maumu? Kau ingin membunuh permaisuriku?" tanya Allail dengan nada serius sambil mendekap Lascrea di pelukannya.

Lascrea yang kala itu sedang menahan sakit di lehernya akibat di cekik oleh Paula perlahan jantungnya berdebar dengan kencang saat mendengar Allail mengakuinya sebagai permaisurinya.

"Ada apa dengan pria ini? Kenapa dia mengatakan sesuatu yang memalukan seperti itu secara tiba-tiba? Dan ada apa pula dengan jantungku? Hei, berhenti berdebar, Raja ini akan menyadarinya," ucap Lascrea dalam hati sambil memegang dadanya yang berdebar-debar itu.

Allail perlahan menyadari debaran jantung Lascrea yang rasanya seperti guncangan gempa di atas tubuhnya. Perlahan Allail mengintip wajah wanita itu, dilihatnya Lascrea yang tengah memejamkan matanya seerat mungkin dan memegang dadanya dengan kedua tangannya. Allail tersenyum dan kemudian kembali pada pembicaraannya dengan Paula sambil menggendong Lascrea untuk kembali ke kamarnya.

"Paula, pokoknya aku tidak mau tahu, ini adalah peringatan pertama dan terakhir dariku. Selanjutnya jika kamu melakukan hal yang sama seperti ini lagi, maka aku tidak akan segan-segan untuk merenggut rohmu itu dan melemparkannya ke dalam neraka terdalam!" jelas Allail dan kemudian dia pun berbalik pergi sambil menggendong Lascrea di dekapannya.

Paula yang kala itu hanya dapat melihat kemesraan, kasih sayang yang ditunjukan oleh Allail pada Lascrea hanya bisa menggigit bibir bawahnya kemudian melepaskan amarahnya dengan menampar dayang miliknya sampai mereka tersungkur jatuh ke tanah.

"Kurang ajar, apa yang telah dilakukan wanita itu pada Kakak sehingga dia terpikat seperti itu padanya? Tunggu kau Lascrea, aku akan mencari tahu siapa dirimu sebenarnya dan akan kubongkar segala kebusukanmu itu."

***

Sementara itu, di lain sisi Allail dan Lascrea telah sampai di kamar mereka, namun kali ini bukanlah kamar pengantin saat mereka menjalani malam pertama.

"Di mana ini?" tanya Lascrea melihat sekeliling kamar itu yang terasa sangat berbeda dengan kamar sebelunya, kali ini kamarnya lebih luas dengan perhiasan dan pernak-pernik yang terpajang dengan rapi, persis seperti kamar kerajaan.

Allail kemudian mendudukan Lascrea di kasur dan menjawab pertanyaanya. "Ini adalah kamar kita."

"Kita? Maksudmu, aku dan kamu? Kita tidur berdua di kamar ini?" tanya Lascrea terkejut saat mengetahui itu adalah kamar untuk mereka berdua.

"Iya, setelah kita menjalani malam pertama, kita harus tidur bersama karena kita adalah pasangan suami dan istri."

Bersambung...

avataravatar
Next chapter