24 Bab 24 Ingin Lebih

Azka dan Andrea sudah kembali ke kelas dan mengikuti 3 mata kuliah hari ini. Keduanya duduk berdekatan membuat Fathan merasa heran. Bahkan sesekali mereka tampak berbicara dengan nada yang sangat santai, padahal biasanya Azka akan memasang wajah super menyebalkan jika ada perempuan yang duduk di dekatnya apalagi jika sampai mengajaknya berbicara. Ia tersenyum simpul dan mendekat.

"Aku butuh imbalan," ucapnya membuat Azka dan Andrea menatapnya dengan sinis. "Sejak kapan kalian sedekat ini?" suaranya lagi karena dua insan di hadapannya itu tak ada yang membuka mulut.

Azka memutar bola matanya malas karena menangkap maksud dari pembicaraan sahabatnya itu. "Kembali ke kursimu atau aku akan membuangmu," ancam Azka yang justru membuat Fathan tertawa. "Diamlah," kesalnya karena semua ancamannya tidak berguna.

"Aku akan menunggu dengan senang hati hadiah untukku," ucapnya sembari meninggalkan keduanya yang kini saling diam. Fathan bisa melihat semburat merah yang muncul di pipi Andrea ketika ia berdebat kecil dengan Azka tadi dan itu membuatnya yakin telah terjadi sesuatu diantara keduanya setelah kepergiannya kemarin.

Andrea akhirnya memutuskan untuk kembali ke kursinya dan meninggalkan Azka yang tampak acuh dengan kepergiannya. Tadi ia hanya ingin melanjutkan obrolan yang tertunda saja, tapi hal itu justru membuat Fathan menyimpulkan hal berbeda terkait dengan kedekatannya mereka. Andrea tahu Azka tidak akan suka jika menjadi bahan pembicaraan jadi ia yang harus memutuskan untuk menyingkir sebelum tanduk dan sikap menyebalkan lelaki itu keluar. Andrea sangat tidak menyukai sikap Azka yang itu karena akan memperlihatkan bahwa dirinyalah yang mengejar Azka untuk dekat dengannya. Ia tidak serendah itu.

Jam perkuliahan terus berlanjut hingga tanpa sadar kini sudah waktunya pulang. Azka dan Fathan masih berbincang entah tentang apa sedangkan Andrea kini sedang menatap ponselnya dengan sumringah. Mereka pun saling berlalu dari kelas tanpa menyapa. Andrea dengan cepat melangkahkan kakinya menuju gerbang kampus dimana saat ini ada seorang lelaki taman berusia paruh baya yang sedang menunggunya. Dengan cepat ia berjalan menuju ke arah mobil yang terparkir manis itu, namun langkahnya harus terhenti karena suara seseorang yang memanggilnya dengan lantang.

"Ada apa?" tanyanya saat melihat Azka berjalan mendekat.

"Ayo kita bicara," ajak Azka saat sudah berada di dekat Andrea.

"Lain kali saja. Aku sudah ditunggu," sahut Andrea sembari menoleh ke arah mobil membuat Azka mengikuti arah pandang gadis di hadapannya itu.

"Sebentar saja," ucap Azka masih penuh harap. Lelaki itu seolah tahu bahwa Andrea akan pergi dengan lelaki yang sekarang menunggunya dan itu tentu saja membuatnya tidak rela.

"Lain kali saja. Atau nanti saat di apartemen," ucap Andrea sambil menatap tidak suka pada seorang gadis yang kini mendekat ke arahnya dan Azka. Ia pun berlalu meninggalkan Azka yang kini lengah karena menoleh ke arah gadis itu.

Azka berdecak kesal karena Andrea sudah berlalu ke dalam mobil. Ia melangkahkan kakinya menuju halte bus dengan gontai. "Jangan mengikutiku," kesalnya pada Yussi, teman Fathan yang kini sedang mengikutinya.

"Aku ingin belajar tentang kuliah tadi denganmu." Yussi tampak memaksa namun diabaikan oleh Azka yang tetap melangkahkan kakinya semakin lebar membuat gadis itu kesusahan mengejarnya.

Mereka berlalu dalam diam. Azka masuk ke dalam bus tanpa menoleh ke arah Yussi. Ia risih karena Yussi memegang erat lengannya dengan posesif. Ia ingin memaksa gadis itu melepaskannya tapi juga tidak ingin membuat semua perhatian tertuju ke arah mereka. Dengan perlahan Azka melepaskan tangan Yussi meskipun ia sempat menyesal karena rematan tangannya pasti menyakiti tangan gadis itu. Ia sebenarnya tidak tega jika harus menyakiti wanita, tapi ia juga tidak bisa membiarkan Yussi memperlakukannya seperti itu. Ia mendengus kesal karena kini tangan Yussi kembali bertengger manis di lengannya. Azka sampai di lobi hotel dan pergi begitu saja meninggalkan Yussi yang masih sibuk merapikan pakaiannya. Ia secepat kilat melesat agar tidak terlihat. Dan gotcha, dia berhasil. Azka bernapas lega karena terbebas dari gadis agresif yang entah dari mana datangnya itu. Ia pun menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tengah. Ia kesal karena Andrea lebih memilih pergi bersama lelaki paruh baya yang tak ia ketahui bentuk rupanya itu. Seharusnya ia bisa memaksa Andrea untuk tetap bersamanya tadi. "Kamu bodoh Azka," kesal Azka pada dirinya sendiri. Ia mengacak-acak rambutnya hingga terlihat berantakan dan kusut. Tidak seharusnya ia membiarkan Andrea lepas. Kedekatan mereka seharusnya lebih dari sekedar saling mengenal. Dan Azka merasa semakin bodoh saat menyadari bahwa dirinya tidak bisa melihat Andrea bersama lelaki lain. Ia pun memilih tidur dibandingkan dengan mengingat gadisnya bersama orang lain.

Sementara itu, Andrea masih kesal mengingat gadis yang datang dan menggandeng tangan Azka sembarangan. Selama ini ia merasa tidak pernah melihat wanita itu atau mungkin memang tidak peduli karena terlalu sering pergi dengan Daren. Tapi ia yakin gadis itu memang baru saja ada di sekitar Azka. Andrea menghela napas kasar membuat Daren menoleh ke arahnya.

"Siapa lelaki tadi Andrea?" tanya Daren.

"Dia teman sekelasku," jawab Andrea sambil menoleh sebentar kea rah Daren.

"Ada apa dia mengejarmu?" tanya Daren lagi yang membuat Andrea memutar bola matanya malas.

"Meminta contekan," sahut Andrea asal agar Daren berhenti menanyakan Azka yang ia tahu akhirnya akan membuatnya semakin kesal.

Daren menganggukan kepalanya mendengar jawaban Andrea. Ia tahu Andrea sedang kesal jadi tidak ingin menambah kekesalan gadis di sampingnya itu, "Kita makan siang dulu ya," ajak Daren yang diangguki oleh Andrea. "Kamu ingin makan sesuatu?" tanyanya kemudian karena Andrea diam saja.

"Aku makan apa saja," sahut Andrea membuat Daren tersenyum sembari mengusap puncak kepala Andrea sayang.

Daren mengajak Andrea makan di restaurant yang menyediakan seafood. Entah mengapa kini dirinya yang sangat menginginkan makanan itu. "Tidak masalah kan makan disini?" tanyanya.

"Apa kau sedang mengidam?" selidik Andrea membuat Daren terkekeh.

"Apa kau sedang mengandung?" balas Daren membuat Andrea mencebikkan bibirnya kesal. "Aku hanya ingin saja, bukan mengidam," jelasnya tanpa diminta.

"Kalaupun mengidam juga tidak apa-apa. Aku akan menemanimu untuk memenuhinya," ucap Andrea. Bohong kalau dirinya baik-baik saja saat ini. Entah mengapa membayangkan istri lelaki yang sedang bersamanya ini ternyata benar sedang mengandung membuatnya tercubit. Ia merasa seperti sesuatu diantara Daren dan keluarganya.

Daren menghela napas melihat perubahan Andrea. Ia memilih diam dan tak mengatakan apapun karena tidak ingin kebersamaannya dengan gadis itu harus terganggu dengan drama-drama ala sinetron yang kini sedang santer ditayangkan di salah satu stasiun televisi. Sejujurnya, Daren tahu jika Andrea tidak hanya menganggapnya sebagai klien, namun ia tidak peduli dengan itu. Pasalnya ia hanya akan menemui gadis itu jika menginginkannya. Dan setelahnya memberikan sejumlah uang jika keinginannya sudah terpuaskan. Daren menepikan mobilnya dan menyerahkan kuncinya pada petugas parker. Ia membimbing Andrea untuk mengambil kursi di pojok, ia tidak ingin ada klien ataupun keluarganya yang melihatnya datang bersama dengan gadis muda. Dan beruntungnya penampilan Andrea kali ini terlihat lebih sopan dan rapi dibanding biasanya. Ia sedikit heran dengan hal itu. "Mengapa pakaianmu seperti itu?" tanya Daren saat mereka sudah duduk berhadapan.

"Memangnya mengapa?" tanya Andrea sembari menaikan sebelah alisnya.

"Tidak seperti biasanya Andrea. Apa kau sudah bosan bersamaku?" tanya Daren dengan menatap intens gadis yang ada di hadapannya yang kini tampak sedikit tidak nyaman.

"Mungkin kau yang sudah bosan denganku," sahut Andrea dengan mengalihkan pandangannya. Ia tidak ingin Daren melihat kekecewaannya karena pertanyaan lelaki itu. Ia sungguh tidak ingin kebersamaan mereka berakhir secepat itu.

Daren terkekeh. "Hei mengapa kau seserius itu? Aku hanya bercanda Andrea." Daren mencoba mencairkan suasana yang dirasanya mulai canggung. Bahkan Andrea terlihat beberapa kali menghindari bersitatap dengan dirinya.

"Aku hanya mainanmu kalau kau lupa. Jadi aku akan mengikuti apa pun maumu," sahut Andrea yang rupanya masih ingin melanjutkan pembicaraan yang sebelumnya.

"Aku hanya bercanda Andrea. Mengapa kamu terlalu serius menanggapi ucapanku?" Daren meraih tangan Andrea kemudian menggenggamnya dengan erat. "Ayolah, kita nikmati hari ini," bujuknya.

Andrea menghela napas dengan kentara. "Aku ingin makan kepiting dan udang," ucap Andrea mencoba menghalau sesaknya sendiri membuat Daren terkekeh kemudian mengusap sayang puncak kepala Andrea.

Daren memesan makanan sesuai yang diminta Andrea. Ia pun mengikuti apa pun yang di makan Andrea karena tidak ada yang ingin ia makan sebenarnya. Tapi melihat Andrea sudah tidak semurung tadi membuatnya lega. Daren menyukai sikap Andrea yang sangat lugas dalam membawa diri bersama siapa pun. Ia bisa tahu hal itu karena selama bersamanya gadis itu sangat menjaga diri. Mungkin jika bukan karena uang, Andrea juga tidak akan mau untuk disentuh olehnya.

"Wah, kita bertemu di sini," suara seseorang mengalihkan perhatian Andrea dan Daren yang kini menatapnya dengan ekspresi tidak terbaca.

avataravatar
Next chapter