18 Bab 18 Tak Lupa

Beberapa bulan kemudian

Andrea bersenandung riang karena Daren akan menjemputnya hari ini. Gadis itu sudah tidak sabar lagi untuk bertemu dengan Daddy-nya itu. Beberapa kali ia mematut dirinya di depan cermin untuk memastikan tidak ada yang terlewat dari penampilannya. "Perfect," gumamnya setelah menjepit rambut sampingnya ke atas. Ia bergegas keluar kamar saat mendengar ponselnya yang berada di meja ruang tengah berdering. Senyumnya kian lebar ketika mendapati nama Daren muncul di layar ponsel pintarnya. "Aku segera turun," jawabnya begitu sambungan telpon terhubung. Andrea mengenakan heelsnya sembari menutup pintu hingga tak menyadari ada seseorang yang menatapnya dengan lekat. Ia tetap bersenandung riang sembari berlalu tanpa menoleh pada sepasang mata yang kini sudah menatapnya semakin tajam. Ia berdiri di depan lift dengan bersedekap tangan masih bersenandung. Senyuman manisnya kembali terukir saat pintu lift terbuka dengan sempurna, namun langkahnya harus terhenti karena seseorang tengah menahan lengannya. Ia menoleh dan hampir memaki pada orang yang mengganggu kesenangannya itu, namun urung setelah melihat perangai orang itu.

"Kau mau kemana?" tanya Azka sembari memperhatikan penampilan Andrea dari atas hingga bawah.

"Aku akan bekerja," sahut Andrea mencoba menghalau gugup yang kini menyerangnya ketika melihat tatapan tak bersahabat dari Azka.

"Dengan pakaian kurang bahan ini?" tanya Azka penuh selidik.

"Memangnya kenapa?" Andrea memberanikan diri menatap indera Azka yang mengisyaratkan kekesalan itu.

"Memangnya apa pekerjaanmu?" sentak Azka semakin tak bisa mengendalikan kekesalannya.

"Tidak usah ikut campur," Andrea tak mau kalah.

"Jawab saja pertanyaanku," Azka semakin mengeratkan genggaman tangannya.

"Bukan urusanmu," tungkas Andre sembari berusaha melepas cekalan tangan lelaki itu.

"Aku lebih senang melihatmu celaka di banding sehat," ucap Azka membuat Andrea menatapnya tajam. "Ya, aku akui. Aku lebih suka kamu celaka karena akan berdiam diri di rumah. Dan satu lagi, tanpa baju kurang bahan ini," imbuhnya karena melihat Andrea enggan untuk menjawabnya.

"Sudahlah, hentikan omong kosong ini. Aku sudah ditunggu," ucap Andrea cepat kemudian berlalu begitu saja dari hadapan Azka yang masih diam mematung.

Andrea tersenyum lebar saat melihat Daren sudah menunggunya dengan bersandar pada pintu mobilnya. Gadis itu tak bisa menyembunyikan kerinduannya dan langsung menghambur ke dalam dekapan hangat. Lelaki paruh baya itu. Ia merasakan beberapa kali puncak kepalanya di kecup sayang oleh Daren. "Aku merindukanmu," ucap Andrea yang hanya ditanggapi kekehan oleh Daren.

"Kakimu sudah baik-baik saja?" Andrea menghela napas kecewa mendengar pilihan kata Daren untuk menanggapi ucapannya.

Tak adanya tanggapan dari Daren seolah menampar khayalan Andrea begitu keras. Sesak, itulah yang ia rasakan sekarang. Rindunya tak terbalas. Daren hanya mencarinya saat jenuh. Ia akan mendapatkan upah setelah lelaki itu puas. Harganya hanya sejumlah uang yang selalu di berikan Daren di akhir pekan. Mengingat hak itu membuat dada Andrea semakin sesak.

"Ya aku sudah ikut terapi," sahut Andres berusaha menormalkan suaranya. Ia tak ingin Daren tahu apa yang dirasakannya.

"Kita makan dulu atau langsung ke tempat tujuan hari ini?" tanya Daren setelah melirik sekilas pada gadis cantik di sampingnya itu.

"Langsung saja, aku belum lapar," bohong Andrea untuk menutupi rasa laparnya yang menguap begitu saja.

"Baiklah. Disana kau juga bisa makan sepuasnya nanti," Daren mengikuti kemauan Andrea yang tampak enggan entah karena apa."Apa kau tidak senang bertemu denganku?" tanya Daren lagi mencoba untuk mencairkan suasana yang mendadak menjadi tidak nyaman karena keterdiaman Andrea. Ia mulai berpikir apakah dirinya sudah melakukan kesalahan hingga gadis itu menjadi pendiam.

"Tentu saja aku senang. Kita sudah lama tidak bertemu," sahut Andrea cepat.

"Kamu berubah. Apa ada sesuatu yang terjadi?" Daren benar-benar penasaran dengan perubahan Andrea.

"Tidak ada. Sudahlah nikmati saja hari ini," putus Andrea. Ia lupa bahwa lelaki yang di sampingnya itu bukan Azka yang akan diam saja walaupun tahu dirinya sedang merajuk. Andrea menggelengkan kepalanya pelan karena tiba-tiba mengingat Azka di saat bersama Daren. Ia mulai mengingat ucapan Reyma beberapa hari yang lalu. Gadis itu sudah memperingatkannya untuk tidak menggunakan hati saat bersama Daren. Ia saja yang keras kepala dan tetap menggunakan hatinya. Jadilah ia harus patah hati dan sakit sendirian.

Melihat Andrea berusaha keras menyembunyikan sesuatu, Daren mengulurkan tangannya untuk menggenggam erat tangan gadis itu yang sejak tadi saling bertaut di atas pangkuan. Ia tersenyum mabis membuat Andrea mulai khawatir akan menderita diabetes jika terus melihatnya.

"Coba kau tebak kita akan kemana?" tanya Daren dengan mengerling nakal pada Andrea.

"Jangan bilang kau membawaku ke hotel," Sahut Andrea sembari mengerucutkan bibirnya.

Daren terkekeh. "Apa ekspektasimu hanya bergulat bersamaku di ranjang?" Ia terus menggoda Andrea yang kini sudah merona karena ucapannya.

Andrea memukul ringan lengan lelaki paruh baya itu. "Aku bukan gadis yang haus belaian lelaki tua," kesalnya disertai rona pipi yang tidak bisa ia sembunyikan. Rona itu kian memerah saat Daren mengecup berulang kali punggung tangannya. "Kau benar-benar nakal Pak Tua," ucapnya lagi karena Daren hanya terkekeh pelan.

"Aku akan membawamu ke tempat yang pasti akan kau suka," ucap Daren setelah menyelesaikan kekehannya.

"Coba kita lihat nanti," sahut Andrea yang terdengar meragukan di telinga Daren.

"Kau meragukanku?" Daren menaikkan sebelah alisnya tidak terima.

"Aku hanya tidak yakin. Kita sudah lama tidak bersama. Aku rasa kau pun sudah lupa tempat kesukaanku," ucap Andrea mencoba mencari tahu.

"Ayolah, aku tidak akan lupa. Itu hanya hal kecil tentangmu yang tidak mungkin aku bisa melupakannya. Kau berbeda dari mereka yang pernah aku temui," Daren mencoba meyakinkan Andrea.

Andrea terkekeh. "Kita satu sama." Ia menyeringai penuh kemenangan ke arah Daren yang kini tengah mendengus sebal.

"Aku akan mengalahkanmu. Lihat saja nanti." Daren tidak terima.

"Aku pastikan kau tidak bisa menahan diri," ucap Andrea kemudian terbahak mendengar Daren mengumpat keras saat menyadari maksud ucapannya.

"Jangan menggodaku gadis nakal!" Daren mencoba membungkam gadis itu.

"Aku pastikan kau akan basah," Andrea tak mau kalah begitu saja.

"Andrea," Daren sudah tidak tahan.

"Aku memang ahlinya sayang," ucap Andrea kemudian terbahak melihat Daren sedang bingung mencari tempat untuk menghentikan mobilnya. Ia baru akan bersuara kembali ketika tiba-tiba Daren sudah menyambar bibirnya dengan lumatan panas yang tak bisa di tolak. Ia pun tersenyum ditengah balasan demi balasan atas pagutan hangat yang sangat ia rindukan itu.

Daren kembali melajukan mobilnya saat menyadari mereka masih dijalan. Bisa berbahaya jika ada orang yang melihat kemudian mengadukan pada istrinya. "Kita lanjutkan nanti," ucapnya sembari mengusap pelan bibir Andrea yang membengkak akibat ulahnya. Ia terus tersenyum melirik ke arah Andrea yang sudah tidak pendiam seperti sebelumnya. Sebagai pria dewasa ia tentu menyadari apa yang terjadi pada Andrea, namun ia tidak bisa melakukan hal yang sama karena memang tujuannya untuk mencari baby bukan untuk berkhianat pada istrinya. Ia hanya butuh seseorang yang bisa mengembalikan semangatnya setelah seharian bekerja. Selain istrinya tentu saja.

Andrea benar-benar takjub dengan tempat pilihan Daren kali ini. Lelaki itu sangat tahu bagaimana memanjakan wanita dan menikmati waktu hanya berdua. Lelaki itu menyewa tempat karaoke mewah hanya untuk membayar waktu beberapa bulan mereka yang terbuang karena kaki sialan Andrea dan sifat posesif Azka. "Kau memang luar biasa pak tua," puji Andrea membuat Daren tersenyum senang meskipun ada kata cibiran di sana.

"Kau harus membayar mahal untuk beberapa bulan mencampakkan aku," balas Daren tak mau kalah.

Andrea terkekeh. "Baiklah. Jadi lagu apa kesukaanmu, sayang?" Tanya Andrea yang kini sudah memegang remote untuk mencari pilihan lagu kesukaan Daren.

Daren berjalan mendekat mengikis jarak dengan gadis sewaannya itu dan langsung menyambar bibir seksi yang dirindukannya. Ia tak memberi kesempatan Andrea sekedar untuk membenarkan posisi berdirinya. "Aku sangat menginginkanmu," ucapnya saat melepas tautan bibir sesaat. Ia senang saat merasakan Andrea tersenyum ditengah ciuman itu.

avataravatar
Next chapter