17 Bab 17 Berdua

Azka terlonjak dari tidur siangnya begitu mengingat Andrea. Lelaki jangkung itu segera beranjak menuju kamar mandi dan mencuci wajahnya kemudian ke dapur untuk melihat persediaan makanan. Sudut bibirnya terangkat ke atas saat mendapati isi kulkasnya yang masih lengkap. Tanpa membuang waktu, Azka segera memotong beberapa sayuran dan mengeluarkan udang kemudian merendamnya dengan air hangat. Dengan begitu cekatan Azka memulai keahliannya memasak. Satu jam berlalu kini Azka tengah tersenyum puas dengan hasil karyanya meskipun pergulatannya dengan peralatan dapur barusan berakhir dengan kekacauan. Ia berlalu begitu saja menuju kamar untuk membasuh badannya yang lengket karena keringat setelah mengemas makanan ke dalam lunchbox.

Andrea duduk bermalas-malasan di ruang tengah sembari memainkan ponselnya. Ia menaikkan sebelah alisnya ketika mendengar bunyi bel. Menunggu beberapa saat untuk memastikan bahwa telinganya tidak salah dengar, ia pun memilih untuk membuka pintu seiring semakin tidak sabaran sang tamu tak undang yang terus memencet bel. "Apa yang kau lakukan?" pertanyaan sinis itulah yang menjadi pilihannya ketika melihat siapa gerangan sang tamu. Ia berdecak kesal dengan sangat kentara saat Azka masuk begitu saja bahkan tanpa membantunya. "Tamu macam apa kau ini? Masuk begitu saja tanpa di persilakan," gerutunya sambil menyusul lelaki yang sudah menghilang di balik tembok dapurnya itu. "Aku bisa memesan makanan kalau kau tidak tahu," kesalnya begitu melihat Azka menyiapkan beberapa hidangan di atas meja.

"Aku hanya akan menyuruhmu makan bukan berkomentar," jawab Azka yang tentu saja langsung membungkam Andrea telak. Lelaki itu berlalu menuju kulkas untuk mengambil air minum dan mengesah pelan karena tidak ada makanan yang berkurang dari kulkas gadis itu. Azka duduk dan menyantap makanannya dalam diam mengabaikan Andrea yang beberapa kali meliriknya. Ia tahu gadis di hadapannya ini pasti merasa heran dengan sikapnya, tapi biarkan saja. Yang penting Azka tetap bisa memperhatikan pola makan Andrea meskipun banyak menerima komentar dan gerutuan dari gadis itu.

Andrea sudah tidak sanggup lagi. Perasaannya menghangat seiring dengan semua perhatian manis yang diterimanya dari Azka. Ia merasa sudah jatuh pada pesona lelaki jangkung nan dingin itu. Beberapa kali menyangkal tapi semua berakhir sia-sia. Menghela napas berulang kali untuk menenangkan diri sendiri pun percuma karena lelaki di hadapannya ini akan terus ada di dekatnya saat di rumah.

"Dimana obatmu?" tanya Azka usai melihat Andrea melahap suapan terakhirnya.

Andrea terperanjat. "Di kamar," jawab Andrea. "Hei kau mau kemana?" teriak Andrea saat lelaki itu beranjak dan berlalu dari hadapannya. Dengan tergesa ia bangkit untuk menyusul. "Aakkkhhhh…," pekiknya saat merasakan sakit pada kakinya. Ia merutuki kebodohannya yang melupakan kaki pincangnya. "Azka,," teriaknya sembari berjalan tertatih. Ia mengesah lega saat melihat lelaki itu sudah keluar dari kamarnya dengan membawa obat. Ia dibantu Azka hingga sampai di ruang tengah.

"Aku ambilkan minum," ucap Azka tanpa menatap Andrea. Tapi ia tersenyum saat menyadari gadis itu mengangguk patuh. Tak lama ia sudah kembali dan duduk di samping Andrea. "Dasar gadis malas. Rapikan kamarmu" ucapnya kemudian meninggalkan Andrea yang diam saja. Ia membersihkan dapur Andrea dengan sangat telaten namun sedetik kemudian meringis mengingat kekacauan di dapurnya sendiri yang belum ia bereskan. Saat akan kembali ke ruang tengah, lelaki itu membuka kulkas dan menemukan buah-buahan yang ia beli sebelumnya. Tanpa di minta ia pun mengupas apel dan buah naga yang diketahuinya adalah kesukaan Andrea. "Makan buahmu," ucapnya sembari meletakkan potongan buah di atas meja.

"Aku masih kenyang," sahut Andrea segera. Ia tidak mengerti kenapa Azka sudah membawakannya buah padahal mereka baru saja selesai makan malam.

"Kamu makan nasi hanya sedikit. Bagaimana kakimu bisa segera sembuh kalau kamu saja susah makan seperti ini," ucapan panjang Azka ini membuat Andrea menatapnya dengan lekat.

"Ternyata kamu bisa berbicara sepanjang itu," gumam Andrea takjub.

Azka berdecak. "Jangan mencoba mengalihkan pembicaraan. Badanmu sudah kurus jadi jangan coba-coba berdiet," kesalnya.

Andrea terkekeh. "Aku tidak perlu diet jika hanya untuk menjaga bentuk tubuhku. Tuhan sangat menyayangiku," gadis itu tersenyum manis membuat Azka segera mengalihkan pandangannya. "Kenapa menghadap ke sana? Aku yang mengajakmu bicara ada disini," tambah Andrea sembari terkekeh menyadari sikap Azka.

"Diamlah," kesal Azka yang tak ingin memberi waktu Andrea berbangga diri. Padahal sejujurnya ia sedang berusaha menekan diabetes agar tidak merasuki tubuhnya akibat senyuman manis Andrea.

Tawa Andrea pecah. "Jangan malu-malu. Lihat aku," godanya sembari menowel dagu membuat Azka mendengus sebal. "Azka lihat aku," ulang Andrea masih dengan seringaian jahilnya.

"Aku hanya tidak mau kamu jatuh pada pesonaku kemudian tersakiti karena aku harus pergi," ucapan penuh percaya diri membungkam Andrea. "Pesonaku jauh lebih berbahaya dari sekedar senyuman manismu," ucapnya lagi disertai seringaian jahil. Membalas keisengan Andrea.

"Aku tidak akan jatuh pada pesona lelaki dingin sepertimu," elak Andrea dengan ekspresi wajah tak terbaca.

Azka tersenyum tipis. "Sikap dinginku justru bisa menghangatkan hatimu," ucapnya lagi begitu dekat dengan telinga membuat Andrea merinding. Sedetik kemudian ia meringis karena Andrea sudah melayangkan beberapa pukulan pada bahunya bahkan menjambak rambutnya.

"Katakan sekali lagi jika kau ingin pulang tanpa kepala," napas Andrea memburu karena menahan marah.

Azka tertawa. Hal yang sangat langka bisa dilihat oleh orang lain. "Kau menyeramkan bocah," ucapnya membuat Andrea kembali melotot tajam.

"Dasar menyebalkan," gerutuan Andrea hanya ditanggapi kekehan kecil oleh Azka.

"Rapikan kamarmu. Bagaimana kau bisa tidur dengan keadaan kamar yang sangat kacau? Kalau kau kesusahan aku akan mencarikan ART untuk membantumu membersihkan kamar, bagaimana?" ucap Azka panjang lebar.

"Tidak perlu. Aku bisa melakukannya sendiri meskipun kesusahan karena kaki sialan ini," ucapnya membuat Azka menoleh cepat.

"Jaga bicaramu," timpal Azka tidak suka dengan umpatan gadis di sampingnya itu.

"Kapan aku sembuh?" suara Andrea terdengar sedih membuat Azka tidak tega.

"Minum obatmu dengan rajin dan ingat pola makan yang teratur. Kau butuh kalsium agar cepat sembuh," ucap Azka sembari meraih kepala Andrea dan membawanya ke dalam dekapannya.

Andrea terisak pelan membuat Azka semakin merapatkan dekapannya. Melihat sisi rapuh gadis yang biasa ketus padanya ini membuatnya tersenyum tipis. Momen yang tidak pernah di bayangkan olehnya.

"Jangan terlalu banyak pikiran. Nanti kau sakit," hibur Azka. Lelaki itu kini sudah tidak sanggup untuk tidak menciumi puncak kepala Andrea. Dan ia pun melakukannya dengan sadar.

"Aku lelah," ucap Andrea berusaha melepaskan diri.

"Aku bantu ke kamar," ucap Azka melepas pelukannya meskipun belum ingin.

Andrea menggeleng. "Aku disini saja. Lebih gampang untuk kemana-mana," ucap Andrea sembari merapikan rambutnya yang sedikit berantakan dengan canggung.

Azka bangkit dan menggeser sofa di depan tv kemudian menggantinya dengan kasur lipat. "Istirahatlah," titahnya membuat Andrea mengangguk. "Hubungi aku jika kau butuh sesuatu. Besok aku akan bawakan ART untuk membantumu membersihkan apartemen ini," imbuhnya membuat Andrea kembali mengangguk.

Lelaki itu menuju dapur dan mengambil lunchbox miliknya. "Baiklah. Aku pulang, makan buahmu dan istirahat. Atau kau mau susu?" Azka seperti tidak rela meninggalkan gadis itu.

"Bisakah kau pergi setelah aku tertidur?" rengek Andrea. Hal itu mengingatkan Azka di hari gadis itu jatuh terkilir. Andrea melakukan hal yang sama. Azka hanya mengangguk untuk menanggapi permintaan gadis itu. Ia tersenyum melihat Andrea menikmati buahnya sembari menyaksikan acara tv. Gadis itu tidak lagi berbicara saat melihat Azka tak jadi pulang. Bahkan lelaki itu kini tengah sibuk dengan ponsel di tangannya. Entah apa yang sedang ia llakukan

"Kau ingin makan apa untuk besok pagi?" tanya Azka.

"Apa saja, tapi jangan terlalu berat. Bisa bengkak badanku kalau kau terus memasak makanan seperti tadi," ucapnya sembari mengerucutkan bibirnya.

Azka terkekeh. "Kau suka sup?" Azka kembali bertanya.

"Aku suka semua makanan. Tapi porsiku tak sebanyak itu," sahutnya segera.

"Tapi itu takaran normal untuk gadis seusiamu," jelas Azka.

"Aku tidak bisa makan terlalu banyak," Andrea masih membela diri membuat Azka menghela napas.

"Baiklah kau menang," pungkas Azka akhirnya. Tidak ada gunanya berdebat apalagi soal makanan.

***

Keesokan harinya Azka benar-benar membawakan sup untuk Andrea. Tapi ia tidak bisa menemani gadis itu untuk sarapan karena harus pergi. Ia pun meminta Andrea untuk memesan taksi saja saat ke kampus dan di setujui oleh gadis itu. Hari terus berganti tapi sikap Azka pada Andrea sama sekali tidak berubah. Ia tetap membawakan makanan untuk Andrea meskipun sudah ada Reyma disana.

"Jangan sampai kau jatuh cinta pada Azka, Andrea." Reyma meneguk minumannya.

"Jangan bicara sembarangan," sahut Andrea tidak terima.

"Aku serius. Ingat kuliah dan pekerjaanmu. Kalau kau pacaran maka semuanya akan berantakan," Reyma masih mempertahankan argumennya.

"Aku tidak jatuh cinta padanya." Andrea pun masih sama.

"Terserah kau saja. Dan satu lagi, jangan gunakan perasaanmu saat bersama Daren," Reyma tak menyerah begit saja.

"Aku jatuh cinta padanya," Andrea menyahut dengan santai.

"Jangan bodoh. Dia hanya menginginkanmu untuk kesenangan sesaat," Reyma memperingatkan secara tegas kali ini.

"Aku akan membuatnya bertahan denganku," ucap Andrea kemudian menutup kupingnya dengan headset agar tak mendengar apapun hang dikatakan oleh sahabatnya itu.

"Daren hanya mau tubuhmu, apa kau sudah gila?" Reyma masih menggerutu meskipun sudah di acuhkan oleh Andrea.

avataravatar
Next chapter