12  Bab 12 As You Wish, Baby

"Kenapa harus disini?" tanya Andrea.

"Disini kau bisa melihat sekitarmu dengan leluasa," jawabnya santai. "Kemarilah, kau mau makan apa?" katanya lagi membuat Andrea tersenyum senang.

"Samakan saja dengan pesananmu, aku bukan pemilih," sahut Andrea membuat Riko tersenyum nakal.

"Tapi kau memilih untuk tidur dibandingkan menemaniku," ejek Riko di sela senyuman yang belum hilang.

"Kau meminta sesuatu yang memang tidak seharusnya kau dapatkan," kesal Andrea membuat Riko terkekeh.

"Sudah berapa pria yang menikmati tubuhmu?" tanyanya membuat darah di kepala Andrea mendidih.

"Aku tidak semurah itu," kesal Andrea yang ditanggapi dengan kekehan Riko.

"Jangan bilang kau masih perawan adik kecil," ejek Riko sembari mengusap surai panjang Andrea.

Andrea memutar bola matanya malas. "Aku memang masih perawan Om," balasnya tak mau kalah membuat Riko semakin tak bisa menahan diri untuk tertawa.

"Sudah makanlah," ucapnya ketika sudah berhasil menghentikan tawanya bersamaan dengan pelayan yang datang membawakan pesanan.

Mereka pun makan dalam diam. Andrea memang tidak terbiasa makan sembari berbicara dan sepertinya hal itu juga berlaku bagi Riko. Andrea sesekali melirikkan matanya pada Riko, lelaki tampan yang cukup makan itu akan terlihat sangat mempesona jika tidak ada yang tahu bagaimana keganasannya di ranjang. Andrea segera menggelengkan kepalanya mengingat bagaimana lelaki itu dengan kasar memaksanya untuk melayani napsu.

Selesai makan, Riko masih mengajak Andrea mengobrol tentang kegiatan gadis itu dan juga tentang kesukaannya. Riko tahu Andrea adalah gadis belia yang tentunya sangat suka berbelanja dan jalan-jalan, jadi sebisa mungkin ia mengerti bagaimana tipe gadis di hadapannya itu. Sebagai lelaki yang sudah dewasa, ia tentu sedikit banyak sudah tahu bagaimana tipe para remaja dan gadis seusia Andrea, hanya saja menurutnya gadis di hadapannya itu sangat berbeda. Anggun, polos tapi tidak murahan seperti yang sempat ia pikirkan.

Usai lelah mengajak berbicara, Riko langsung mengantar Andrea ke apartemen tanpa mengajaknya berbelanja terlebih dahulu dan tak lupa segera memberikan bayaran untuk Andrea tanpa ada ucapan yang sekedar basa-basi membuat Andrea benar-benar canggung. Berbeda dengan Daren yang selalu memiliki bahan pembicaraan sehingga perjalanan mereka tidak pernah sunyi. Andrea menghela napas, entah mengapa saat ini ia sangat merindukan Daren. Ia bahkan tidak menerima kabar dari lelaki itu sama sekali. Entah di mana daddy-nya itu kini sekarang berada. Andrea tidak berani untuk menghubungi lebih dahulu karena takut jika lelaki itu sedang bersama dengan keluarganya. Usapan tangan lembut akhirnya menyadarkan Andrea dari lamunannya. Ia langsung salah tingkah saat menyadari wajah Riko kini sudah sangat dekat dengan wajahnya.

"Sampai bertemu akhir pekan," ucap Riko sembari mencium puncak kepala Andrea sebelum gadis itu turun dari mobilnya. "Ah ya, panggil aku baby, aku lebih suka itu dibanding kau memanggilku dengan nama," ucapnya lagi membuat Andrea tak bisa menyembunyikan senyumannya.

"As you wish baby," ucap Andrea dengan suara manja membuat Riko tersenyum nakal.

"Kau menggodaku," katanya sambil menarik tangan Andrea agar mendekat. Dengan segera ia pun melahap bibir cantik yang sudah sangat ingin ia jamahi sedari tadi. "Turunlah sudah malam," ucapnya kembali sesaat setelah menyudahi penjelajahannya.

Andrea mengangguk dan berlalu. Tak lupa memasukan amplop yang di berikan Riko ke dalam clucthnya. Ia pun berjalan dengan sangat cepat karena sudah tidak bisa menahan lelah yang kini merajai tubuhnya. Andrea ingin segera mandi dan merebahkan tubuhnya hingga ia tak menyadari bahwa dirinya saat ini sedang menjadi pusat perhatian seorang lelaki yang juga akan masuk ke dalam kamarnya. Andrea menyadari jika ada orang lain di sana ketika lelaki itu berdehem pelan. Andrea sontak mendongakan kepalanya dan sedikit terkejut mendapati Azka tengah memindai tubuhnya dari atas hingga bawah, namun sesegera mungkin ia mengalihkan pandangan karena tak mau melihat Azka semakin mencibir dirinya.

Azka yang melihat hal itu hanya menggelengkan kepalanya sebentar kemudian berlalu begitu saja tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Ia cukup terkejut melihat penampilan Andrea, tapi tak juga membuatnya berani berargumen. Mengingat jika dirinya bukan siapa-siapa dan lebih tepatnya lagi tak mau ikut campur dengan urusan orang lain.

Andrea kini sudah berada di dalam apartemennya. Tubuhnya terasa lelah karena seharian bepergian menemani Riko. Ia melirik tangannya yang kosong. Tersenyum kecut Andrea menghela napas pelan dan mengingat jika lelaki yang beru saja mengantarnya bukanlah Daren yang sangat ramah dan loyal. "Dasar pelit," gumamnya sembari terkekeh. Sembari membenamkan tubuhnya di dalam bathup, Andrea mengingat Riko. Lelaki kasar yang kini menjadi daddy-nya itu ternyata tidak hanya mesum, tetapi juga pelit. Andrea menghela napas lelah kemudian memejamkan matanya. Ia pun segera membuka matanya kembali saat bayangan tatapan tak suka Azka saat tadi mereka bertemu bersiborok dalam ingatannya. Andrea menggeleng kepala kuat untuk menghilangkan jejak tatapan itu tapi gagal. Pandangan tajam mata Azka terlalu meluruhkan semua akal sehatnya. "Apa yang kamu pikirkan sekarang tentang aku?" gumamnya sambil menatap dinding kamar mandi yang berwarna coklat. Sekali lagi, Andrea menghela napas frustasi. Sebenarnya ia tak ingin Azka melihatnya sedang seperti itu, tapi bagaimana lagi semua sudah terlanjur. Ibarat nasi sudah menjadi bubur jadi tidak akan mungkin bisa di masak lagi menjadi nasi atau yang lain. Andrea menyudahi acara berendamnya dan segera mengambil kimononya. Ia mengeringkan rambut basahnya asal kemudian menghujam ke kasur dan menenggelamkan tubuhnya pada selimut tebal. Perlahan memejamkan mata dan masuk ke dalam alam mimpi melupakan semua hal gila yang telah terjadi hari ini.

*****

Andrea menggeliat saat mendengar jam wekernya sudah berdering. Ia tidak merasa menghidupkan alarm tapi bagaiman mungkin itu bisa berbunyi sendiri dan mengganggu tidurnya. Dengan sangat malas, Andrea pun bangun dan mematikan wekernya. Usai membersihkan wajah dan mengenakan baju santai, Andrea berniat keluar apartemen untuk sekedar membeli sarapan. Ia sangat malas memasak. Namun belum jauh ia melangkah, namanya sudah di gumamkan oleh seseorang dan memaksanya untuk menoleh. Andrea tersenyum manis memandang tetangga sebelah kamarnya itu.

Ia pun mengikuti ajakan tetangga kamarnya itu untuk olahraga bersama di lapangan kecil yang memang di sediakan untuk penghuni apartemen. Sejenak Andrea tertegun melihat lapangan yang bisa ia gunakan untuk olahraga, bahkan ada juga yang sedang bermain futsal. Bagaimana selama ini ia bisa tidak tahu? Andrea menggelengkan kepalanya pelan menyadari bahwa ia terlalu sibuk menjadi sugar baby hingga tidak mempunyai waktu untuk sekedar menikmati pemandangan sekitar apartemennya. Karena terlalu bersemangat, Andrea tidak melakukan pemanasan dan langsung melakukan senam. Ia begitu senang karena ada tetangga yang mengingatkannya untuk berolahraga untuk menjaga kesehatannya di tengah kesibukan yang sedang ia jalani.

"Akkkhhh," jerit Andrea tiba-tiba saja menghentikan kegiatan senam yang sedang asyik-asyiknya itu. Semua mata tertuju pada gadis yang sedang meringkuk memegang pergelangan kakinya itu termasuk Azka yang ternyata juga ada di sana. Menyadari semua orang memperhatikannya, Andrea mengangkat kepalanya dan langsung bertemu tatap dengan Azka. Wajah lelaki itu sangat datar saat menatapnya membuat Andrea mendengus kesal di tengah ringisan.

"Dasar bodoh. Bagaimana bisa kau berolahraga tanpa melakukan senam lebih dulu?" kesal Azka sembari membantu Andrea berdiri.

Andrea diam saja tidak menjawab. Ia sedikit canggung dan segan melihat Azka sekarang begitu dekat dengan dirinya, bahkan aroma wangi lelaki itu juga tercium olehnya. Ia hanya sesekali melirik lelaki yang masih saja mengomel tidak jelas sembari melihat kakinya yang terkilir. Tanpa Andrea tahu kini tiba-tiba Azka sudah mengangkat tubuhnya ke atas punggung kokoh lelaki itu. "Apa yang kau lakukan?" pekik Andrea saat Azka kini mulai berjalan.

"Diamlah," ucap Azka tanpa bisa di bantah oleh Andrea.

Setelahnya tidak ada lagi obrolan diantara keduanya. Andrea bahkan terlalu nyaman menyandarkan kepalanya di punggung Azka yang begitu hangat. Ternyata berada di dekat Azka membuat jantung Andrea seperti lomba marathon. Lelaki itu benar-benar berbahaya bagi kesehatan jantung. Andrea sedikit menjauhkan kepalanya dan menatap punggung kokoh itu sekali lagi. Tak terasa pipinya kini tengah merona dan senyuman manisnya tak bisa serta merta menghilang begitu saja. Ternyata lelaki itu peduli padanya, hal itu tentu saja membuat Andrea sangat senang.

"Masukkan kombinasi paswordmu," ucap Azka saat mereka sudah berada di depan pintu kamar membuat Andrea tersentak kaget.

Dengan bantuan Azka, Andrea akhirnya sampai di ruang tamu apartemennya. Ia dan Azka terjebak dalam situasi yang sangat canggung. Mereka tidak tahu harus memulai pembicaraan darimana. Benar-benar tidak menguntungkan bagi siapapun.

"Terimakasih," ucap Andrea pada akhirnya. Ia mendesah kecewa karena tak mendapatkan respon apa pun dari Azka. Bahkan lelaki itu kini bangkit dari duduknya dan menuju entah kemana. Andrea tak bisa menolehkan kepalanya karena terlalu takut kecewa jika lelaki itu kembali mengabaikannya. Namun ia kembali terkejut saat Azka menarik kakinya dan mengompreskan air hangat di sana. Tanpa suara tentunya. Andrea memutar isi kepalanya hingga 360' untuk memulai pembicaraan namun hasilnya nihil. Ia terus terdiam hingga merasakan nafas dengan bau mint yang begitu menyegarkan berada tepat di depan wajahnya. Andrea menelan salivanya susah payah saat wajah Azka kini sangat dekat bahkan nafasnya mengenai permukaan wajahnya. "Apa?" ucapnya dan langsung terhenti ketika Azka membuka bibirnya dan bergerak mendekat hingga….

avataravatar
Next chapter