webnovel

PROLOGUE

MONOLOG RENDY BURHANUDDIN - KEHIDUPAN YANG MONOTON

Aku Rendy Burhanuddin, sebenarnya

dalam cerita ini Aku bukanlah satu-satunya karakter utama, Aku hanya sekian dari beberapa karakter biasa di cerita ini.

Kau tau, hanya karakter yang sedang difokuskan saja. Baiklah, Aku ulang sekali lagi, namaku Rendy Burhanuddin, Aku adalah tahun ketiga SMP negeri di Abror Academy.

Kau tau? Aku sangat tidak suka kekerasan, mengapa? Kau pikir saja sendiri, kekerasan hanya mengakibatkan rasa sakit. Karena itu Aku berusaha menghindari perkelahian.

Aku memiliki trauma masa lalu, dimana trauma itu Aku hampir saja menyelakai temanku.

Sangat ironis, setelah kejadian itu Aku kehilangan teman-temanku, mereka menghindariku, itulah akhir dari perbuatan kekerasan.

Aku sama sekali tidak tertarik dengan hal-hal yang berbau kekerasan. Kekerasan hanya menciptakan permusuhan bagi orang itu sendiri, setiap orang pasti membutuhkan seorang teman.

Ya karena hakikatnya manusia itu adalah makhluk yang bersosialisasi, untuk seorang sepertiku, Aku sangatlah berhati-hati bila berteman, maka dari itu tidak seperti yang lainnya.

Aku hanya memiliki beberapa teman di SMP ini, itupun salah satunya karena teman sebangku. Tapi dia memanglah sahabatku, Suryadi.

Suryadi adalah teman sebangkuku, Dia sangatlah baik, dia menerimaku apa adanya tanpa memandang ras ataupun etnis. Tidak seperti lainnya, Suryadi memiliki sifat yang lembut dan lucu, dia selalu melawak. Dia juga selalu menemaniku bermain game online, ya walaupun tidak begitu pro sih...

Kembali ke topik awal, ini masih tentang diriku. Dan beberapa pertanyaan yang selalu menyangkut di dalam kepalaku.

Pernahkah kau berpikir tentang apa yang ada dalam pikiran anak-anak sekarang?

Anak-anak sekarang dalam notabane yang suka berkelahi, membuat geng, dan hobi mencari keributan?

Bukankah mereka hanya memikirkan hal yang tidak bermanfaat?

Maksudku, untuk apa bergaya layaknya sang penguasa di sekolah? Bergaya layaknya jagoan, agar apa? Agar ditakuti?

Apakah seperti ini masa remaja? Aku sama sekali tidak mengerti tentang hal itu. Padahal tinggal menjalani kehidupan sewajarnya saja, mereka berkelahi dengan siswa lain, mendapat masalah, lalu masuk ruang BK.

Pertanyaan ini juga selalu melintas di kepalaku, apakah anak seperti mereka memikirkan masa depan? Kurasa ini akan menjadi pertanyaan yang tidak pernah ku tanyakan kepada siapapun.

Berpikir tentang sekolah, Aku sama sekali tidak mengerti mengapa Aku harus mempelajari Matematika, apakah benar bahwa itu akan berguna bagi masa depan?

Terkadang Aku berpikir bagaimana masa depanku, seperti apa pekerjaan yang Aku dapatkan nanti, dan bagaimana kehidupanku nanti. Itulah yang selalu mengganggu pikiranku.

Dulu Aku sempat berpikir bahwa sekolah hanyalah tempat sekedar menulis, mengisi, dan belajar, berulang-ulang kali dari pagi sampai sore lalu pulang lagi, lalu aku berpikir kembali apakah Aku terjebak dalam siklus kehidupan yang monoton seperti ini selama 9 tahun?

Dan akhirnya lulus lalu melanjutkan sekolah kejenjang SMA dan mengulang siklus yang monoton ini lagi.

Namun Aku telah mendapatkan jawabannya, di masa remaja ini adalah kesempatanku untuk berpikir tentang jalan hidupku, prinsipku yang akan menjadi pegangan ketika dewasa nanti, ini adalah jenjang pencarian bakatku.

Agar Aku tak tersesat di masa mendatang dan agar Aku dapat terbebas dari siklus kehidupan yang monoton ini.

Dengan kata lain, Aku harus mencari jalan keluar alternatif tanpa jalan pintas untuk terbebas dari siklus sekolahan ini, mencari jati diri dan bakat yang terpendam dalam diriku untuk masa depanku.

Lalu Aku berpikir kembali, apakah nanti kehidupan setelah kelulusan akan menjadi seperti apa? Apakah hanya menjalani pekerjaan? Lalu tidak ada bedanya dengan masa ini? Bangun pagi, bekerja, pulang, lalu memulai lagi kehidupan yang monoton. Ah, persetan dengan hal itu!

Sebenarnya seperti apa sistem hidup ini? Apakah hanya ada kemonotonan saja?

Sampai sekarang Aku masih mencari jawabannya, entah mengapa Aku merasa terjebak dalam sistem industri, bagaimana tidak? Siklus seperti ini, dengan kata lain.

Aku lahir, lalu sekolah, bekerja, dan mati. Hanya seperti itu tatanan kehidupan ini, seperti sistem hidupku hanya berpatok pada materi, siklus kehidupan yang paling tidak Aku mengerti.

Ah, Aku pusing, memikirkan sesuatu yang seharusnya anak seusiaku tidak perlu memikirkannya.

Selamat datang di cerita membosankanku dimana sebuah skenario yang berlayar melewati arus kehidupan dalam aliran waktu.

Tirai terbuka pada hari Senin tanggal 22 Juli di sebuah sekolah menengah pertama negeri terkemuka di Bekasi tepatnya di distrik Jatisampurna.

Abror Academy.

Next chapter