webnovel

Part 1: Mempersunting sang Sekretaris

Saat ini Ashila sudah sampai di Bandung setelah mendapatkan kabar lewat telepon bahwa kios sayur-sayuran kedua orangtuanya ludes dilahap api. Saat ini waktu sudah menunjukkan tengah malam, dengan Ashila sudah tiba di ruko sayur-sayuran milik kedua orangtuanya berada, api yang melahap habis beberapa kios pedagang-pedagang di pasar sudah padam. Sepertinya petugas pemadam kebakaran sudah menjalankan tugasnya. Sedangkan suasana masih ramai, banyak sekali orang-orang yang berdatangan melihat kios yang sudah tidak berbentuk itu.

Ashila langsung menangis dengan kencang, bagaimana nasib kedua orangtuanya saat ini? Sedangkan mata pencaharian mereka hanya sebagai pedagang di pasar.

"Putri ..." Ashila memanggil adiknya, gadis cantik berusia 18 tahun itu menoleh dan segera berlari ke arah sang kakak. Mereka berdua saling menangis dalam pelukan.

"Kakak ... bagaimana setelah ini nasib keluarga kita?" Ashila mengusap punggung adiknya. Seingatnya ia masih mempunyai uang tabungan yang cukup untuk modal kedua orang tuanya.

"Dimana, Ibu dan Ayah?" Ashila melepaskan pelukannya, tangannya mengusap air mata yang membasahi wajah adiknya.

"Ada di rumah, tadi Ibu pingsan, jadi Ayah membawanya pulang."

"Kalau begitu, ayo kita ke rumah. Kakak ingin bertemu dengan Ibu dan Ayah."

***

Pagi ini tidak mungkin Ashila berangkat ke kantor, ia berniat ingin meminta izin kepada Rivaldo, semoga saja bos nya itu mau memaklumi keadaan Ashila.

"Halo Ashila, ada apa? Tumben sekali kau menelfonku sepagi ini?" ucap Rivaldo diseberang sana, mengingat waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi.

"Maaf, Pak sudah mengganggu waktu paginya. Saya mau meminta izin, hari ini saya tidak bisa masuk kantor, karena orang tua saya sedang mengalami musibah, Pak. Kios kami di pasar mengalami kebakaran semalam." jawab Ashila dengan suara lirihnya.

"Bagaimana kondisi keluargamu saat ini? Mereka selamat?"

"Mereka tidak ada yang terluka, Pak. Karena kebetulan orang tua saya sudah pulang satu jam sebelum kejadian."

"Syukurlah kalau begitu ... tidak apa-apa, kau bisa libur hari ini."

Kemudian telfon pun ditutup. Sebuah seringaian muncul diwajah Rivaldo, tiba-tiba saja ia terfikir akan sesuatu yang bisa dikatakan licik. Mau bagaimana lagi? Rivaldo sudah meminta Ashila untuk menjadi istri keduanya secara baik-baik. Namun justru penolakan secara mentah-mentahlah yang Rivaldo dapatkan. Sedangkan hak waris miliknya haru memiliki keturunan, dan Lunaㅡ istri dari CEO pengusaha ternama itu tidak bisa memberikan keturunan. Alhasil ia meminta Ashila untuk menjadi istri rahasia untuknya, dan melahirkan anak untuk penerus dari perusahaannya kelak.

Jahat memang, namun mau bagaimana mana lagi? Ashila tidak bisa diminta secara baik-baik, maka jangan tanyakan Rivaldo kalau tidak bisa menggunakan cara lain. Bahkan cara kotor sekalipun.

Rivaldo mendial nomor orang kepercayaannyaㅡ Adnan. Adnan ditugaskan secara langsung untuk mencari informasi secara detail, memata-matai musuh bisnisnya dan tentu saja membereskan semua kekacauan tanpa terlihat, terdengar ataupun tercium. Rivaldo selalu mengandalkannya, karena Adnan tidak pernah mengecewakannya.

"Adnan. Tolong cari tau tentang keluarga sekretarisku Ashila Aruna di Bandung. Cari tau juga tentang kondisi keuangan mereka. Aku menunggu informasi darimu siang ini." perintah Rivaldo dengan suara tegasnya.

"Baik, Pak. Saya akan memberikan informasi yang sangat detail kepada anda mengenai keluarga Noona Ashila."

Kemudian Rivaldo menutup telfonnya, seringan kembali muncul di wajah tampannya.

***

Kinerja Adnan memang sangat cepat dan rapih, hanya selang waktu beberapa jam saja segala informasi tentang keluarga Ashila sudah berhasil ia dapatkan.

Pria blasteran Indo-China itu menemui bos nya di kantor usai makan siang. Adnan memberikan berkas yang berisikan data lengkap beserta foto-foto bukti.

"Dari hasil yang saya dapatkan, keluarga Ashila di Bandung adalah keluarga yang sederhana, Pak. Penghasilan mereka hanya dari berjualan di pasar, adik Noona Ashila bernama Putri Alawiyah yang masih duduk di bangku SMA, selama ini biaya sekolah Putri Alawiyah merupakan tanggung jawab Noona Ashila. Dan dari info yang saya dapatkan juga, keluarga Ashila terlilit hutang di bank yang jumlahnya cukup besar dan minggu-minggu ini adalah jatuh temponya. Jika tidak membayar, kemungkinan rumahnya akan disita oleh pihak bank." ucap Adnan menjelaskan kepada Rivaldo dengan sangat rinci.

Rivaldo mengerutkan dahinya, sepertinya terlihat semakin menarik. Ia akan menjalankan rencananya kali ini.

"Tolong kamu hubungi pihak banknya dan bernegosiasilah dengannya agar mereka menagih hutang orangtua Ashila hari ini juga." Rivaldo kembali memberikan perintah kepada Adnan.

"Baik, Pak. Saya akan menghubungi pihak bank yang bersangkutan." kemudian Adnan pun keluar dari ruangan Rivaldo.

***

Mobil mewah Rivaldo melesat menuju Bandung, beberapa menit yang lalu Adnan memberikan kabar bahwa pihak bank setuju untuk menagih hutang orang tua dari Ashila yang jumlahnya puluhan juta rupiah itu.

Ia memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, semoga Rivaldo sampai Bandung pada waktu yang tepat.

Saat Rivaldo sampai di rumah Ashila, pihak bank rupanya sudah lebih dulu berada di sana, syukurlah ia datang di waktu yang tepat. Rivaldo memasuki pekarangan rumah itu, rumah kecil yang terlihat sangat sederhana.

Sedangkan Ashila terkaget mengetahui bahwa ternyata selama ini orangtuanya memiliki banyak hutang di bank, mereka tidak pernah memberitahukan padanya. Bahkan jumlahnya sangat fantastis. Wanita cantik itu kembali meneteskan air matanya, ia tak mempunyai tabungan yang cukup untuk melunasi semua hutang orangtuanya yang sangat banyak itu.

"Anda harus membayar hutang dalam minggu ini. Kalau tidak, maka rumah ini akan kami sita." ucap seorang laki-laki yang mengancam, Bimaㅡ ayah Ashila.

"Maafkan kami, Tuan. Kami baru saja mendapat musibah semalam, kami menderita kerugian yang banyak karena kebakaran kios kami di pasar." ucap Bima memohon dengan menangkupkan kedua tangannya.

"Kalau anda tidak mau rumah ini disita. Maka cepat lunasi hutangnya. Kami sudah memberikan anda kelonggaran selama ini." seseorang yang lain ikut mengancam.

"Tolong beri kami waktu lagi, Tuan." kali ini suara Ashila.

Rivaldo melangkahkan kakinya semakin mendekati pintu utama, ia sudah mendengar dengan jelas obrolan orang-orang di dalam.

"Permisi ... biarkan saya yang membayar hutang, Tuan Bima dan Nyonya Amara." ucap Rivaldo dengan suara tegasnya. Kemudian ia membungkukkan badannya dengan sopan ke arah orangtua Ashila.

"Pak Rivaldo?" Ashila sangat terkejut melihat bos nya yang sudah berada di rumahnya.

"Selamat sore, Tuan Bima dan Nyonya Amara. Perkenalkan saya Rivaldo, atasan dari Ashila di kantor." pria tampan itu memperkenalkan dirinya.

"Pak Rivaldo, untuk apa Bapak kemari?"

"Saya ingin berkunjung ke rumah orangtuamu, Ashila. Keluarga sekretarisku baru saja mendapat musibah, akan lebih baik jika saya berkunjung kemari buka?" jawab Rivaldo dengan wajah yang menampakkan senyum khasnya.

"Ngomong-ngomong, tulis hutang Tuan Bima dan Nyonya Amara di sini. Saya yang akan melunasinya." Rivaldo menyerahkan selembar cek kepada seorang petugas bank.

"Kau tidak perlu melakukan ini, Pak Rivaldo." Ashila tidak mau ia merasa berhutang budi kepada Rivaldo.

"Tidak apa-apa, aku hanya ingin membantumu dan keluargamu."

Entah hanya perasaan Ashila saja atau memang benar. Namun ia mempunyai feeling yang tidak baik dari Rivaldo, mengingat bahwa bos nya itu sedang mengincarnya untuk menjadikan Ashila sebagai istrinya.

"Sekarang hutang anda sudah lunas, Tuan Bima. Kalau begitu kami permisi." kemudian para petugas bank yang menagih hutang pun pergi dari rumah Ashila.

"Tuan ... apa anda CEO dari Januar Corp?" ucap Bima.

"Benar, Tuan. Saya Rivaldo Januar." Rivaldo kembali tersenyum ramah.

"Terimakasih banyak, Tuan Rivaldo. Terimakasih banyak." Bima hendak berlutut di hadapan Rivaldo. Namun segera dapat Rivaldo cegah.

"Tidak perlu sampai seperti ini, Tuan Bima. Saya senang bisa membantu kalian."

"Kalau bukan karena kebaikanmu, mungkin kami sudah diusir dari rumah ini." ucap Amaraㅡ ibu dari Ashila dengan wajah yang sedih.

"Sekali lagi terimakasih banyak, Tuan."

Pria Januar itu hanya tersenyum memamerkan lesung pipinya.

"Ashila ... ternyata bos mu di kantor sangat tampan." ujar Nyonya Amara yang terkagum dengan ketampanan luar biasa Rivaldo. Dan pria tampan itu hanya tersenyum mananggapinya. Sementara Ashila sudah memutar bola matanya malas.

'Tampan, tapi menyebalkan.' batin Ashila menggerutu.

"Saya dengar kios anda di pasar baru saja terbakar tadi malam?" Rivaldo mulai merencanakan aksinya. Sepertinya mengambil hati orangtua Ashila tidak akan susah.

"Benar, Tuan. Semuanya habis dilalap api." jawab Tuan Bima dengan wajah sedihnya.

"Apa semua barang-barang jualan kalian juga ikut terbakar?"

"Iya, Tuan. Semuanya terbakar, kami sudah tidak tau harus bekerja apa lagi, karena kerugian yang menimpa kami sangat besar."

"Bagaimana kalau saya membantu kalian satu kali lagi?" ucap Rivaldo dengan suara yang tenang.

"Membantu apa, Pak Rivaldo?" suara Ashila terdengar dingin.

"Saya akan memberikan kalian sebuah toko yang besar, lengkap dengan isinya, dan saya pun akan memberikan uang modal untuk kalian. Tolong jangan ditolak, karena saya benar-benar sangat ingin membantu keluarga sekretaris saya. Kinerja Ashila di kantor sangat bagus, dia sudah sangat sering membantu saya, jadi saya ingin sekali membalas kebaikan dia selama ini."

Ashila menghela nafas mendengar ucapan dari bos nya itu.

"Tolong kalian terima bantuanku lagi kali ini." pinta Rivaldo lirih.

Tuan Bima dan Amara pun saling berpandangan, mereka sangat tertegun dengan kebaikan Rivaldo. Padahal baru saja beberapa menit yang lalu pria tampan itu melunasi hutang mereka, lalu kini memberi mereka modal untuk kembali membuka usaha.

"Tapi ... apa tidak terlalu berlebihan, Tuan Rivaldo? Anda baru saja membantu kami melunasi hutang-hutang kami?" ucap Tuan Bima dengan hati-hati.

"Tidak masalah, Tuan Bima. Saya justru senang bisa membantu kalian."

"Tapi saya mempunyai permintaan kepada kalian." Rivaldo kembali melanjutkan.

"Permintaan apa, Tuan Rivaldo? Kami akan berusaha memenuhinya." kali ini Nyonya Amara, ibu Ashila yang berucap.

Sebelum Rivaldo mengatakan maksudnya, ia melirik ke arah Ashila, rupanya wanita cantik itu pun sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ashila sangat gugup sekarang, sepertinya feeling nya selama ini benar.

"Saya bermaksud untuk meminta izin menikahi anak sulung anda yang bernama Ashila Aruna."

Next chapter