webnovel

C H A P T E R 1

Kualanamu International Airport, Medan, Indonesia

Camille turun dari mobil sembari menggeret kopernya menuju ke dalam bandara. Hari ini adalah hari penerbangannya ke Vietnam setelah berhasil mendapat cuti dari wanita tinggi dan langsing di sebelahnya. Cassie Orlaith, wanita yang menempati posisi CEO di tempat Camille bekerja.

Saat hampir memasuki ruang check-in, Camille memberhentikan langkahnya dan berbalik menatap wanita yang ia miliki satu-satunya di dunia ini. Wanita yang menjadi pengganti Ibunya setelah Ibunya pergi meninggalkannya untuk selamanya.

"Remember! Kamu cuti selama dua minggu dan kakak nggak akan tambahin waktu lagi untuk kamu. Itu sudah cukup lama apalagi kalau abang kamu tau kamu minta tambah waktu, dia bakalan marah besar," cerocos Cassie panjang lebar namun Camille hanya terkekeh dan mengangguk-ngangguk.

"Kakak serius, Cam!"

Camille berhenti terkekeh, "Yes, i know. Tapi sepertinya Kak Carl nggak akan pernah bisa marah besar sama aku," balas Camille dengan jawaban dan pandangan remehnya.

Carl atau nama lengkapnya Carlson Orlaith, kakak tertua Camille Orlaith yang menempati posisi direktur menggantikan posisi Ayahnya yang sudah tiada. Carlson Orlaith yang selama ini mengurus keluarganya setelah kepergian Ayah dan Ibunya. Jika Camille menganggap Cassie sebagai pengganti Ibunya maka Camille juga menganggap Carlson sebagai pengganti Ayahnya. Mereka berdua sangat menyayangi Camille seperti Ayah dan Ibunya yang sangat menyayanginya.

Bicara tentang Carlson Orlaith, hari ini ia tidak bisa menemani Camille ke bandara lantaran meeting penting yang wajib ia hadiri sehingga ia menyuruh Cassie untuk menggantikannya.

"Kamu bakalan kaget kalau lihat kak Carl marah besar. Jangan coba-coba, Cam." Cassie memperingati adiknya yang terlihat meremehkan Carlson.

"Ya, i know. Aku sudah harus masuk sekarang. See you soon. Titip salam juga buat Kak Carlson. Love you guys!" ucap Camille lalu mencium pipi Cassie sebagai tanda perpisahan sementara.

Cassie mengangguk dan tersenyum, "Take care, Camcam! Love you too. Jangan lupa kabarin kalau sudah sampai," balas Cassie sembari melambai pada Camille yang sudah hampir memasuki ruang check-in.

Camille mengedipkan sebelah matanya sembari melambai dan memberikan flying kiss pada Cassie. Will miss you guys so much. Batin Camille sebelum akhirnya ia masuk ke dalam ruang check-in dan menghilang dari pandangan kakaknya.

Camille menghembuskan nafasnya setelah dirinya duduk di kursi pesawat dan sedang menunggu pesawat take-off. Camille merasa berat meninggalkan kedua kakaknya namun ia benar-benar butuh refreshing sekaligus memperbaiki otak dan hatinya yang bodoh karena telah mencintai pria brengsek yang ternyata sudah menduainya selama dua tahun dan ia tidak menyadarinya.

Beruntung kedua kakaknya tidak banyak bertanya perihal dirinya yang tiba-tiba ingin liburan padahal dari dulu Camille tidak bisa berpergian jauh tanpa ditemani seseorang. Namun ia tahu kedua kakaknya penasaran tetapi mereka menghargai privacy Camille dan memutuskan untuk tidak bertanya dan terus mendukung apa yang Camille lakukan. Itulah sifat yang Camille sukai dari kedua kakaknya. Mereka sangat pengertian dan tidak pernah memaksa. Mereka juga sangat menyayangi Camille. Siapapun yang menyakiti Camille mereka akan menghabisi orang itu sehingga Camille memutuskan untuk tidak menceritakan Kyle yang telah menyakitinya karena jika ia menceritakannya maka ia akan mendengar kabar kematian mantan kekasihnya sepulang dari Vietnam.

Lelah setelah melamun sepanjang penerbangan, tanpa sadar Camille pun memejamkan matanya dan terbawa ke alam mimpi.

°•°•°

Noi Bai International Airport, Hanoi, Vietnam

Camille berdiri di depan bandara sembari menunggu kedatangan taksi. Camille menatap nomor plat yang tertera di kertas di genggamannya dengan matanya yang sibuk menatap nomor plat di mobil yang berlalu lalang.

Sebuah mobil Xpander yang menjelma menjadi taksi berhenti di depannya. Camille menatap plat mobilnya dan ternyata ini taksinya. Supirnya turun dan membantu meletakkan koper Camille di bagasi mobil. Mobil pun melaju setelah keduanya masuk ke dalam.

Suasana di mobil hening sekali. Supirnya juga tidak mencoba untuk mencairkan suasana. Mungkin dia ragu untuk berbicara dengan turis, pikir Camille.

Camille mengeluarkan ponselnya lalu mengirimkan pesan untuk kedua kakaknya bahwa ia sudah sampai di Vietnam. Mereka membalasnya dengan cepat dan hanya menyuruh Camille untuk berhati-hati di negara orang karena ia pergi sendiri jadi tidak ada siapapun yang bisa menolongnya jika terjadi sesuatu kecuali keberuntungan sedang berpihak padanya. Itu balasan mereka dan Camille hanya membalasnya dengan 'ok'.

"Đã đến," ucap supir itu dengan taksinya yang sudah berhenti. [ Sudah sampai ]

"Oh ? Here ?" tanya Camille apakah ini tempatnya dan supir itu mengangguk. Camille pun turun dan mengambil kopernya lalu menyodorkan beberapa lembar uang pada supirnya sesuai dengan argo. Lumayan mahal. Jika dirupiahkan sekitar dua ratus ribuan hampir mencapai tiga ratus tergantung jarak.

Taksi itu segera melaju meninggalkan Camille. Camille berdiri di trotoar dengan matanya yang menatap sekeliling. Tidak ada satupun tulisan yang menulis 'Spring Flower Hotel' di sekitarnya. Camille bingung. Ia menghampiri seorang pedagang kaki lima dan bertanya tentang hotel dengan nama 'Spring Flower Hotel'.

"Oh. Emm...this...you walk emm st-straight and right and left," ucap pedagang itu dengan terputus-putus namun Camille mengerti dengan apa yang pedagang itu bicarakan. Camille juga tahu bahwa beberapa rakyat Vietnam tidak bisa belajar bahasa Inggris karena mahalnya biaya kursus. Bahkan pedagang ini sudah lumayan jika bisa berbahasa Inggris sedikit.

"Thankyou," balas Camille dan pedagang itu tersenyum ramah sembari mengangguk. Okay, Camille kesal sekarang. Supir taksi itu menipunya dengan berkata bahwa Camille sudah diantar sampai tempat tujuan. Ingin marah tetapi sudah lewat dan rasanya tidak berguna lagi. Lebih baik ia mencari hotel itu karena badannya sudah cukup lelah setelah transit di Singapore sebelum akhirnya sampai di Vietnam, Hanoi. Dan sekedar informasi ini sudah pukul 7 malam. Supir taksi itu meninggalkannya di tengah kota Hanoi beruntung di sekitarnya ramai jadi ia tidak perlu takut. Huft.

Camille berjalan dengan tangan kanannya yang menggeret koper sembari menatap sekitar yang terlihat ramai akan pedagang kaki lima dilengkapi pengunjungnya membuat kota Hanoi sangat ramai di malam hari.

Camille menghembuskan nafas lelah setelah dirinya menemukan hotel tempat ia tinggal selama dua minggu ke depan. Pintu hotel terbuka dan muncullah seorang pria dengan seragam khas pekerja hotel menyapanya sembari tersenyum ramah.

"Welcome to Spring Flower Hotel." Camille tersenyum sembari membungkuk membalas sambutan ramah dari pekerja hotel yang berdiri di dekat pintu itu. Camille melangkah menuju reception sembari menggeret kopernya.

Camille berdehem, "Excuse me."

"Tôi có thể giúp gì ?" tanya sang resepsionis membuat dahi Camille mengerut. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang diucapkan resepsionis dihadapannya ini. [ Ada yang bisa kubantu ? ]

Camille menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan kembali berdehem, "Can you speak English ?"

Sang resepsionis itu akhirnya mengerti kemudian memanggil rekan kerjanya yang sedang duduk di kursi yang terletak di samping meja reception, "Dax, giúp tôi dịch nó." [ Dax, bantu aku mengartikannya. ]

Rekan kerjanya itu berdiri dan menghampiri meja resepsionis sembari tersenyum kecil membuat Camille menoleh sesuai arah pandangan sang resepsionis.

Oh my god! Gantengnya. Sumpah ini lebih ganteng daripada Kyle si bajingan itu! Look at that lips. Okay stop it Cam! Batin Camille menjerit melihat ketampanan pekerja hotel yang melebihi ketampanan mantannya.

"Where are you from ?" Lamunan Camille buyar seketika saat pekerja hotel dihadapannya bersuara. Sebelum menjawab, Camille mencuri pandang pada name tag yang terletak pada samping kiri baju pekerja hotelnya. Daxler Brinx, hmm nama yang bagus sesuai dengan wajah tampannya.

"I'm from Indonesia." Camille berusaha menunjukkan senyuman termanisnya.

Daxler mengangguk sopan, "Ada yang bisa kubantu ?" tanya Daxler dengan bahasa Indonesia yang begitu fasih membuat Camille membeku dalam sekejap.

Dia orang Indonesia atau memang bisa bahasa Indonesia ?! Oh my god! Paket lengkap! Sudah ganteng, bisa bahasa Inggris, bahasa Indonesia, mungkin bisa bahasa lain lagi ?

"Ya, aku akan tinggal disini selama dua minggu." Camille berusaha melembutkan suaranya saat berbicara agar pria dihadapannya tidak ilfeel.

"Apa Anda sudah memesan kamar melalui website ?" tanya Daxler dengan suaranya yang-uh! Sangat menggoda.

Camille mengangguk, "Ya, aku sudah memesannya dua hari yang lalu. One double bed."

Camille menatap Daxler yang terlihat sedang menjelaskannya pada resepsionis menggunakan bahasa Vietnam sebelum akhirnya resepsionis itu mengecek komputernya.

"Atas nama siapa ?"

"Camille Orlaith."

"Nama yang indah."

"Eh ?" Samar-samar Camille mendengar pria dihadapannya mengucapkan sesuatu setelah ia mengucapkan namanya namun ia tidak mendengarnya dengan jelas. Camille ingin bertanya namun pria itu terlihat acuh tak acuh.

"Silahkan kartu kamar Anda. Mari saya bawakan kopernya," ucap Daxler menyerahkan kartu kamarnya pada Camille dan mengambil alih koper Camille padahal sebenarnya Camille bisa membawanya sendiri.

Camille membungkuk, " Terima kasih."

Daxler menekan tombol lift-nya. Lift terbuka dan Daxler mempersilahkan Camille untuk masuk duluan sebelum akhirnya ia juga masuk ke dalam. Daxler menekan lantai sepuluh sebagai tujuan mereka. Camille menunduk sembari memainkan ujung sepatunya gelisah. Berduaan di lift dengan seorang pria tampan. Okay, otak Camille benar-benar tidak bisa berpikir logis lagi.

Mereka sampai di depan kamar hotel yang akan ditinggali oleh Camille selama dua minggu kedepan. Camille meng-scan kartunya di knop pintu sebelum akhirnya pintu itu terbuka. Daxler ikut masuk dan meletakkan koper Camille di dekat pintu.

"Jika ada apa-apa silahkan menggunakan telepon itu. Goodnight, see you," ucap Daxler dengan nada sopannya sembari menunjuk telepon yang berada di samping kasur.

"Thankyou," balas Camille sebelum akhirnya Daxler berlalu dari hadapannya.

Sebelum menutup pintu, Camille mengintip keluar dan menatap punggung pria itu yang semakin menjauh. Bahunya lebar. Idaman semua wanita.

Oh shit!

Pria itu menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang disaat Camille sedang mengintip. Camille segera masuk dan menutup pintunya dengan keras. Camille memegang dadanya dengan nafas terengah-engah. Apa yang telah ia lakukan ?! Memalukan sekali!

Insting pria itu sangat kuat. Bagaimana bisa ia tahu bahwa ada orang yang sedang memperhatikannya ? Okay, itu tidak penting! Yang paling penting adalah muka Camille mau ditaruh dimana setelah ketahuan mengintip Daxler diam-diam!

Gosh! Muka aku mau taruh dimana kalau ketemu dia besok! Bodoh banget sih kamu Cam!

Camille meraup wajahnya frustasi sembari mengacak-ngacak rambutnya. Camille berjalan mondar-mandir sambil berpikir apa besok ia berdiam diri saja di kamar agar tidak bertemu pria itu ? But wait! Kenapa aku harus keliatan panik gitu ? Aku kan bisa anggap dia nggak ada aja. Oh gosh!

Kamu telah jatuh cinta padanya. Kalimat itu berputar-putar di pikiran Camille membuat Camille menggila.

"No! Aku baru patah hati dan nggak mungkin aku langsung jatuh cinta lagi. Iya aku akui dia tampan tapi aku tidak jatuh cinta padanya. Dia hanya tampan tidak ada apa-apanya untukku," ucap Camille dengan nada remehnya. Camille sudah tidak waras rasanya berbicara pada dirinya sendiri.

Camille menghembuskan nafasnya berusaha untuk lebih tenang lalu masuk ke kamar mandi untuk melakukan ritualnya agar pria tadi segera terhapus dari pikirannya.

Shit! Kok shower-nya nggak keluar air ? Ah, kenapa hari ini semuanya membuatku kesal ?! Batin Camille memekik kesal lalu memakaikan bathrobe pada tubuh polosnya.

Camille berjalan keluar kamar mandi dan menelpon resepsionis. Camille menutup telponnya setelah resepsionis tersebut berkata akan mengirim orang untuk memperbaikinya.

Ting-nong!

Camille membuka pintu dan untuk kesekian kalinya ia serasa akan gila. Pria tadi kembali. Ya, mungkin dia yang akan memperbaiki shower-nya tapi kenapa harus dia ?! Camille merasa wajahnya sangat panas dan ia yakin pipinya pasti sudah seperti kepiting rebus. Apalagi penampilan pria dihadapannya sudah berubah. Ia tidak memakai seragam khusus pekerja hotel lagi tetapi kaos polos berwarna putih dan jogger berwarna hitam.

"Apa shower-nya bermasalah ?"

Camille tersadar, "Ah iya. Tidak ada air yang keluar saat aku menghidupkannya."

Pria yang bernama Daxler itu masuk ke dalam kamar mandi dan mencoba menghidupkannya. Ya, masih tidak keluar air. Camille berdiri di belakangnya sembari menunggu Daxler yang terlihat sedang menelpon seseorang dan berbicara menggunakan bahasa Vietnam.

Byur!

Tiba-tiba air mengucur dengan deras ke arah mereka sontak membuat Daxler mundur ke belakang dan tak sengaja menyenggol Camille yang berdiri di belakangnya ditambah lantai kamar mandi yang basah membuat keduanya tergelincir dan jatuh ke lantai.

Ya, jatuh dengan posisi Daxler menindih Camille.

°•°•°

[ vote & comment ]

A/N : Hope this story gonna be trending soon and more readers visit my not so perfect story! 🙏❤

[ 19 September 2019 ]

[ ©hlmstories ]

Next chapter