7 Hard for Me --Renjun

Berbaik sangka itu penting tapi waspada diharuskan.

•-----•

"Lo ngapain ngajak gue ke sini Ra?" tanya Renjun bingung.

Pasalnya mereka berdua saat ini sedang berada di ruang musik. Tidak hanya ada Lira, tapi juga ada Hyunjin.

Hyunjin? Bukankah ia tadi izin pada Jeno untuk masuk kelas sastra? Tapi, kenapa malah ada di sini?

"Loh, kok ada lo Hyun?" tanya Renjun semakin tak mengerti dengan semua ini.

Hyunjin terkekeh dan berkata, "gue sama Lira punya rencana buat Naira, Jun. Lah lo lupa? Lusa dia ulang tahun!"

"Itu mah gue inget, kalau pun lupa 'kan ada alarm ponsel yang selalu ngingetin. Gimana sih lo!" jawab Renjun.

Lira bersidekap dada dan menggelengkan kepalanya pelan. "Ck, dasar nggak peka banget dah Jun!"

"Maksud Hyunjin, kita mau ngasih kejutan buat Naira. Buat drama ala-ala gitu dah pokoknya," lanjut Lira.

Hyunjin mengangguk cepat. "Semua siswa juga tau 'kan kalau kalian berdua deket tuh. Bahkan banyak yang bilang kalian pasangan serasi. Yaudah, ajak Naira kencan tiga hari Jun!"

Renjun mengernyitkan dahinya seperti sedang berpikir keras. Bagaimana pun baru kemarin ia memastikan agar Naira tidak menaruh hati padanya.

Namun, ide gila sahabat-sahabatnya malah membuatnya mengharuskan bersikap sebaliknya.

Bagaimana ini?

"Gue nggak bisa!" jawab Renjun kemudian, membuat Hyunjin dan Lira mengembuskan napas panjang.

Lira berjalan menuju kursi panjang yang ada di ruangan tersebut, lalu id duduk sambil melipat satu kakinya. "Udah gue duga sih kalau Renjun bakalan nolak Hyun. Dia 'kan manusia paling egois!"

"Maksud—" Renjun baru saja ingin menjawab ucapan Lira tapi, dipotong oleh Hyunjin.

"Lo bener Ra. Kita juga tau kalau Renjun pernah berduka. Gimana pun kejadian itu udah hampir setahun, dua bulan lagi kita naik kelas 2 SMA," ucap Hyunjin.

Renjun mengepalkan tangannya kuat. Ia merasa tidak ada yang mengerti bagaimana perasaannya. Ketika seseorang yang kau kasihi dan sayangi pergi begitu saja tanpa berpamitan bahkan takkan pernah kembali, bagaimana rasanya?

"Lo semua bisa bilang begitu! Karna kalian nggak pernah bisa ada diposisi gue!" Renjun sangat sensitif bila menyangkut Gesya —kekasihnya yang telah tiada.

"Lo kenal gue pas masuk SMA Hyun! Lo juga Ra! Tapi, gue kenal Gesya dari jaman SD! Bahkan Naira tau, dan dia ngertiin gue!" lanjutnya.

Lira menoleh ke arah Hyunjin dan menganggukkan kepalanya singkat.

"Sekarang gue tanya sama lo Jun. Gimana rasanya mendem perasaan bertahun-tahun? Gimana rasanya mencintai dalam diam?..." Hyunjin beranjak dari tempatnya berdiri.

"Gimana rasanya memaksakan buat ngertiin walaupun cuma sakit yang didapet? Dan gimana rasanya ditinggal saat dapetin yang baru?" lanjut Hyunjin, lalu duduk di dekat Lira.

Renjun diam seribu bahasa. Ia mencerna apa yang diucapkan oleh Hyunjin. Sedang Lira, saat ini beranjak dari duduknya.

"Itu semua yang dirasain Naira selama ini Jun..."

"Gue tau, lo ngelarang dia buat cinta sama lo 'kan? Kita tau, lo nggak mau buat dia kecewa 'kan Jun? Itu karna lo sayang sama dia!" lanjut Lira.

Hyunjin pun ikut beranjak dari duduknya dan menghampiri Renjun. "Jun, ada hal yang harus lo tau. Nggak semua yang lo pikirin itu adalah kebenaran. Contohnya, mendiang Gesya."

"Maksud lo Hyun?" tanya Renjun penasaran.

Lira berkata, "lo bisa tanya langsung sama Naira. Lo juga tau 'kan, dulu Naira sama Gesya nggak pernah akur? Semua kebenaran ada di Naira, lebih tepatnya di buku yang selalu dia bawa."

"Coba buat liat dari sudut pandang lain Jun. Jangan sampe cinta sejati lo pergi cuma karna keegoisan lo," ucap Hyunjin sambil menepuk pelan pundaknya.

"Ayo Hyun, cukup sampe di sini kita jelasin ke Renjun. Selebihnya terserah dia mau percaya atau nggak. Gue lelah liat drama ini!" Lira meninggalkan ruang musik.

"Pikirin baik-baik Jun!" Hyunjin mencengkeram bahu Renjun, guna untuk memberikan kekuatan. Lalu, ia pun pergi mengikuti Lira.

Tersisa Renjun di ruang musik, tengah memikirkan perkataan sahabat-sahabatnya tadi. Ia duduk di kursi panjang dengan sebuah piano di depannya.

Tanpa sadar, jari-jemarinya mulai menekan tuts berwarna hitam dan putih. Pemuda sipit nan tampan itu melantunkan nyanyian berjudul Hard For Me.

.....

~In one corner of my heart, in one part of my heart. There is still a part of me that draws you out~

(Di sudut pikiranku di hatiku, aku masih merindukanmu.)

Bayangan-bayangan masa lalu kini menghampiri Renjun. Saat di mana ia dan Naira bersendagurau, bersenandung bersama. Duduk di taman membicarakan apapun, berdua. Hal tersebut membuatnya kini merasakan sakit yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata.

~It's hard for me to forget you, how can the memories be easily forgotten? It's hard for me to hate you, how can I hate you?~

(Sulit bagiku untuk melupakanmu, bagaimana memori bisa dengan mudahnya dilupakan? Sulit bagiku untuk membencimu, bagaimana aku bisa membencimu?)

Tidak. Renjun tidak pernah membenci Naira. Sungguh, perasaannya bahkan kini tak bisa lagi ia tahan.

~If you turn around, there will be someone who is protecting you, always in the same way~

(Ketika kau melihat ke belakang, selalu di tempat yang sama ada seseorang

yang melindungimu.)

Namun, sekelebat peringatan saat itu kembali terngiang di pikiran Renjun. Membuat pemuda itu mengurungkan niatnya untuk mengutarakan isi hati sebenarnya.

Ya, Naira akan celaka jika ia tetap memaksakan kehendak untuk bersamanya.

Walaupun Gesya telah tiada, tapi Renjun takut orang lain akan melakukan sesuatu yang buruk pada Naira.

Ternyata selama ini, semua yang Renjun lakukan hanya untuk melindungi Naira.

Hanya untuk Naira... dari dulu hingga sekarang.

Tanpa Renjun sadari, Naira tengah memerhatikannya dari celah jendela. Ia merasakan bagaimana perasaannya yang tersalurkan melalui lagu itu.

Naira paham betul, jika Renjun masih sahabatnya yang dulu. Hanya saja, keadaan membuatnya menjadi sulit.

"Lo, masih Renjun yang gue kenal. Tolong berhenti menyimpan semuanya sendirian Jun..." gumam Naira.

•••

Ketika kau tak bisa memilih, mungkin pengorbananlah yang harus kau ambil.

avataravatar
Next chapter