37 Sambutan "Hangat"

Intan belum menemukan ponselnya, tapi kemudian Intan mendengar suara langkah yang tergesa-gesa di luar pintu.

Selanjutnya, kenop pintu kamar Intan berputar dan mengeluarkan suara yang menakutkan.

Hantu?

Intan sangat ketakutan hingga dia berkeringat dan gemetar.

Intan menggigil lalu langsung bersembunyi di bawah meja. Intan benar-benar ketakutan hingga dia tidak berani menunjukkan dirinya.

"Intan, apakah kamu di dalam?"

Irwan berteriak dari luar dengan tergesa-gesa, tapi tidak ada yang merespon sama sekali. Irwan pun langsung membuka pintu.

Dengan satu dorongan keras, pintu itu berhasil terbuka lalu Irwan dengan cepat menyalakan senter dari ponselnya.

Irwan langsung bisa melihat gadis kecil yang gemetar di bawah meja.

Gadis kecil itu membenamkan kepalanya di atas lututnya sambil menutupi telinganya, dia terlihat seperti anak kecil yang tak berdaya.

Saat Irwan melihat itu, hatinya menjadi lembut.

Irwan langsung dengan cepat memindahkan meja, lalu memeluk Intan erat-erat.

"Jangan takut, gadis kecil. Ada aku di sini. Tidak ada hantu atau monster yang berani mendekatimu."

Intan yang sangat ketakutan hingga dia tiba-tiba mendengar sebuah suara yang dikenalnya, lalu jantungnya berdegup hebat.

Intan masih ingat pelukan ini. Saat itu, pelukan ini sangat hangat dan menjadi rumah baginya.

Hanya itu yang dia pikirkan ...

Irwan ada di sini!

Intan yang kesadarannya sudah kembali pulih, dia langsung menggunakan suluruh kekuatannya untuk mendorong tubuh Irwan.

Irwan terpental lalu membentur dinding. Dia tidak mengernyitkan keningnya, tidak mengerti mengapa Intan bersikap seperti ini.

"Aku Irwan, tunanganmu!"

"Aku tahu itu kamu. Kamu tidak diterima di sini, keluar kamu!" bentak Intan.

"Apakah kamu menyalahkanku karena tidak menghubungimu akhir-akhir ini? Selama ini, aku mengalami kesulitan. Teman baikku sakit, jadi aku harus merawatnya. Dia tinggal di rumah sakit tertutup dan tidak ada sinyal, jadi aku tidak punya kesempatan untuk menghubungimu. AKu tahu aku salah, tapi jangan marah sekarang. Pulanglah dulu bersamaku, ya?"

Intan mencibir saat mendengar ini.

Kebohongan yang dia bicarakan sama sekali tidak kreatif, padahal jelas-jelas Intan melihat Irwan berada di luar bersama wanita lain.

Intan menarik napas dalam-dalam lalu berkata, "Irwan, ayo kita putus. Aku tidak ingin menjadi tunanganmu!"

"Apa katamu?"

Irwan mengerutkan kening dengan keras, suaranya berubah menjadi dingin karena dia tidak percaya kata-kata tersebut keluar dari mulut Intan.

"Aku bilang kita putus, dan aku berhutang dengan keluargamu. Selama aku hidup, akan membayarnya. Jangan khawatir!"

Intan berkata dengan marah.

Intan menatap mata Irwan dengan berani dan tanpa rasa takut. Mata elang Irwan yang dalam dan tenang, saat ini terlihat seperti sedang melihat musuh.

Intan pikir bahwa dia sama sekali tidak takut, tapi faktanya, aura Irwan yang menakutkan dan mematikan terlalu kuat di mata lebarnya. Keberanian Intan dikalahkan dengan cepat sehingga membuatnya tidak berani lagi menatap satu sama lain.

"Maaf!"

Irwan berkata dengan dingin. Kata maaf itu tidak membawa emosi apapun. Kata maaf Irwan terdengar jelas dan langsung jatuh di ujung hati Intan seperti sebuah guntur.

Intan langsung bingung, bahkan dia merasa kurang percaya diri.

Sudah jelas Irwan melakukan suatu kesalahan yang membuat Intan tampak menyedihkan. Tapi sekarang sepertinya Intan terjebak dengan perasaannya sendiri, Intan merasa bersalah tapi juga takut.

Intan tiba-tiba menggigil gemetar hingga mengeluarkan suara gemelatuk dari giginya.

"Aku ... aku bilang aku ingin putus, dan aku berhutang ... uang yang harus aku bayar kepada keluargamu, aku, apa aku masih bisa membayarnya perlahan?"

"Tidak!"

Tanpa berpikir panjang, Irwan langsung mengembalikan ketiga kata ini, kemudian langsung menggendong Intan di pundaknya dengan sikap yang kuat.

Ketika melewati lemari baju, Irwan membuka lemari lalu mengambil mantel panjang dari dalam . Dia meletakkan mantel itu di tubuh Intan lalu mengancinginya dengan ketat untuk mencegah Intan keluar.

Tindakan Irwan ini seperti pemimpin bandit kuno yang menculik istri desa, itu sangat tidak sopan.

"Irwan, biarkan aku turun! Irwan Wijaya, aku diculik, aku ingin menuntutmu, menuntutmu ... menuntutmu agar kau bangkrut!"

Irwan yang awalnya penuh amarah, tetapi tiba-tiba saat dia mendengar kata-kata ancaman dari mulut Intan, Irwan ingin tertawa karena kata-kata itu sedikit lucu.

Dari mana gadis ini berani mengatakan bahwa dia akan menghancurkan keluarganya dengan tuntutan?

"Haruskah aku menyewa pengacara untukmu?"

Irwan mengatur nada bicaranya agar tidak terlihat terlalu menakutkan.

Irwan telah menjadi orang baik untuk gadis ini, jadi Irwan tidak bisa lagi menjadi orang yang jahat. Dia akan memperlakukan orang lain dengan lebih sopan dan lembut.

Intan tidak bisa berkata-kata saat mendengar ini.

Intan lupa bahwa dia sepertinya tidak punya uang untuk menyewa pengacara.

Sial, sial!

"Kamu penculik, kamu turunkan aku!"

Intan memukul punggung irwan dengan keras, tapi tampaknya irwan tidak merasakan sakit sama sekali.

Ketika melewati pintu asrama, bibi dari asrama memperhatikan dua orang ini dengan ragu-ragu sebelum berbicara. Bibi asrama itu menatap Irwan dengan penuh kecurigaan.

Ketika Intan meilhat bibi asrama, dia seperti memandang seorang malaikat penolongnya, padahal dulunya bibi itu sangat galak dan jahat. Bibi itu pasti peduli dengan Intan saat ini.

"Bibi, selamatkan aku, aku tidak kenal orang ini. Dia mau menculikku!"

" aku ..." Bibi itu awalnya berniat untuk melapor ke polisi karena takut gadis itu ada apa-apa. Tapi kemudian Irwan langsung menatap bibi itu dengan tatapan dingin. Bibi itu langsung ketakutan.

"Um ... aku tidak ingat kamu pulang ke asrama. Semoga kamu bersenang-senang, selamat tinggal!"

Bibi itu berbicara sambil berlari pergi.

"Bibi, kamu harus menolongku! Seseorang menculik mahasiswa! Apakah ada orang yang baik hati? Tolong ..."

Intan berteriak keras untuk minta tolong. Irwan tidak ingin kejadian ini akan muncul di surat kabar besok, jadi dia menampar pantat Intan lagi agar membuatnya diam.

Aw, sakit!

Irwan sama sekali bukan manusia! Bagaimana mungkin seorang binatang buas seperti Irwan bisa keluar dari kandangnya?

"Irwan Wijaya, jika kamu memukul seorang wanita lagi, aku ingin mengeksposmu di berita!"

"Pergilah ke wartawan, katakan pada dunia bahwa Irwan Wijaya memukul pantat istrinya sendiri!"

"Kamu ... bagaimana kamu bisa berpikir erotis begitu?"

Wajah Intan memerah.

"Jika kamu berani membuat keributan lagi, lihat saja, kamu pikir aku tidak berani memperlihatkan pantatmu!"

Irwan merendahkan suaranya, berpura-pura menjadi galak dan jahat.

Intan membuka mulutnya dan tidak berani mengucapkan sepatah kata pun.

Intan takut pantatnya akan sakit dan merah. Dia masih ingin duduk di kursi besok.

Akhirnya, Intan dibawa ke dalam mobil oleh Irwan.

"Mengapa Nona Intan ... berpakaian seperti ini?"

Sekretaris Hamdani sedikit terkejut ketika dia melihat Intan dibungkus dengan mantel. Sekretaris Hamdani tidak bisa tidak melihatnya dua kali karena dia masih tidak yakin apa yang dia lihat.

Irwan menyipitkan matanya dan langsung menutupkan penghalang antara kursi depan dan belakang.

Ketika Intan mendengar perkataan Sekretaris Hamdani, Intan baru menyadari bahwa dia hanya mengenakan mantel sedangkan di dalamnya kosong. Intan tidak memakai baju apapun.

Intan tadi bertengkar dengan Irwan di asrama cukup lama, apakah daritadi mereka bertengkar dalam keadaan Intan telanjang?

Ketika Intan memikirkan ini, otaknya langsung sesak. Intan hanya bisa menatap Irwan dengan tercengang.

Irwan juga menatap Intan dengan penuh minat, ada kilatan cahaya ceria di matanya.

Irwan lalu membungkuk dan berbisik di telinga Intan. "Aku sudah melihat semuanya, tapi kau masih terlihat sama, belum dewasa."

Ketika Intan mendengar ini, dia hanya merasa pipinya panas.

"Penipu!"

Intan mengangkat tangannya dengan marah, lalu menampar Irwan.

Irwan tidak menyangka Intan akan menampar dirinya.

Wajah bagian sampingnya yang tidak cacat itu dengan sangat cepat langsung menjadi merah dan bengkak, lalu muncul cetakan telapak tangan yang jelas.

Sekretaris Hamdani di depannya mendengar suara tamparan itu langsung mengerem.

"Kendarai mobil dengan baik!"

Irwan merendahkan suaranya dan berteriak dengan dingin.

Sekretaris Hamdani tidak berani mengatakan apapun, jadi dia bergegas untuk melanjutkan mengemudi.

Apa yang terjadi dengan Nona Intan hari ini, apakah dia mengambil bubuk mesiu? Di dunia ini, tidak ada yang berani memukul Tuan Irwan, dia yang pertama!

avataravatar
Next chapter