webnovel

Peristiwa di Bar

"Irwan?"

Intan meninggikan suaranya, ternyata orang yang di seberang telepon juga segera menjawab "Apakah kamu sudah bangun?"

"Kenapa kamu masih menelepon?" Intan sangat terkejut. Apakah Irwan masih menelepon sejak semalam?

"Aku juga lupa menutup telepon. Aku ada rapat darurat di sini sekarang, jadi aku harus menanganinya. Kamu cepat bangun untuk mandi lalu sarapan, dan ingat untuk mengisi daya ponselmu." Irwan memperingatkan dengan hati-hati.

Irwan akhirnya menutup telepon, Intan masih bingung saat ini.

Dia ingin mengajukan satu pertanyaan lagi, "Irwan, mengapa kamu begitu baik padaku?"

Tapi Intan juga sedikit takut, takut jawabannya tidak seperti yang dia harapkan.

Laki-laki itu baik terhadap perempuan, tapi juga sebenarnya kebaikan bisa diartikan banyak macam hal. Baik karena saudara perempuan, anggota keluarga, atau ... kekasih.

Perasaan seperti apa yang dimiliki Irwan untuk dirinya sendiri?

Intan sedikit terbawa emosi saat ini. Jika Irwan tahu bahwa Intan sedang memikirkan hal seperti ini sekarang, Irwan pasti akan muntah seember.

Jika bukan cinta, mengapa Irwan melakukan semuanya seperti ini?

Akhir pekan ini, bisnis bar akan semakin ramai saat malam hari. Lia memintanya untuk datang ke bar lebih awal.

Sebagian besar tamu di sini adalah pelajar, tetapi ada juga orang kaya yang tersembunyi di antara para pelajar itu.

Universitas Adhiguna adalah universitas swasta terbaik di ibu kota. Intan tidak tahu berapa banyak anak dari keluarga kaya yang ada di dalamnya. Bukankah Kemal juga salah satunya?

Lia menunjuk seorang pria gemuk lalu berkata kepada Intan. "Bisakah kamu mengurus meja nomor 82? Dia sangat murah hati memberikan tip, anggur yang dia pesan juga sangat mahal. Kamu akan lebih banyak mendapat komisi."

"Terima kasih, Kak Lia."

Intan berkata dengan penuh terima kasih.

Ada tamu lain yang memesan dua botol Blue Agave Tequila, yang masing-masing berharga 20 juta rupiah.

Intan selalu merasa bahwa orang yang bisa minum minuman itu sangat kaya. Sampanye dan anggur merah semuanya terdengar mahal!

Intan mengirimkan anggur yang dipesan tamu itu. Ada tiga pria di Meja 82, mereka semua tampaknya berusia awal dua puluhan.

"Tuan, ini anggur yang Anda inginkan. Minumlah perlahan."

Intan meletakkan anggur, tapi tamu itu malah memintanya untuk membuka minuman itu.

Intan membawa pembuka botol, membuka anggur untuk mereka, lalu kemudian mengisinya ke gelas mereka satu per satu.

Intan berpikir bahwa ini sudah selesai. Ketika dia akan pergi, seseorang memegang pergelangan tangannya sambil tertawa nakal, "Mau pergi kemana? Minum-minum dengan kita dulu."

"Maaf, saya tidak tahu cara minum."

Intan berkata dengan canggung.

"Tidak tahu bagaimana cara minum? Lalu untuk apa kamu kerja di bar?" Tamu itu sedikit tidak senang, karena Intan menolak keinginannya. "Panggil manajermu. Aku harus bertanya apakah aku tidak perlu membayar di sini? Pelayannya di sini menyajikan minum tapi bahkan tidak tahu cara minum, sikap seperti apa itu?"

Intan mengangkat alisnya sedikit, mengetahui bahwatamu ini sengaja membuat masalah.

Tapi Intan tidak ingin mempermalukan Lia. Akhirnya Intan menggertakkan giginya karena menahan emosinya lalu berkata, "Kalau begitu saya hanya akan minum."

"Keputusan yang bagus, kau memang pelayan yang baik."

Para tamu itu langsung tertawa keras. Senyumannya yang jahat seperti punya maksud tersembunyi membuat Intan merasa sangat tidak nyaman.

Intan memang tidak tahu cara minum. Sebotol bir saja sudah bisa membuatnya mabuk, apalagi Blue Agave murni seperti ini.

Intan memaksa dirinya untuk meminum segelas minuman keras yang mahal itu, lalu cairan itu segera mengalir masuk ke tenggorokanya. Rasanya sangat tajam dan sepat.

Intan tidak bisa menahan rasa yang kuat itu, dia tidak bisa menahan untuk batuk. Para pria itu tertawa, lalu salah seorang di antara mereka sengaja melemparkan ayam saus pedas yang tadi mereka pesan hingga mengenai baju bagian dada Intan. Kesempatan itu digunakan oleh pria lainnya untuk menyeka noda saus di baju Intan.

"Hati-hati, cantik. Jika orang lain melihatmu seperti ini, kamu akan malu." Pria itu berkata dengan nada menggoda.

"Aku… aku telah meminumnya, bolehkah aku pergi sekarang?" Intan mundur selangkah untuk menghindari para pria itu.

"Kamu minum denganku, tapi kamu tidak mau minum dengan saudaraku?"

"Kamu tidak melihat kami di sini ada bertiga? Bukankah artinya kamu merendahkan kami?"

"Aku ... aku tidak bermaksud begitu. Aku benar-benar tidak bisa minum. Aku akan mencarikan manajer untukmu."

"Kamu inigin pergi? Sudah terlambat."

Pria lainnya menahan Intan lalu menariknya kembali.

Intan jatuh di sofa. Dia tiba-tiba pusing setelah minum barusan.

"Tidak, Manajer Lia akan datang!"

Melihat ada keributan di meja 82, Lia bergegas menuju sumber keributan lalu mendapati Intan yang sedang mabuk. Dia langsung berkata, "Ada apa dengan Intan? Intan, pergilah dari sini."

Lia bermaksud untuk menyelamatkan Intan, tetapi para tamu itu menolak.

"Pelayanmu meminum anggur tamu. Karena dia minum gelas pertama, dia juga harus minum sampai botolnya kosong, kalau tidak kamu harus mengembalikan uangku."

"Bukan. Aku tidak ingin minum itu, jelas-jelas kamu yang memberikannya padaku!"

"Benarkah? Siapa yang melihatnya?"

Kata pria itu dengan arogan.

Intan paham, meski dia sudah memanggil manajernya pun tidak ada gunanya. Karyawan tidak boleh menyinggung tamu, Lia juga berada di posisi sulit saat ini.

"Untuk dua botol minuman ini, bisakah kau membayarnya? Berikan yang lebih baik."

Lia ingat bahwa beberapa waktu lalu ada seorang pria tua yang datang menemuinya sendiri. Pria itu memintanya untuk menjaga Intan dengan baik dan memberikannya uang sebagai imbalan.

Lia sekarang berpikir, jika dia telah menerima sesuatu dari seseorang, dia juga harus melakukan sesuatu untuk orang itu.

"Apa yang kamu lakukan? Apakah kamu ingin melindungi pelayanmu ini? Hei, wanita tua. Aku sarankan kamu untuk menyingkir, jangan sampai tuan muda kami tersinggung lalu menghancurkan bisnismu ini."

Tamu pria itu jelas memiliki latar belakang keluarga kaya, dia sangat percaya diri.

Lia juga kesulitan.

Orang-orang itu menyuruh Intan untuk meminum alkohol lagi secara paksa.

Lia cemas, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Lalu tiba-tiba...

Seorang pria lain bergegas masuk, membawa Intan ke pelukannya, lalu dia menendang pria itu ke tanah.

"Apa-apaan ini! Siapa yang memukulku?"

Tamu itu melihat lebih dekat dan langsung terkejut. DIa tidak menyangka bahwa yang datang adalah Kemal Adya yang sangat terkenal dari Universitas Adhiguna. Mereka semua langsung saling memandang satu sama lain. Mereka tidak berani membuat masalah dengan Kemal.

Identitas Kemal Adya bukanlah sesuatu yang bisa mereka ganggu.

"Apakah kalian membuat masalah di sini?"

"Aku tidak bermaksud begitu. Hanya saja dia meminum anggur kita sehingga membuat saudaraku yang lain tidak bisa minum.. Tidakkah kamu ingin membayar untuk itu?"

Mereka tidak bisa mendapatkan Intan seperti yang mereka mau, jadi mereka juga tidak mau kehilangan uang begitu saja.

"Berapa yang kau mau?"

Tamu itu langsung mengatakan 500 juta rupiah. Kemal tidak menawar, tapi langsung memberikan kartu kreditnya.

"Persetan! Jika kalian masih membuat masalah di sini lagi, jangan salahkan aku karena bersikap kasar!"

Kemal berkata dengan marah.

Orang-orang itu buru-buru pergi.

"Senior..."

Alkohol sudah mengambil alih kesadaran Intan. Dia sekarang merasa pusing dan linglung.

Intan merasa sangat malu karena pakaiannya kotor dan basah.

"Apakah Anda memiliki pakaian bersih?" Kemal bertanya kepada Lia.

"Punya."

Lia membantu Intan pergi ke ruang ganti, lalu mendudukkanya di atas lantai kemudian memakaikan baju ganti perlahan-lahan.

Setelah selesai mengganti baju Intan, Kemal masuk ke ruangan itu lalu berkata, "Dia mabuk, aku akan menjaganya di sini malam ini. Jangan khawatir."

"Aku akan kembali lagi nanti."

Lia pergi dengan perasaan tertarik.

Kemal memeras handuk yang sudah dicelupkan ke dalam air hangat lalu mengelap wajah Intan yang berkeringat. Tiba-tiba Intan mengigau pelan.

Sepertinya memanggil nama seseorang.

Kemal tidak bisa mendengar dengan jelas bisikan Intan, jadi dia mencondongkan tubuhnya ke depan Intan. Kemal mendengar Intan menyebut "Irwan Wijaya" terus menerus.

Irwan Wijaya?

Mungkinkah Irwan Wijaya yang terakhir kali mereka bertemu? Tapi mengapa dia memanggil namanya dalam keadaan tidak sadar?

Kemal mengerutkan kening, lalu sebuah jawaban muncul dari benaknya. Pikiran itu langsung membuat jantungnya berdegup kencang.

Apakah itu...

Kemal tiba-tiba memandang Intan dengan kerumitan yang tak tertandingi. Kemal terdiam untuk waktu yang lama, tapi akhirnya dia tetap menyeka keringat dari kepala Intan tanpa daya.

Keesokan harinya, Intan bangun dengan kepala pusing dan masih saikit karena mabuk semalam.

Dia tidak menyangka bahwa Kemal itu masih ada di situ. Intan merasa terharu.

Kemal membawa bubur hangat lalu berkata, "Bubur ini disiapkan oleh Lia. Aku juga membawakan obat untuk meredakan pusingmu."

"Senior ... kenapa kamu masih di sini? Apakah kamu selalu di sini sejak tadi malam sampai sekarang?"

Next chapter