41 Hanya Ingin Melindungimu

Irwan akhirnya mengambil risiko untuk memakan es krim berwarna hijau itu, dia menggigitnya perlahan dan… manis. Es krim itu hanya terasa sangat manis.

Irwan mengembalikan es krim itu kepada Intan sambil mengangkat alisnya lalu berkata, "Bukankah keluarga Surya memberimu uang saku setiap bulan? Apakah kamu menyukai barang-barang murah?"

Intan menjawab dengan tenang, "Aku tidak punya uang saku. Ayah akan memberiku beberapa ratus ribu jika aku butuh, tapi tidak semuanya diberikan untuk Renata, hanya jika ada sisa baru dia berikan untukku. Aku tidak tahu kapan Renata akan memberikannya kepadaku lain kali. Aku harus membeli buku catatan dan kotak pensil. Aku hanya bisa menabung sedikit. Aku tidak mampu membeli makanan ringan yang mahal. Aku tidak mampu makan makanan ringan, tapi kadang aku juga ingin makan makanan ringan ... "

"Suatu hari aku tidak sengaja menemukan bahwa di depan gerbang sekolah penuh dengan pedagang jajanan dan barang-barang murah. Meski harganya murah tapi masih bagus. Sejak saat itu, aku selalu mengambil jalan memutar sepulang sekolah. Aku membeli semuanya mulai dari tas sekolah dan buku."

Irwan mendengarkan cerita gadis kecil itu. Mendengarnya membuat hatinya luluh. Jika keadaan Intan ditimpakan kepadanya, Irwan pasti sudah lama mengeluh, tetapi Intan tahu bagaiamana caranya bersenang-senang dalam kesulitan.

Intan adalah gadis yang mudah puas. Kebahagiaan yang diinginkannya terlalu sederhana, begitu sederhana sehingga membuat Irwan takut jika dia tidak bisa membuatnya bahagia sesuai yang diinginkan Intan.

"Jika kamu sangat menyukai penjual di jalanan sekolahmu itu, aku akan mengantarmu ke sana lain kali. Kamu bisa membeli apapun yang kamu inginkan."

"Lupakan saja, aku sudah tidak suka jajan lagi. Lagi pula sekarang yang terpenting dari uangmu adalah menyimpannya. Aku sudah menghabiskan banyak uangmu hari ini."

Intan membuat perhitungan yang serius, membuat Irwan tercengang.

"Baiklah aku mengerti, aku akan menghemat uang. Ayo pergi, aku akan mengantarmu ke taman hiburan. Bersenang-senang lah selama liburan panjang, sayang kalau tidak dilewatkan."

"Tapi tiketnya sangat mahal..."

"Aku ada voucher kupon di taman hiburan itu, tapi.. Sepertinya kamu tidak membutuhkan ini."

"Ayo pergi!" Intan yang awalnya ingin menolak, langsung dengan ceria masuk ke dalam mobil lalu mengencangkan sabuk pengamannya.

Tidak lama kemudian, mereka berdua sudah sampai di taman hiburan. Ada banyak orang yang datang saat liburan panjang ini. Ada banyak wahana permainan yang terlihat sangat seru untuk dicoba karena terdengar jeritan orang-orang di mana-mana.

Intan melihat ada wahana trampolin besar lalu berkata dengan semangat, "Aku mau main ini, main ini!"

"Oke, masuk dan antri."

Irwan tidak pernah menyangka suatu hari dia akan berada di tengah keramaian orang-orang untuk menemani Intan bermain di taman hiburan.

Perasaan menjadi orang biasa-biasa juga sangat bagus

Hidup seperti orang biasa, tidak perlu intrik, strategi untuk menjatuhkan lawan bisnis, dan juga tidak perlu khawatir akan ada kekalahan.

Sangat sederhana. Cukup dengan tertawalah saat ingin tertawa dan marahlah saat tidak bahagia. Benar-benar perasaan apa adanya.

Irwan tiba-tiba menjatuhkan tatapannya kepada Intan. Irwan menatap Intan dengan matanya yang dalam dan lembut. Tatapan itu melihat sosok yang kecil di sebelahnya.

Intan masih bersih seperti selembar kertas putih. Irwan ingin menulis, tetapi dia tidak berani. Irwan takut dia akan membuat kesalahan dan dia tidak akan punya kesempatan lain lagi untuk memperbaikinya.

Irwan sangat berhati-hati dalam menyembunyikan identitas aslinya. DIa melakukan itu agar tidak membuat semuanya terlalu rumit.

Irwan akan menahan angin dan hujan, sehingga Intan tidak perlu menyaksikan badai. Irwan hanya perlu berdiri di belakang Intan. Ketika Intan ingin menikmati indahnya pelangi, Irwan bisa melihat senyum Intan yang cemerlang ketika dia menoleh ke belakang. Itu semua sudah cukup.

Intan mencengkeram tangan Irwan erat-erat agar tidak tersesat.

Tapi setelah itu, ada seorang pria yang bergegas masuk ke dalam wahana dan ingin menyela antrean.

Ketika pria bertubuh besar itu tergesa-gesa melewati antrean lalu dia menyenggol Intan. Pria itu memaksa menyerobot antrean hingga membuat Intan terdesak ke satu sisi.

Tubuh Intan menabrak pagar besi dan hampir jatuh.

Lalu pria besar itu melompat ke depannya.

Apakah dia tidak bisa menunggu?

Orang-orang di belakang semuanya mengeluh dan menegur pria besar itu karena melanggar batas.

Tapi orang di depan sepertinya menutup telinga.

Intan melihat pria itu akan menaiki wahana, sedangkan orang lain masih harus menunggu gelombang berikutnya. Meski tidak senang, mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Terlalu banyak orang di dunia ini yang tidak punya tata krama.

Irwan melihat sekilas kekecewaan di mata Intan, hatinya sedikit bergetar. Irwan lalu melangkah maju dan menggenggam bahu pria besar itu.

Pria itu berbadan gemuk dan kuat, dia juga terlihat agak galak dan jahat.

Pria itu berusaha melepaskan tangan Irwan dari pundaknya, tapi dia tidak bisa menyingkirkan tangan Irwan. Pria itu mengerutkan keningnya lalu berbalik untuk melihat siapa yang berani memegang pundaknya.

Pria besar itu melihat di belakangnya telah berdiri seorang pria dengan separuh wajah yang rusak, sedangkan separuh wajahnya lagi masih mulus. Meski Irwan tampak tinggi proporsional, tapi Irwan tidak tampak seperti pria yang kejam.

Pria besar itu masih berusaha keras melepaskan tangan irwan dari pundaknya, tapi tetap tidak bisa.

Apakah anak ini begitu kuat?

Pria besar itu mengerutkan kening tidak senang, "Apa yang kamu lakukan?"

"Kamu menyerobot antrean, sekarang giliran kami."

"Oh, kamu mengatakan bahwa aku yang menyerobot? Aku juga akan mengatakan bahwa kamu juga menyerobot!"

"Jelas-jelas itu perbuatanmu!"

Intan berusaha berkata, "Semua orang melihatnya?"

"Siapa pun yang melihat orang ini menyerobot antrean, berdirilah. Lihat saja apakah aku tidak akan membunuhmu!"

Intan melihat antrean panjang di belakangnya, tapi mereka semua terdiam karena tidak ada yang mau mendapat masalah. Tidak ada satu pun orang yang berdiri untuk beberapa lama.

"Kau anak kecil, biarkan aku pergi. Atau aku tidak akan bersikap sopan."

Intan juga sedikit takut pada pria berotot ini. Intan ragu-ragu lalu berkata kepada Irwan, "Atau ... biarkan dia dulu?"

"Lihat, pacarmu tidak lagi berbicara omong kosong. Apa kau ingin membuat masalah denganku?"

"Tuan, kau seharusnya seharusnya tidak usah bertitah!" Irwan menyipitkan matanya dan berkata dengan suara dingin.

Setelah itu, dia langsung menggenggam pergelangan tangan pria itu dan menariknya ke bawah.

Pria itu marah, dia langsung mengepalkan tangannya. Pria besar itu meluncurkan tinjunya dengan keras hingga terdengar suara angin. Tinju itu ditargetkan ke wajah Irwan, namun Intan yang melihat itu langsung bergegas ke depan Irwan tanpa pikir panjang untuk melindunginya. Dia hanya takut Irwan akan terkena pukulan pria besar itu.

Saat melihat ini, Irwan dengan cepat memeluk Intan dan membawanya ke arah samping. Irwan langsung memukul perut dengan keras dan menendang lutut pria besar itu.

Pria besar itu bisa menghindari tinju Irwan selanjutnya dan mundur selangkah. Tapi pria itu berlutut dengan keras di tanah dan mengerang kesakitan.

"Apakah kamu baik-baik saja!"

Intan melihat Irwan dan berkata dengan cemas.

Wajah Irwan sangat suram dan menakutkan. Intan juga merasa ketakutan dengan ekspresi Irwan.

Irwan ... kenapa Irwan melihat dirinya sendiri seperti ini?

"Irwan Wijaya ..."

"Pergilah dan didik dirimu lagi!"

Irwan memandang pria itu dengan tatapan tajam, lalu dia berkata lagi dengan suara dingin seolah tanpa emosi. "Jika kau tidak keluar sekarang, jangan salahkan aku karena bersikap kasar."

"Oke, aku keluar!"

Pria itu tahu bahwa dia tidak bisa mengalahkan Irwan, jadi dia hanya bisa pergi dengan putus asa.

Intan dan Irwan akhirnya bisa naik wahana permainan, tapi Intan tidak merasa senang. Karena Intan dari tadi memperhatikan ekspresi Irwan yang masih marah, dia bahkan tidak mengerti kesalahan apa yang telah dia lakukan hingga membuatnya marah.

Dalam beberapa wahana permainan lainnya juga membosankan, akhirnya Intan memutuskan tidak ingin bermain lagi.

Mereka berdua menjauh dari keramaian, suasananya sepi dan menakutkan.

Intan ragu-ragu sejenak sebelum berkata, "Irwan Wijaya ... Kenapa kamu begitu marah? Apakah karena aku melakukan kesalahan?"

Irwan menyipitkan matanya dengan tajam lalu memandang Intan ketika dia mendengar kata-kata itu. Saat Irwan mengingat tubuh mungil Intan yang berusaha melindunginya dari tinju pria besar itu, seluruh tubuh Irwan langsung menegang dan detak jantungnya menggebu.

Bagaimana jika Irwan tidak bergerak tepat waktu lalu tinju pria itu menimpa Intan?

Tubuh Intan hanya seberat kucing, bagaimana tubuh seperti itu bisa menanggung tinju pria besar?

"Siapa yang memintamu melindungiku? Bisakah kamu berhenti? Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu?"

"Tapi aku tidak bisa hanya melihatmu ..."

Intan berkata dengan cemas, tetapi disela oleh Irwan sebelum dia selesai berbicara.

"Aku laki laki!"

Irwan melontarkan empat kata ini dengan serius, kata-kata itu terdengar nyaring.

Intan merasa perkataan Irwan seperti guntur di siang bolong, hati Intan sedikit bergetar.

"Aku laki-laki, aku harus melindungi wanitaku! Apa kau mengerti?" Bibir tipis Irwan mengeluarkan kata-kata yang serius.

avataravatar
Next chapter