webnovel

Menuju Takdir II

Malang, Jawa Timur; awal Mei 2020

Tadi pagi, setelah melakukan sesi tawar menawar bersama Ayah Ivan, akhirnya mereka di perbolehkan berangkat berdua saja menggunakan mobil Xpander keluaran 2018 milik kakek Ivan yang memang sangat jarang sekali di pakai, paman Febrian yang awalnya meminta untuk ikut pun akhirnya hanya bisa melihat keberangkatan tuan mudanya dari depan mension keluarga mereka.

Kedua sahabat itu berangkat pada pukul 13:26, tepat setelah makan siang. Menolak untuk berangkat sore dengan alasan kalau Ivan masih ingin mengantar Dian berjalan-jalan Daerah jember, memotret pemandangan pedesaan di sana.

Malang ke jember berjarak hampir 203 km, di tempuh selama kurang lebih 4jam 25 menit, berkendara tanpa henti melewati jalur tol Probolinggo, menuju ke timur, lalu setelahnya berbelok ke jalan raya Randuagung menuju alun alun kota Jember. Mereka berhenti sebentar, membiarkan Dian yang sibuk menjepret alun alun yang terlampau biasa saja itu, setidaknya merekam momen sebagai bukti kalau mereka pernah ke sana, berdua saja.

"Oi Dian! Ini sudah hampir 30 menit dan kau masih belum puas?" Ivan berteriak, tak di hiraukan sedikitpun oleh temannya yang asyik sendiri di depan sana, membuat Ivan sedikit menyesali keputusannya mengajak Dian.

Ia edarkan pandangannya ke sekeliling, melihat kesibukan kota yang ramainya tak seberapa di bandingkan Surabaya itu. Tatapannya berhenti pada salah satu toko bunga yang ada di sebrang jalan. Tepat di depan toko itu, berdiri sosok 'Mahluk' berbulu hitam besar yang sedang menatapnya tajam dengan mata merah menyala, taring mencuat panjang di kedua sisi bibirnya, tinggi mahluk itu bahkan melebihi atap dari toko itu sendiri 'mahluk macam apa itu?!'

Ivan bergidik, menatap takut-takut mahluk bertaring di depan sana, sontak melompat ke samping ketika seseorang menepuk bahunya dari belakang.

"Woy! Kau kenapa sih?! Dari tadi di panggil ga noleh-noleh"

Tanpa mengatakan apapun, Ivan langsung menarik tangan sahabat karibnya itu paksa, menyeretnya yang sedang berceloteh kesal karena tiba-tiba di ajak pergi.

"Kau sebenarnya kenapa sih Cok?!"Ivan terdiam, mencoba untuk menstabilkan jantungnya yang sedang mengamuk. Dian yang melihat gelagat aneh dari sahabatnya itu mulai menyadari sesuatu, mukanya ikut memucat.

"Lebih baik kita pergi sekarang, hari sudah mulai gelap,"ucap Ivan dengan bibir bergetar, lalu menghidupkan mesin mobil secepat kilat pergi menjauh dari alun-alun itu. Dian yang duduk di sebelahnya hanya bisa terdiam dengan pandangan lurus ke depan, pikiran buruk berkecamuk di kepalanya. Ini masih kota, dan mereka sudah bertemu hantu, di keramaian pula!!

Selama di perjalanan, Ivan merapalkan berbagai macam mantra penenang di hatinya, memberi tahu dirinya sendiri kalau semua akan baik baik saja, sedangkan Dian? Anak itu malah sibuk sendiri dengan hpnya, menonton Youtube dengan wajah datar, mencoba mencari hiburan.

Ivan enghela nafas lelah, tangannya bergerak menghidupkan radio di dashboard, mengaktifkan bluetooth yang langsung secara otomatis tersambung ke hp nya.

"Kita akan mencari hotel dekat sini,"ucap Ivan. Sedangkan Dian hanya mengangguk pasrah tanpa mengatakan sapatah katapun, terlalu lelah hanya untuk sekedar mengeluarkan suara.

_____

Jember, Jawa Timur; awal Mei 2020

Pagi itu, Ivan terbangun lebih dulu sebelum Dian, mereka memutuskan untuk menginap semalam di salah satu hotel terdekat yang mereka temui, memesan satu kamar besar dengan 2 ranjang.

Setelah acara 'melarikan diri' mereka kemarin, Dian tidak bisa tidur dengan nyenyak semalaman. Sedangkan Ivan yang memang sudah terbiasa dengan hal-hal semacam itu, tidur dengan nyenyak tanpa gangguan apapun.

Mereka memutuskan untuk segera pergi sebelum matahari terbit, berharap agar tak ada mahluk lainnya yang menunggu mereka di sana.

"Kita masih jauh Cok?" tanya Dian sambil memegangi perutnya yang keroncongan, mereka bahkan berangkat tanpa menunggu waktu sarapan tiba.

"Enggak ko' tenang aja," jawab Ivan sambil terus mengendarai mobilnya, mereka melewati jalan dengan berhektar-hektar kebun karet di kanan kiri mereka, membuat Dian sedikit panik. Pasalnya, dari tadi tak ada satupun rumah yang mereka temui di sekitar situ.

"Cok, Kau yakin ini jalannya? Kita seperti sedang menuju ke dalam hutan tau!" ucap Dian tak tenang, Ivan yang mendengarnya hanya diam sambil terus mengendarai mobilnya mengikuti petunjuk yang di arahkan google maps di hpnya.

"Tenang aja, ini udah hampir sampe, kalau memang salah jalan, kita kan bisa putar balik, dari tadi cuman jalan satu arah kok," jelas Ivan. sebenarnya kalau boleh jujur, dia berkata begitu hanya untuk menenangkan dirinya sendiri.

Setelah beberapa menit berjalan di tengah tengah kebun karet, satu persatu rumah penduduk mulai mereka temui di kanan dan kiri jalan, beberapa orang juga mulai terlihat sedang melakukan aktivitas mereka. Ivan berhenti di depan salah satu toko kecil di pinggir jalan, membeli beberapa jajan dan minuman kaleng sebagai camilan mereka, lantas bertanya tentang alamat rumah yang hendak mereka kunjungi

"Ohh…alamat ini toooh… sampean tinggal ambil jalan lurus aja mas, ngambil jalan utama, nanti bakal ada gapura batu di kanan jalan, mas masuk aja… rumah paling ujung itu, kalo ga salah, bangunannya yang paling besar"terang ibu pemilik toko, Ivan berterimakasih beberapa kali, lalu setelahnya melanjutkan perjalanan mereka mengikuti petunjuk dari ibu-ibu tadi.

Keadaan mulai bertambah ramai setelah beberapa ratus meter dari toko tempat mereka berhenti tadi, rumah-rumah penduduk mulai padat terlihat di kanan dan kiri jalan, berpetak-petak sawah menyapa beberapa ratus meter setelahnya, membuat Dian langsung sibuk dengan kameranya sendiri. Ivan bingung, "Gapuranya yang mana?"

"Eh-eh! Itu bukan sih gapuranya?"seru Dian sambil menunjuk-nunjuk gapura batu kecil di sebelah kanan jalan. Ivan melambatkan laju mobilnya, mulai bergerak ke arah kanan. Tiba-tiba saja jantung Ivan berdetak kencang, Bukan! Bukan karena dia melihat sesuatu, Ivan sendiri juga tidak tau kenapa.

Ivan cukup kagum ketika mereka memasuki wilayah gapura yang ibu tadi beri tahu. Pasalnya, perumahan yang ada di dalamnya terkesan cukup mewah walau sedikit kuno, sangat berbeda jauh dengan keadaan di luar gapura, rumah-rumah di dalamnya tersusun rapi dengan taman taman kecil di depannya.

Di ujung jalan terdapat rumah megah dengan gaya Victorian menghadang mereka, berdiri di atas bukit kecil dengan halaman ber rumput yang terhampar luas ke bawah. Pintu gerbangnya menjulang tinggi dengan ukiran-ukiran besi yang tampak rumit, suara gemerisik air terdengar dari air mancur berundak yang melingkar di tengah halaman.

"GOD DAMN! Ini bukan villa, Ivan! Ini mension!!"Dian menjerit, sedangkan Ivan hanya bisa tertegun menatap bangunan indah di depannya, Jantungnya berdetak semakin cepat. Rasa rindu tiba-tiba menyergap hatinya, sakit dan perih, Ivan tidak mengerti. Seperti sesuatu dari rumah ini mencubit hatinya. Seperti… rumah ini sudah menunggu kedatangannya sejak lama.

Tanpa Ivan sadari, setetes air mata jatuh lolos dari pelupuk matanya, meninggalkan Ivan yang masih bingung dengan dirinya sendiri.

TBC.

Next chapter