78 Tamparan Yang Menyakitkan

Tamparan keras yang mendarat di pipi Laudia membuat wanita itu langsung terjatuh karena tak memiliki keseimbangan. Viona yang dipenuhi kemarahan tak berhenti disitu saja, ia kemudian menarik tangan wanita yang telah terjatuh itu hingga wanita itu berdiri kembali tapi dalam keadaan sempoyongan, kemudian sekali lagi tangan Viona akan memberikan tamparan kedua, namun tangan itu cepat di tarik oleh Azka.

"Vio... Ada apa denganmu?" Azka tampak bingung dengan kejadian yang ada di depannya kini.

"Arghhh...." Teriak Viona histeris. "Selama beberapa hari ini saya berusaha mengingat dimana saya pernah bertemu wanita sialan ini, wajah itu (Viona menunjuk wajah Laudia). Iya kau! Wanita murahan yang menghancurkan hidup banyak orang." Viona sangat marah, ia tak bisa lagi mengendalikan dirinya.

"Vio, tenanglah! Jelaskan padaku ada apa sebenarnya?" Azka mencoba menenangkan temannya itu.

"Viona, ada apa dengan anda?" Tanya Laudia sambil memegangi pipinya yang tadi terkena tamparan Viona.

"Kau masih ingin bertanya ada apa denganku? Dasar murahan, sampah!" Maki Viona tak henti.

"Vio, tenanglah!" Bentak Azka seketika.

"Kau membela wanita ini?" Isak Viona seketika, air matanya tak kunjung lagi terbendung.

"Kau memakinya tanpa alasan, Vio. Tolong tenanglah, ceritakan kepadaku ada apa sebenarnya?" Azka kembali melembutkan suaranya menenangkan Viona.

"Tanpa alasan katamu? Apalagi sebutan yang pantas bagi seorang wanita yang merebut kebahagiaan wanita lain? Hahh...!!" Sarkas Viona seketika dengan ber api-api sambil memandang ke mata Laudia. "Murahan, Sampah, Pelacur!! Itu kata yang tepat untuk dirimu, dokter Laudia Calista." Tegas Viona.

"Tutup mulut anda, Viona! Tolong jaga omongan anda!!" Laudia merasa tersinggung dengan perkataan Viona, ia kini tak bisa menolerir apa yang telah Viona lakukan kepadanya.

"Heh...? Kau ingin melawanku perempuan murahan? Bukan berarti karena ayahmu jendral kau bisa mengambil Edward begitu saja dengan mudahnya. Calon istri...?? Puihh..." Viona mengejek dengan sinisnya dengan diakhir kalimatnya ia meludah ke tanah.

"Apa maksud omongan anda?" Teriak Laudia tak terima.

"Mengapa kau tidak ikut saja dengannya ke dalam sana? Kalian bisa melangsungkan upacara pernikahan kalian di dalam tanah itu!" Sungut Viona sambil menunjuk pada makam Edward.

"Cukup!!!" Teriak Laudia kemudian. "Siapa kau sebenarnya?" Laudia tak bisa menahan kemarahannya.

"Aku bersyukur karena sekarang tanah telah mengambil kembali tubuhnya, itu adalah kutukan dari Yang Maha Kuasa untuknya." Kembali Viona berkata-kata.

"Viona, tenanglah. Beritahu aku, apa hubunganmu dengan Edward?" Tanya Azka seketika.

"Kau tahu Azka, wanita itu (Viona menunjuk Laudia) dia pernah berkata kepada sahabatku beberapa hari yang lalu 'Jangan merusak hubungan orang jika Anda tak ingin mendapatkan karma atas apa yang anda lakukan', sekarang aku pastikan kau akan mendapatkan karma yang sangat menyakitkan itu." Ujar Viona dengan sangat sengit.

"Heii, siapa sebenarnya dirimu?" Tanya Laudia kemudian dengan geramnya.

"Kau sungguh ingin tahu siapa aku, tanyakan saja padamu Edwardmu itu." Ujar Viona dengan sinisnya, sambil sekali lagi menatap pada makam Edwar lalu ia pergi meninggalkan tempat itu.

"Vio..." Panggil Azka, tapi wanita itu tetap melanjutkan langkahnya.

"Laudia, aku harus menyusul Viona. Maaf." Ujar Azka kemudian lalu segera berlalu mengejar Viona.

"Viona ada apa denganmu, coba jelaskan padaku sekarang!" Pinta Azka setelah berhasil menyamai langkah Viona.

Viona tak menjawab pertanyaan Azka, ia lalu mengambil sepedanya dan tanpa aba-aba ia mengayuh pedal sepeda itu dengan cepat, ia tak peduli lagi dengan Azka. Tanpa berpikir panjang, Azka pun segera mengikuti Viona.

Setelah mengembalikan sepeda yang mereka gunakan tadi pada tempatnya, lalu kedua orang itu berjalan beriringan keluar dari gerbang menuju mobil tanpa sepatah katapun. Azka juga memilih diam, ia tak ingin membuat Viona semakin marah, pikirnya jika perasaan Viona membaik, wanita itu akan dengan sendirinya menceritakan hal itu pada dirinya.

Viona mengambil tas yang sejak tadi ia taruh di mobil, ia mengeluarkan ponsel dari dalam tas tersebut dan membuka album foto. Ia mengamati gambar seorang gadis kecil pada layar ponselnya, dan kemudian mulai menangis sesenggukan. Seperti ada rasa sesal yang mendalam dari tangisannya itu. Azka hanya bisa menatap prihatin pada wanita di sebelahnya itu.

"Angel, kau bahkan tak bisa mengenal siapa ayahmu! Hiks..hiks..." Suara tangisan yang tak kunjung henti terus di perdengarkan Viona.

Azka menatap Viona hampa, apakah wanita yang malam itu diceritakan Laudia adalah Viona? Wanita yang sedang mengandung anak Edward? Wanita yang menjadi pencetus pertengkaran diantara mereka berdua? Pertanyaan itu muncul di dalam benak Azka, namun ia tak mampu untuk berkat-kata.

"Maafkan bibi, Angel! Andai saja hari itu bibi mengijinkan ibumu untuk menjenguk ayahmu yang tengah sekarat?" Sesal Viona dalam tangisannya.

'Bibi?' pekik Azka dalam hati, jadi bukan Viona wanita itu. Berarti saudari Viona? Atau siapa? Banyak pertanyaan mengisi benak Azka, rasa penasaran membuatnya ingin sekali untuk segera bertanya pada Viona, tapi mulutnya seakan tak mampu untuk berucap. Ia masih memberikan waktu bagi Viona untuk lebih dulu tenang.

"Azka..." Panggil Viona akhirnya, tanpa berani menatap wajah lelaki itu.

"Ya Vio, ada yang ingin kau ceritakan?" Tanya Azka kemudian.

Viona menggeleng.

"Antarkan aku kembali ke kantorku, sekarang!" Pinta Viona kemudian.

"Apa kau sungguh baik-baik saja?" Tanya Azka lagi.

"Iya aku baik." Jawab Viona tenang.

"Tidak bisakah kau menceritakan padaku apa yang terjadi?" Tanya Azka kembali.

"Aku tak bisa menceritakannya sekarang, Azka. Itu bukan hakku. Tapi aku sungguh berterima kasih karena kau mengajakku ke tempat ini. Jika tidak, sampai saat ini kami tak akan tahu kalau Edward Michaels telah meninggal dunia."

"Vio, apakah kau kenal baik dengan Edward Michaels?" Tanya Azka lagi, ia masih sangat penasaran dengan kedekatan antara Edward dan wanita di sampingnya itu.

Viona menganggukan kepalanya, "aku sangat mengenalnya dengan baik, dan meski aku sering sekali mengutukinya tapi sejujurnya hati ini juga sangat berduka setelah tahu bahwa ia telah tiada." Air bening kambali mengaliri pipi Viona.

"Dia orang yang sangat baik, sopan, rajin dan pekerja keras. Ia salah satu orang yang berjuang mati-matian untuk mencapai cita-citanya, tapi sesuatu membutakan mata hatinya, aku tak tahu itu bermula dari apa. Tapi Edward yang aku kenal hilang bersamaan dengan luka yang ia tinggalkan 5 tahun yang lalu." Viona bercerita panjang, tapi Azka masih belum mengerti maksud dari teman wanitanya itu.

"Viona jujur aku belum paham arah pembicaraanmu. Bisakah kau menceritakan semua padaku?" Tanya Azka seketika. "Dan mengapa tadi kau sangat marah pada Laudia dan menamparnya seperti itu?" Azka akhirnya memberondong Viona dengan pertanyaannya.

"Wanita murahan itu pantas mendapatkannya. Sejak berkenalan dengannya di koridor rumah sakit, aku selalu berupaya mengingat kembali di mana pernah bertemu dengan wanita itu, wajahnya seakan tak asing di ingatanku. Tadi saat melihat makam Edward, seketika aku merasa berada pada hari itu. Hari itu ingin sekali aku menyeretnya keluar dari sisi tubuh Edward yang sedang koma di rumah sakit ketika mendengar bahwa ia adalah calon istri Edward, namun aku berusaha menahan diriku karena pikirku itu waktu yang tidak tepat untuk mengatakan semuanya, jadi aku pulang kembali ke sini dengan membawa kabar duka yang menyedihkan itu."

"Apa hubunganmu dengan Edward? Kenapa kau membenci Laudia seperti itu?" Tanya Azka lagi.

"Laudia merebut Edward dari wanita yang adalah kekasih Edward selama lebih kurang 10 tahun." Jelas Viona seketika.

"Apa? Jadi Edward memiliki kekasih?" Tanya Azka tak percaya.

"Mereka berjuang bersama dari nol, mereka berdua saling suport untuk meraih cita-cita bersama, tapi selama 2 tahun di kota Orlanda semenjak ia menjadi seorang perwira, ia jarang sekali mengunjungi kekasihnya. Sampai suatu hari ia akhirnya datang kembali ke Grazia, dan hal bodoh itu terjadi diantara mereka berdua. Kekasih Edward hamil, tapi Edward menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya. Wanita itu tak mengindahkan keinginan Edward, ia tetap mengandung anaknya sampai usia kehamilannya 5 bulan, aku baru tahu kalau ia mengandung. Aku kemudian pergi ke Orlanda untuk menuntut pertanggung jawaban Edward. Tapi saat tiba di sana, Edward koma dan di sampingnya ada Laudia yang dikatakan orang adalah calon istri Edward." Viona menceritakan secara singkat kisah itu.

"Jadi benar jika Edward menghamili seseorang? Siapa wanita yang kau maksudkan itu, Viona?" Tanya Azka kemudian penuh selidik.

"Aku tak bisa memberitahu padamu siapa wanita itu."

"Tapi mengapa?"

"Kami menutupi rahasia ini selama lebih kurang 5 tahun ini, kisah ini bukanlah hal mudah baginya. Nanti jika saatnya tiba, kau pasti akan tahu dengan sendirinya." Ujar Viona dengan sendu.

Laudia baru saja keluar dari gerbang itu, tampak wajahnya sendu dan sembab karena sepertinya ia habis menangis setelah kepergian Azka dan Viona tadi.

Wajah Viona kembali penuh menampakan amarah ketika melihat Laudia yang berjalan gontai menyusuri sepanjang jalan perbukitan itu, ia menunggu taksi jemputannya.

"Ayo kita pergi sekarang!" Ujar Viona pada Azka. "Aku muak melihat wanita itu!"

...

avataravatar
Next chapter