60 Penyergapan III

Ronald yang begitu khawatir akan keadaan kekasihnya membuat dirinya tidak lebih dulu pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan luka yang ada pada wajah dan sekujur tubuhnya, ia memilih untuk mengikut George dan beberapa pasukan khusus lain untuk segera menuju lokasi kedua dari penyergapan itu. Ia tampak begitu frustasi dan marah, mengapa sampai atasannya berani mengambil resiko dengan mengorbankan nyawa Alice sebagai pancingan untuk mendapatkan mangsa mereka yakni para penjahat-penjahat itu. Elsa sebenarnya juga ingin mengikut Ronald untuk melihat keadaan Alice, namun hal itu tidak diperbolehkan oleh Ronald dan polisi lainnya, dengan begitu Elsa tak punya pilihan lain, ia pun akhirnya pergi bersama polisi yang lain untuk lebih dulu kembali ke kota Grazia. Mereka membawa serta beberapa penjahat yang sudah tak berdaya itu untuk di mintai keterangan untuk penyelidikan lebih lanjut.

30 menit di atas mobil dam truck itu terasa begitu lama bagi seorang Ronald, ia tak ingin terjadi hal yang buruk pada kekasihnya itu. Ia meminta temannya untuk mengemudikan mobil itu dengan lebih cepat lagi agar mereka bisa segera sampai di sana. Setelah sampai di lokasi yang mereka tuju, mereka lalu berhamburan masuk ke dalam lingkungan bangunan itu masih dengan posisi siap siaga, ada dua pasukan khusus yang berjaga di muka sambil memantau beberapa penjahat yang sudah terborgol itu, mereka tampak meringis kesakitan karena menahan sakit akibat timah panas yang menembus lengan serta kaki mereka.

Ronald dan George lalu masuk ke dalam bangunan Villa itu masih dengan posisi berjaga-jaga. Diruang tamu mereka tak menemukan siapapun, mereka lalu bergegas menuju ruangan tengah. Betapa terkejutnya Ronald ketika mendapati pemandangan istimewa dihadapannya itu, hal yang ia takuti kini benar-benar terjadi.

Tampak dihadapannya seorang Alice Valencia dengan wajah pucat pasih, dan peluh terlihat jelas mengaliri keningnya, kedua tangan yang saling berpegangan satu sama lain dengan erat tampak bergetar karena kegugupan yang melanda wanita itu, dari wajahnya saat itu terpancar ketakutan yang luar biasa, namun ia berusaha tenang dan pasrah akan apapun yang dapat terjadi pada dirinya.

"LETAKAN SENJATA KALIAN SEMUA DI LANTAI!!" Perintah lelaki itu. Sebuah pistol yang ia pegang mengarah ke kepala Alice, sedangkan disamping kiri dan kanan lelaki itu tampak kedua anak buahnya sedang berjaga dengan senjata Laras panjang. Salah satu dari anak buahnya itu adalah Bram, sie lelaki bertubuh gemuk itu.

Azka kemudian meletakan senjatanya di lantai, ia lalu memberikan perintah kepada kelima polisi lain dengan bahasa isyarat untuk meletakan senjata mereka juga, mereka pun menjatuhkan senjata masing-masing mengikuti perintah yang telah diberikan.

"BAJINGAN...!!! LEPASKAN WANITA ITU SEKARANG JUGA!!" Teriak Ronald dengan geramnya.

Alice antara terkejut dan bahagia lalu sontak memperdengarkan suara sendunya "Ronald..." Sebuah air yang hangat mengaliri pipinya yang tampak sudah berminyak. Rambutnya yang biasanya tertata rapih, kini terlihat awut-awutan berantakan tak terurus. Alice tak tahu haruskah bahagia karena bisa melihat kekasihnya lagi, ataukah ia harus bersedih karena dirinya diambang Kematian, hanya dalam hitungan detik nyawanya bisa saja hilang.

Ronald bergerak mendekati kekasihnya itu.

"JANGAN BERGERAK!!" Perintah lelaki itu geram. "Jika kau berani melangkah sekali lagi, maka kepala dokter ini akan meledak!!" Ancamnya kemudian.

"BANGSAT!!" Teriak Ronald frustasi.

Ia sungguh tak tega melihat apa yang dialami kekasihnya tersebut, ia kemudian luluh dari posisi berdirinya itu lalu kemudian berjongkok di lantai, ia tampak lemas dan tak berdaya, ia tak tahu apa yang harus ia perbuat untuk menyelamatkan orang yang dicintainya itu.

"Apa yang anda inginkan Tn. Alexander Romaxd?" Tanya Azka kemudian pada lelaki itu, memulai percakapan.

"Tarik semua pasukan anda sekarang juga!!" Jawabnya tegas.

"Kami membawa surat perintah untuk penahanan anda Tuan, apapun yang terjadi kami harus membawa anda kembali ke kantor kami." Jawab Azka tenang.

"Walaupun itu harus dengan mengorbankan nyawa dokter cantik ini?" Tanya lelaki itu kemudian dengan senyum sinisnya.

Azka terdiam, ia tak menjawab pertanyaan pria itu, Alice tampak menatap Ronald dan Azka secara bergantian memohon pertolongan untuk nyawanya.

Ronald kemudian berpaling ke arah Azka masih dalam posisi berjongkok, "Pak, tolong selamatkan Aliceku, tolong tarik kembali semua pasukan anda, Pak!!" Pinta Ronald pada Azka sambil mengatupkan kedua tangannya.

Azka menatap Ronald dalam, namun jawaban yang diberikan Azka kemudian membuat siapapun yang mendengarnya akan sangat marah. "Dia datang ke tempat ini untuk menyelamatkanmu, Ronald. Polisi mana yang akan dengan mudahnya diculik dan dijadikan sandera dan menyusahkan pasangannya. Karena ingin menyelamatkanmu, dia akhirnya mengorbankan nyawanya. Sekarang kau sudah selamat, apa salahnya jika sekarang ia yang mengorbankan nyawanya untukmu, lagi pula mungkin kau dan aku nantinya akan mendapatkan promosi kenaikan pangkat setelah berhasil menangkap para penjahat ini. Tidak masalah jika kita mengorbankan hanya satu nyawa!!"

Seluruh orang dalam ruangan tersebut tak menyangka dengan apa yang baru saja Azka katakan, Alice yang mendengar ucapan Azka tersebut menjadi tawar hati dan gelisah tak menentu, kini ia tak punya harapan sama sekali untuk nyawanya, Alice mengarahkan tatapannya yang sendu pada kekasihnya itu, ia hanya berharap orang yang dicintainya itu masih bisa memberikan harapan untuk menyelamatkan nyawanya. Alice mendapati amarah yang sebentar lagi akan meledak dari seorang Ronaldo Alvarez.

"Apa yang kau katakan? Mengorbankan HANYA SATU NYAWA?!!" Teriak Ronald penuh amarah.

"BAJINGAN!!" Ronald mengerahkan seluruh tenaganya untuk menerjang Azka.

Hal yang tak dikira pun akhirnya terjadi, mereka tak bisa menghindari kejadian itu, keangkuhan dan pendirian Azka yang besar serta kemarahan yang telah disimpan Ronald membuat perkara baku tumbuk itu pun tak bisa dihindari. Ronald menerjang kasar ke arah Azka. Pukulan pertama Ronald, berhasil dihindari Azka, tak mau kalah Azka pun membalas dengan sebuah tinju yang mengenai rahang kiri Ronald.

Bukk....

Sempat terhuyung sebentar, namun Ronald berhasil menguasai dirinya kembali dan mengambil ancang-ancang untuk pukulan keduanya, ia membidik pukulan itu pada bagian perut Azka, dan pukulan kedua itu lolos dengan semestinya yang membuat seorang Azka mengeluarkan jeritan kesakitan "Arkhh...."

Tidak berhenti sampai disitu, Ronald pun melanjutkan dengan pukulan ketiganya yang mendarat pada rahang kiri Azka yang seketika membuat komandan cyber police itu terjatuh.

Bruuukkk...

Tubuh Azka jatuh dan terbentur sebuah rak buku yang mengakibatkan buku-buku itu berjatuhan ke lantai. Ronald tak lagi mempedulikan posisinya yang adalah anak buah dari lelaki yang telah ia pukul itu. Kemarahan dan kebencian yang selama ini dipendamnya, apalagi setelah melihat kondisi Alice yang seperti itu, akhirnya membuat polisi itu menjadi kalab mata. Saat Azka terjatuh, Ronald lalu menarik kerah baju pria itu dan siap untuk melakukan tinju berikutnya, namun dengan cepat George menarik tangan Ronald dan menampar wajah temannya itu.

Plakk...

"Ronald... Sadarlah!! Tenangkan dirimu!!" Ujar George setelah berhasil menahan tangan Ronald, ia kemudian memegang wajah Ronald dengan kedua tangannya dan menatap mata Ronald dengan tajam. "Sadarlah Ronald!! Dia komandan kita!!"

Perkelahian yang diluar skema yang telah mereka rancangkan tadi telah membuat semua mata tertuju kepada mereka, bahkan para penjahat itu tak lagi fokus pada sandera mereka. Kesempatan emas itu akhirnya digunakan oleh pasukan khusus untuk mengintai dari pintu dan jendela dan tidak perlu waktu lama dari tamparan yang diberikan George pada Ronald, pada hitungan ketiga, ketiga penjahat yang di dekat Alice tersebut, semua berguguran ke lantai..

"Arghh...."

"Arghh...."

"Awwhh...."

Teriak ketiga penjahat tersebut bergema di ruangan itu, mereka terlihat tak berdaya, saat timah panas itu mengenai tubuh mereka.

Dengan keahlian yang mereka miliki, pasukan khusus itu akhirnya bisa dengan mudah menjatuhkan para penjahat itu tanpa melukai yang lainnya, Tn. Alexander sendiri, mendapat tembakan tepat di pangkal tangan kanannya yang memegang pistol tersebut, alhasil pistol yang ia gunakan untuk mengancam Alice tersebut jatuh tak terelakkan di atas lantai, disusul dengan tembakan kedua yang mengenai lutut kirinya. Bram yang adalah lelaki gemuk itu, mendapatkan luka bersamaan pada paha kiri dan kanannya yang membuat pria itu langsung tersungkur ke lantai karena sudah tak mampu menahan bobot tubuhnya, senjata yang di pegangnya itu pun spontan terlepas dari tangannya, karena kedua tangannya ia gunakan untuk menutup luka tembak pada pahanya itu. Sedangkan anak buahnya yang satu, mendapatkan luka pada lengan kanan dan kirinya. Darah mulai bercucuran dari luka tembak para penjahat itu.

Alice melihat ke sekeliling, ia mulai merasakan kepalanya terasa berputar, pandangannya kabur, suara gaduh yang terdengar mulai sayup-sayup hilang. Ia kemudian jatuh dan tak sadarkan diri.

...

Catatan Penulis:

Haii dear, thanks masih setia membaca sampai sejauh ini. Belum seminggu sudah up lagi, ini hadiah tambahan untuk hari Kemerdekaan RI..

Pada kesempatan ini Author ingin meminta kepada pembaca semua untuk menginvite Ig BDCP (Beautiful Doctor VS The Cyber Police) dengan nama vee_ernawaty.

Sebenarnya Thor mendapatkan penawaran kontrak dengan lapak sebelah, karena itu Thor ingin meminta pendapat pembaca sekalian bagaimana baiknya untuk kelanjutan penulisan, jika sy pindah ke lapak sebelah.. 🤭

Jng lupa invite Ig BDCP❤️ ya...

Sehat dan Berbahagia selalu untuk semua 😇

avataravatar
Next chapter