webnovel

Celia dan Christy

#Flash back On Azka Story

"Kamu yakin mau sekolah lagi? Terus siapa yang akan mengurus Christy?" Tanya seorang pria pada wanita yang tengah menggendong seorang anak perempuan yang tampak tertidur pulas.

"Kita sudah membicarakan ini untuk yang keberapa kalinya kan? Lagipula ayah dan ibuku sudah menyetujuinya pula." Jawab wanita itu. "Dan satu hal, aku tak memintamu untuk membiayai sekolahku. Aku tidak akan memakai uangmu untuk sekolah spesialisku." Lanjut wanita itu lagi.

"Uang katamu?" Lelaki itu tampak mengencangkan suaranya. "Aku sama sekali tidak membahas soal uang. Yang aku tanyakan jika kau kembali sekolah sambil sibuk bekerja lalu siapa yang akan mengurus Christy?" Lanjutnya kemudian.

"Azka, tolong kecilkan suaramu! Kau bisa membangunkannya." Wanita itu mulai gusar, ia kemudian masuk ke dalam kamar tidur dan membiarkan pria itu tetap di ruang tamu.

Azka tampak kesal dengan apa yang dipikirkan oleh istrinya itu. Christy baru saja sebulan yang lalu merayakan ulang tahunnya yang keempat, ia masih terlalu kecil untuk kehilangan perhatian dan kasih sayang orang tuanya. Mereka sudah pernah berkomitmen untuk tetap mengutamakan keluarga dibandingkan mengejar karier, tapi kini hampir setiap hari selama sebulan ini masalah karier lah yang menjadi perdebatan diantara mereka.

"Kau mengatakan hal itu karena kariermu sudah bagus sekarang, kau seorang perwira polisi yang disegani oleh bawahan-bawahanmu, sedangkan aku? Aku baru bisa menyelesaikan gelar dokterku setelah Christy berusia 2 tahun, aku bahkan harus cuti satu setengah semester karena mengandung dan mengurus anak kita. Sekarang disaat aku ingin melanjutkan cita-cita ku untuk menjadi seorang dokter ahli kandungan, kau malah memintaku menunggu dua tahun lagi sampai pendidikan S2 hukummu selesai?" Pertengkaran mereka malam itu semakin dahsyat, istri Azka semakin membandingkan kariernya yang tak berjalan mulus seperti karier sang suami.

"Kau sungguh egois Azka, umurku sekarang sudah 27 tahun. Aku menargetkan di usia 28 tahun aku sudah bisa menjadi dokter spesialis kandungan yang terkenal. Tapi apa, semua hanya bisa aku khayalkan karena target itu takan pernah terpenuhi karena aku menikahi orang yang sungguh egois!!"

Plakk.....

Sebuah tamparan dari tangan Azka mendarat di pipi sang istri.

"Celia, apa yang kau bicarakan? Jadi maksudmu kau menyesal karena menikah denganku?"

"Iya aku sangat menyesal!" Sarkas wanita dengan nama Celia itu.

"Kau beraninya menampar diriku? Kau tahu bahkan ayahku, dia tak pernah sekalipun melayangkan tangannya untuk memukulku, tapi kau...."

"Cukup Celia!! Itu pelajaran untukmu, aku tak akan melakukan hal bodoh itu jika kau cukup waras dalam berucap." Azka kini tampak semakin marah. Ini pertama kalinya dalam hidupnya selama 5 tahun mereka berumah tangga, tangan kekarnya itu ia gunakan untuk menampar pipi istrinya.

"Pelajaran katamu? Kau pikir aku ini bodoh?" Tanya Celia seketika pada Azka yang dijawab Azka dengan sebuah pernyataan yang sangat menyakitkan wanita itu.

"Iya aku kira kau memang wanita yang bodoh. Jika kau pintar, seharusnya kau selesaikan dulu gelar dokter dan juga dokter spesialis kandunganmu itu sebelum akhirnya kau memilih untuk menikah dengan lelaki egois seperti diriku!"

"Azka, kau...!!" Celia tampak geram dengan perkataan sang suami.

"Aku sudah tak tahan lagi Azka, aku ingin kita berpisah sekarang!" Lanjut wanita itu seketika.

Ia lalu bergegas kembali menuju kamar tidur mereka, ia mengemasi beberapa lembar pakaian dan kemudian menuju ranjang untuk menggendong Christy.

"Apa yang kau lakukan Celia?" Tanya Azka seketika, saat Celia bergegas menuju pintu dan membawa Christy dalam pelukannya, sang anak yang merasa tidak nyaman dengan suara ribut kedua orang tuanya langsung terbangun kala itu juga.

"Papaaa....uhuhuuu...." Rengek sang anak seketika dan meminta berpindah dari Gendongan sang mama ke gendongan papanya, sambil merentangkan tangannya untuk segera di gendong oleh papanya itu.

"Christy, tenanglah sayang. Ayo kita pergi ke rumah nenek." Celia masih saja berusaha menenangkan anaknya tanpa mau memberikan Christy kepada papanya.

"Papaa.... Chlistii mau papaa.... Uhuhuuu..." Rengek sang anak tak mau diam.

"Celia, berikan Christy padaku." Azka membujuk sang istri, ia tak tahan mendengar tangisan anaknya tersebut.

"Tidak akan!!" Sarkas wanita itu garang.

"Ayolah, dia sedang menangis. Aku hanya akan membujuknya dahulu." Azka mulai melembutkan suaranya, ia tak ingin anaknya menjadi takut dan trauma dengan apa yang ia saksikan kini.

"Hanya sampai dia tenang!" Kata Celia sebelum akhirnya ia memberikan Christy pada sang suami.

"Papaaa..." Rengek Christy bahagia ketika telah berada dalam pelukan papanya.

"Iya sayang, kamu tenang ya... Jangan nangis lagi. Okey!! Besok papa belikan Christy es krim setelah pulang dari kantor ya..." Azka berusaha membujuk anaknya itu.

"Iya papa, tapi Chlistii atut cama mama, kenapa mama malah-malahin papa telus?" Christy mulai berbicara dengan papanya dengan bahasa cadelnya.

"Hahaaa, mama tidak marah kok sayang, itu mama lagi nyanyi bahagia karena....."

"Karena kita akan ke rumah nenek, sayang." Celia cepat memotong kalimat Azka dan menyambung kalimat itu sesuai keinginan hatinya.

"Besok pagi ada acara di rumah nenek, jadi malam ini kita harus kesana, nak." Celia berkata sambil mengelus lembut rambut kepala anaknya yang manis itu.

"Betok ada acala di lumah nenek? Belalti Kaka Aya dan Lito juga dicana ya?" Christy tampak senang dan kemudian bertanya tentang kedua sepupunya yang usia tidak begitu jauh darinya.

"Iya sayang, besok akan sangat ramai di rumah nenek." Celia menyemangati anaknya tersebut.

"Chlistii cenang banet ma. Papa ayo kita ke lumah nenek cekalang." Pinta sang gadis kecil itu manja kepada papanya yang berusaha tetap menampilkan senyum yang manis.

"Papa Christy gak bisa ikut sayang, karena besok pagi papa mau cepat-cepat dinas pagi. Christy perginya sama mama aja ya sayang." Jawab Celia cepat, ia tak ingin suaminya memberikan jawaban lain pada anaknya.

"Sayang...." Panggil Azka lembut pada Celia. "Ayo kita bicarakan ini baik-baik dulu, besok pagi saja baru kalian pergi ke rumah mama." Lelaki itu memohon pada sang istri dengan seriusnya.

Azka kemudian menurunkan Christy dari gendongannya dan membiarkannya duduk di ruang tengah dengan ditemani TV yang masih menyala dan beberapa permainannya yang masih berhamburan. "Christy sayang, papa bicara sebentar sama mama ya, Christy main dulu disini. okey!!" Ujar Azka sambil membelai rambut anaknya itu.

Azka lalu kembali ke dalam kamar, didapatinya Celia sedang duduk di atas kasur dengan wajah begitu frustasi, air mata yang sejak tadi di tahannya kini mengalir tanpa suara.

"Sayang, maafkan aku!" Ujar Azka kemudian dengan suara lembut, ia menghampiri istrinya itu dan memilih duduk di samping kiri istrinya. Azka kemudian akan membelai rambut sang istri, namun dengan cepat tangan Celia menepis tangan Azka.

"Cukup!! Ini sudah berakhir Azka. Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi dengan semua ini." Celia menatap tajam ke arah Azka, suara yang pelan namun kata yang terucap mengandung perintah.

"Celia, maaf!"

"Aku ingin berpisah!" Matanya kembali mengalirkan larva bening itu.

"Celia, tolonglah. Kita bisa membicarakan ini dengan baik-baik."

"Tidak Azka, kau menamparku. Kau juga mengatakan kalau aku ini wanita bodoh. Azka, ini pertama kalinya kau begitu menyakiti hatiku." Wanita itu menangis.

"Aku ingin berpisah!" Kembali ia mengatakan hal yang sama.

"Sayang, tolonglah... Aku mohon maaf, sungguh tadi aku khilaf." Ujar Azka sungguh-sungguh.

"Aku mohon, ijinkan aku dan Christy pergi sekarang. Akan lebih baik jika ia tidak melihat pertengkaran kita." Pinta Celia.

"Di luar Hujan deras Celia."

"Kami menggunakan mobil, bukan berjalan kaki atau mengendarai sepeda motor." Jawab Celia cepat tanpa mempedulikan pemikiran Azka.

" Baiklah, kalau begitu aku anter kalian!" Azka memberikan pilihan lain.

"Aku bisa mengendarai mobil sendiri." Jawab Celia ketus.

Azka kemudian menghembuskan napas kesal. "Ayolah Celia...."

"Aku ingin kita berpisah, Azka!" Sekali lagi wanita itu mengucapakan hal yang sama untuk yang keberapa kalinya.

"Sayang..." Azka melengos.

"Aku dan Christy, pergi sekarang!" Wanita itu tak mempedulikan lagi suaminya, meskipun ia tahu Azka memohon maaf dengan tulus, namun hatinya sudah terlanjur sakit dengan semua yang terjadi tadi. Ia pergi meninggalkan kamar dengan sebuah tas berisikan beberapa lembar pakaian ganti.

"Mama..." Teriak Christy ketika Celia keluar dari kamar.

"Ayo sayang, kita pergi sekarang ke rumah nenek!"

Azka keluar dari kamar dengan membawa sebuah jacket kecil milik Christy, ia kemudian menghampiri anaknya itu.

"Papa... Papa juga itut?" Tanya sang anak.

"Papa besok ada kerjaan pagi-pagi di kantor, jadi papa nggak bisa ikut. Maaf ya sayang..." Kata Azka sambil memakaikan jacket kepada anaknya yang manis itu.

Christy lalu mencium pipi sang ayah. "It's otey papa... I lop yuu" kata Christy pada papanya yang kini telah memeluk tubuh kecil dari gadis kecil itu.

"I love you too my honey" bisik Azka pada telinga sang anak.

Azka lalu mengantar keduanya menuju mobil, Setelah memasangkan safe belt pada sang anak sekali lagi pria itu mengecup sayang puncak kepala Christy.

"Anak pintarnya papa..." Ujar Azka, kemudian ia menutup pintu mobil tersebut.

Ia lalu menghampiri sang istri yang sudah siap pada kemudi, Celia menurunkan jendela mobilnya.

" Sayang, tolong maafkan aku. Aku mencintaimu!" Ujar Azka kemudian pada Celia.

"Terimakasih!" Hanya itu yang Celia ucapkan.

"Ayo sayang, pamit sama papa. Kita berangkat sekarang ya!" Celia lalu mengarahkan pandangannya pada sang anak yang juga telah siap di tempat duduk ya.

"Papa... Chlistii pelgi dulu ya.... Da..daaa... Papa..." Ujar gadis kecil itu sambil melambaikan tangan kanannya.

"Dadaaa sayang... Hati-hati ya!" Kata Azka, lalu Celia menaikan kaca mobilnya.

Mereka kemudian meninggalkan garasi mobil itu, Azka menatap hampa kepergian keduanya.

Ia akan menaiki tangga untuk kembali ke dalam rumahnya, namun entah mengapa pikiran lelaki itu menjadi tidak tenang, Azka kemudian mutuskan untuk mengikuti mobil istri dan anaknya itu, dia akan mengantarkan mereka sampai mereka tiba di rumah mertuanya. Setelah mereka tiba dengan selamat barulah dia akan kembali ke rumahnya, pikir lelaki itu akhirnya. Ia pun mengambil kunci mobil miliknya dan kemudian ia pun mengendarai mobilnya tersebut mengikuti mobil sang istri yang sudah keluar beberapa menit yang lalu.

Malam itu hujan turun cukup lebat, jalanan agak sedikit licin, Celia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan rata-rata, sudah lebih kurang 30 menit mereka berkendara, dan ia pun tak menyadari jika suaminya kini telah mengikuti mereka dengan mobilnya dari belakang. Gadis mungil yang berada di kursi sebelah kirinya kini telah kembali dalam tidur lelapnya. Celia mulai mengingat kembali kejadian yang terjadi tadi antara dirinya dan sang suami yang begitu ia cintai. Ia tak menyangka jika tangan sang suami harus memberikan sebuah tamparan pada pipinya, ia tak pernah sekalipun membayangkan itu dalam hidupnya, tapi kini itu terjadi. "Apa salah jika aku menginginkan sekolah lagi? Apa salah jika aku mempunyai cita-cita yang tinggi? Hiks..Hiks.." Kata Celia ditengah Isak tangisnya.

Ia terus saja larut dalam tangis dan kekesalannya, ia lalu menaikan kecepatan mobilnya, ia bahkan tak menyadari apa yang telah dirinya lakukan kini bisa membahayakan dirinya dan juga putri semata wayangnya. Waktu menunjukan pukul 21.40, karena hujan jalanan menjadi begitu sunyi, Celia tanpa rasa takut menancap gas mobilnya tanpa mempedulikan apapun, Azka yang berada di mobil belakang menjadi panik dengan apa yang dilihatnya di muka.

"Celia ada apa denganmu? Kurangi kecepatan mobilmu?" Teriak Azka marah yang sudah pasti suaranya itu tidak sampai di telinga Celia.

"Oh Tuhan. Ada apa denganmu sayang" Panik Azka.

Mobil itu melaju dengan cepat, ia bahkan tak sempat melihat lampu merah yang sedang menyala yang berarti dia harus memberhentikan mobilnya, dan dalam sekejap mata....

Brakk.... Prak... Prak...prak....

Celia tak bisa menghindari tabrakan itu. Mobilnya terpental dan terguling hingga 3 kali.

Azka menatap pasrah pada kejadian yang disaksikannya dengan mata kepalanya sendiri.

...

Next chapter