18 GAGAL MENGHINDARINYA

Jessie tiba di cafe Diandra tepat pukul 19.00 malam. Ketika masuk dalam cafe, Diandra langsung menariknya sofa di sudut ruangan. Jessie terlihat tidak bersemangat. Fikirannya sedang kacau.

"Sekarang kamu ceritakan padaku dari awal sampai akhir tanpa ada kurang satu apapun", Diandra pasang muka serius.

"Aku bingung harus mulai dari mana Di", Jessie menghempaskan punggungnya di sandaran sofa.

"Terserah kamu mau mulai darimana", Diandra menatap tajam. Ia mempunyai banyak pertanyaan di benaknya namun ia memilih mengurungkannya dan menunggu Jessie memberikan penjelasan sendiri.

Jessie menceritakan dari pertama kali ia bertemu dengan Tama. Dari mulai bertemu pertama kali, sering bertemu di rooftop, mulai berteman, sampai ia ditolong ketika diserang Luna. Dan sampai pada akhirnya ketika presentasi ia baru mengetahui jika temannya yang bernama Tama adalah seorang direktur di perusahaan tempat ia bekerja, Kevin Pratama. Direktur yang sering jadi omongan karena kemisteriusannya.

Jessie menunduk menutup wajah dengan kedua tangannya. Kemudian ia menatap Diandra."Aku harus bagaimana Di?", mencoba meminta pendapat Diandra.

"Jadi bukan tunangan beneran to," Diandra menampakkan wajah kecewanya. "Aku malah berharap kamu menjadi tunangannya beneran Jess. Atau sekalian jadi istrinya", kata Diandra dengan ringan tanpa perasaan bersalah.

"Kamu kok gitu sih Di. Aku serius. Mau ditaruh dimana mukaku ini kalau nanti bertemu dia lagi", Jessie melotot karena merasa sahabatnya tidak memahami perasaannya.

"Jessie, masalah dia menyembunyikan identitasnya pasti ia punya alasan lain. Dan aku juga tidak membenarkan kebohongannya. Tapi saranku dengarkan penjelasasnnya dulu. Jika dia berniat jahat dia pasti tidak akan muncul di hari presentasimu dan membiarkanmu mengetahui identitasnya," Diandra menghentikan penjelasannya dan membiarkan Jessie mencernanya. "Diantara kalian tidak terjadi sesuatu kan? Yang membuatmu pusing tujuh keliling seperti saat ini", Diandra mengerlingkan pandangannya untuk menggoda Jessie.

Jessie gelagapan dan wajahnya memerah," Ya tidak mungkinlah. se..sesuatu a..apa maksudmu Di?". Jessie mengalihkan pandangannya agar Diandra tidak melihat wajahnya. Kemudian ia teringat ketika Tama mengatakan menggenggam tangannya dan mengatakan kalau ingin lebih mengenalnya .

"Aaaaaa, tidak", Jessie menggelengkan kepalanya."Aku sudah berkata buruk kemarin tentang dia di depan dia juga. Aku malu bertemu dengan Di. Betapa terlihat bodohnya aku di depan dia".

"Sudah Jes. Sudah kejadian juga. Mau dibalikanpun tetap tidak bisa. Jika kamu mempunyai kesempatan, tidak ada salahnya kamu meminta maaf tentang tindakan konyolmu", Diandra menenangkan Jessie.

Jessie mengangguk dan memeluk Diandra,"Terimakasih Di. Kamu memang sahabat terbaikku".

------------------------------------------------------------------------

Jessie pergi bekerja seperti biasa tetapi ia tetap was-was jika bertemu dengan direktur. Ia sampai di kantor masih terlalu pagi sehingga masih sepi. Setibanya di ruangan ia hanya melihat Pak Darwin yang sedang siduk di ruangan. Terlihat dari kaca bening yang menjadi sekat antara ruangan. Ia membuka email tapi tidak menemukan email yang urgent. Kemudian ia ke pantry untuk membuat teh hangat. Perutnya belum sempat terisi sarapan. Setelah kembali dari pantry ia melihat Pak Darwin telah berdiri di depan meja kerjanya.

"Selamat pagi Pak. Ada yang bisa saya bantu?', Jessie mendekat ke arah Pak Darwin yang sendang memegang file.

"Pagi Jessie. Saya mau minta tolong kamu untuk mengantarkan file ini ke ruangan Bu Sherly. Ruangannya ada di lantai 15, nanti kamu belok kanan ruanganya tepat di ujung lorong. Kalau ada asistenya bisa kamu titipkan asistenya", jelas Pak Darwin setelah menyerahkan file ke Jessie.

"Baik Pak", Jessie melangkah pergi menuju lift.

Sesampai di lantai 15, ia belok kanan sesuai petunjuk dari Pak Darwin. Namun ia terkejut dari arah depan seorang pria dengan memakai jas abu-abu dan rambut disisir rapi kebelakang bersama dengan dua orang dibelakangnya tampak berjalan tenang kearahnya. Seketika ia berbalik arah ke lift lagi. Namun lift sudah tertutup dan pria itu semakin mendekat. Dia adalah direktur, Kevin Pratama.

"Ahh, sial. Kenapa aku harus bertemu dengannya disini", gerutu Jessie sambil menutupi wajahnya agar Direktur Kevin tidak melihatnya.

Direktur Kevin berjalan lurus sambil berbicara serius dengan dua orang di belakangnya dan mereka telah melewati tempat Jessie berdiri. Ia lega karena direktur Kevin tidak mengenalinya kemudian ia mempercepat langkahnya. Namun langkahnya terhenti ketika terdengar seseorang memanggilnya.

"Mbak Jessie", suara yang terdengar dingin.

Jessie menghentikan langkahnya namun ia tidak berani berbalik.

"Kalian pergi dulu". Direktur Kevin menyuruh dua orang yang berdiri di sampingnya itu pergi. Kemudian melangkah mendekati Jessie.

Mau tidak mau Jessie berbalik menghadap Direktur Kevin tapi ia tidak berani menatapnya."Ada yang bisa saya bantu Pak?".

"Bisa bicara sebentar", pinta Direktur Kevin.

"Maaf Pak. Bu Sherly sedang menunggu file ini jadi saya harus segera mengantarkannya", kata Jessie sambil menunduk. Ia mencoba mencari alasan agar segera terbebas dari Direktur Kevin.

"Apakah kamu sedang menghindar dari saya? Bu Sherly sedang tidak ditempat, dia sedang tugas keluar kota". Tiba-tiba Direktur Kevin menarik tangan Jessie dan membuat Jessie terkejut.

Jessie tidak bisa menolak. Mereka menuju ke rooftop tempat biasa bertemu. "Ahh. Gagal aku mengindarinya hari ini", batin Jessie.

avataravatar
Next chapter