14 AKU INGIN LEBIH MENGENALMU

Sepanjang perjalanan tidak ada kata yang terucap. Hening dalam kebisuan. Jessie tidak perduli kemana Tama akan membawanya yang ia inginkan hanya segera menjauh dari mereka, Luna dan Alvin.

Tak berselang lama mereka telah sampai disebuah bangunan yang menjulang tinggi. Bangunan yang mewah dengan dilengkapi segala fasilitas modern. Di depan berdiri sebuah gapura menjulang tinggi berbentuk menyerupai candi yang bertuliskan 'Puri Sky Garden'. Tama berhenti di Basement gedung itu. Namun mereka tidak segera turun dari mobil.

"Kenapa kita kesini?", Jessie memecah keheningan.

"Ini rumahku".Tama keluar dari mobil kemudian mengisyaratkan Jessie mengikutinya. "Aku hanya ingin menolongmu, jangan berprasangka buruk terhadapku".

Jessie tidak bertanya lagi hanya mengikuti Tama masuk lift. Tama menekan tombol 30. Ya, apartemen mewah milik Tama berada di lantai 30, lantai tertinggi di gedung ini. Sesampainya di lantai 30 mereka berhenti di sebuah pintu paling ujung. Tama memasukan kode sandi di pintu, dan kemudian pintu terbuka.

"Duduklah". Tama mempersilahkan Jessie. Kemudian ia memasuki sebuah ruangan. Tak berselang lama ia datang membawa sebuah kaos. "Mandilah dulu. Ganti bajumu dengan ini. Setelah itu aku akan mengantarkanmu pulang. Kamar mandi ada disebelah sana", Tama menunjuk sebuah ruangan.

Jessie nampak ragu-ragu. Ia sejenak memperhatikan dirinya. Baju putih yang ia kenakan sudah berwarna hitam kecoklatan dan rambut yang diikat kuda sudah terlihat acak-acakan dengan gumpalan-gumpalan krim. Hanya celananya saja yang nampak tidak terlalu kotor. "Ahh", gumam Jessie. Ia tertunduk malu. Ia baru menyadari betapa menjijikannya dirinya saat ini apalagi didepan seorang pria. Ia berjalan lunglai menuju kamar mandi dengan perasaan malu.

Sesampai di kamar mandi, ia memperhatikan wajahnya di cermin dan teringat kejadian tadi. Ternyata dulu ataupun sekarang mereka tidak berubah. Ia tetap saja tidak bisa melawan Luna dan Alvin tetap menjadi pria yang tak mampu melindungi wanita. Bukan tidak bisa melawan Luna tapi memang dari mereka kecil, Jessie sudah terbiasa mengalah dengan Luna. Jessie pernah menjadi teman dan kakak bagi Luna tapi itu dulu. Dan ia juga tak bisa menangis walaupun diperlakukan kasar seperti itu. Hatinya memang sakit tapi air matanya sudah habis untuk mereka.

Tepat 30 menit Jessie keluar dari kamar mandi. Ia menggunakan kaos milik Tama yang terlihat kebesaran di badannya. Ia mengalihkan pandangannya kesekeliling ruangan, terlihat Tama duduk di sofa dengan kotak P3K di sampingnya. Ia tidak berani mendekat ada perasaan canggung di hatinya.

"Duduk sini, aku akan mengobati lukamu", Tama tersenyum dan menepuk tempat kosong disebelahnya.

Jessie mengikuti perintah Tama. Tama mengeluarkan obat kemudian mengoleskan pada luka dikening Luna. Ketika Jessie mendongakan wajahnya, ia dapat melihat wajah Tama dengan sangat dekat karena hanya berjarak satu jengkal. Tiba-tiba darahnya berdesir dan wajahnya memerah. Sesaat ia terpesona dengan wajah nan rupawan di depannya.

"Aaawww", Jessie menjerit kecil.

"Maaf, sakit ya? aku akan lebih hati-hati lagi", kata Tama melihat ekspresi Jessie yang kesakitan.

Jessie menggeleng. "Terimakasih sudah menolongku", katanya kemudian.

Tama menghentikan gerakanya. "Tidak perlu berterimaksih. Aku yang ingin meminta maaf karena telah berbohong pada mereka dengan mengatakan bahwa kamu adalah tunanganku. Apakah kamu baik-baik saja dengan itu? ".

"Tidak masalah", jawab Jessie singkat.

Sebenarnya Tama ingin bertanya lebih banyak lagi tentang Alvin dan Luna namun ia mengurungkan niatnya. Ia tidak ingin Jessie berfikir bahwa ia terlalu kepo dengan kehidupannya. Walaupun pada kenyataanya ia memang ingin mengetahui lebih banyak tentang Jessie. Setelah melihat kejadian tadi ada perasaan ingin selalu melindunginya.

"Bolehkan aku pinjam HPmu? ", tanya Tama.

Jessie terlihat bingung namun tetap mengulurkan HPnya.

Tama terlihat mengetik nomor di HP Jessie. "Itu nomor HPku. Jika ada apa-apa kamu bisa menghubungiku. Yuk kita makan. Aku sudah menyiapkan makam malam", ajak Tama.

"Tidak usah. Aku makan malam dirumah saja. Lebih baik kamu antar aku pulang sekarang. Aku tidak ingin merepotkanmu lebih banyak lagi", tolak Jessie

Tama terdiam sejenak menatap Jessie. " Bukankah kita sudah berteman? Kenapa kamu berfikir bahwa kamu akan merepotkanku? Tidak ada kata merepotkan di dalam pertemanan dan jangan sungkan-sungkan jika berteman denganku", Tama meraih tangan Jessie dan membimbingnya duduk di meja makan.

"Baiklah kalau begitu karena kita berteman aku tidak akan menolak undangan makan malam darimu", jawab Jessie sambil tersenyum.

Selama makan malam mereka mengobrol membahas banyak hal tapi tidak ada pembahasan mengenai kejadian di cafe. Jessie sudah bisa bersikap terbuka dengan Tama. Di sela obrolan mereka terkadang tersenyum dan tertawa. Ketegangan diantara merekapun perlahan mencair dan kesedihan Jessie tertutupi dengan senyum dan tawanya. Ada perasaan bahagia menyelinap di hati Tama ketika melihat senyum dan tawa Jessie. Perasaan bahagia yang sudah lama tidak ia rasakan.

Pukul 23.00 tepat Tama telah sampai di apartemen Jessie. Ia berhenti di parkiran apartemen. Ketika Jessie akan turun dari mobil tangannya ditarik oleh Tama sehingga ia terduduk lagi. Tama menggenggam tangan Jessie cukup lama dan membuat Jessie salah tingkah dan suasana hening untuk sesaat.

"Jessie, aku ingin lebih mengenalmu lagi", Tama menatap lembut Jessie. Tatapan yang tidak bisa diartikan sendiri oleh Jessie.

Jessie hanya diam dan mengangguk. Walaupun sebenarnya ia tidak mengerti maksud ucapan Tama. Namun dihatinya ada getar-getar yang tidak bisa diartikan.Kemudian ia segera keluar dari mobil dan berdiri tepat di sisi jalan. Tak beberapa lama ia berbalik lagi dan mengetuk kaca mobil.

Tama menurunkan kacanya, "ada apa?", tanyanya kemudian.

"Terimaksih untuk hari ini. Bajumu akan ku kembalikan besok", kata Jessie.

Tama tertawa. "Tidak udah terburu-buru, baju gantiku banyak kok di rumah. Selamat malam Jessie", Tama melambaikan tangannya dan melajukan kendaraanya pergi.

Jessie tersenyum lega dan melangkah masuk ke apartemennya.

avataravatar
Next chapter