webnovel

10. Hanya Rindu

Molly dan Lolita sama-sama terdiam setelah mendengar cerita Shasa. Ternyata kakak kelasnya itu menyukai Canon sejak kelas satu SMA, tetapi harga diri yang masih tinggi dibanding perasaannya membuat Shasa tak pernah mengungkapkannya kepada Canon. Namun kini semua berbeda. Shasa ingin mengenal Canon lebih jauh, entah ia akan mengutarakan perasaannya kepada Canon atau tidak, biarlah waktu yang akan menjawab. Lagipula ini kesempatan terbaik sebelum masa SMA berakhir.

''Jadi Kak Shasa mau kami menyelidiki tentang Kak Canon?'' tanya Lolita hati-hati dan Shasa mengangguk sambil tersenyum lebar.

''Aku mau kalian menyelidiki tentang makanan kesukaannya, hobinya dan kisah cintanya dahulu,'' ucap Shasa bersemangat.

''Itu tidak sulit, tapi apa yang akan kami peroleh?'' tanya Lolita butuh balasan.

''Tenang saja, aku tahu lebih dari siapapun tentang Arga bahkan aku punya foto dia yang memakai rok hahaha,'' tawa Shasa dengan senyuman miring jahat.

''Deal!'' seru Molly cepat mendengar Arga memakai rok, pasti sangat lucu.

''Oke, pasti ada pertanyaan khusus yang ingin kalian tanyakan pada Arga bukan? Tuliskan untukku dan akan ku tanyakan padanya.''

''Tentu saja dibuat se-natural mungkin,'' ucap Shasa dan Lolita mulai menuliskan sejumlah daftar pertanyaan seperti Apa yang akan kau lakukan setelah lulus SMA? Ingin masuk jurusan apa jika nanti kuliah? Apa cita-cita paling utama yang ingin diwujudkan? Pertanyaan seputar Arga dan kehidupannya lah yang ingin mading ketahui, karena bagi mereka Arga adalah maskot SMA Pelita Bangsa pada generasinya.

''Sekadar info saja, aku juga dulu anggota mading tetapi keluar saat akan naik kelas tiga,'' ucap Shasa sambil membaca daftar pertanyaan yang tadi diberikan Lolita.

''Jadi kita akan mulai bekerja, Kak Shasa akan pergi ke Kak Arga, aku ke anggota Equidos lainnya dan Molly ke Kak Canon,'' ujar Lolita mengarahkan.

Shasa mengangkat satu alisnya. ''Kenapa harus Molly ke Kak Canon, bukan kau?'' tanyanya.

''Aku adalah anggota mading jadi sudah seharusnya aku yang melakukan tugas berat seperti mewawancarai anggota Equidos yang kita tahu cukup sulit dihadapi makanya bagian Kak Arga aku minta pada Kak Shasa. Dan soal Molly, dia hanya orang yang menemaniku saja,'' jelas Lolita panjang lebar, mungkin yang dikatanya memang benar tetapi alasan terkuat Lolita adalah karena jika Molly yang melakukannya maka Canon akan senang hati menjawab. Lolita sadar bahwa seniornya itu menyukai sahabatnya sendiri.

''Oh begitu, baiklah.'' Shasa terlihat percaya akan omongan Lolita dan mulai bangkit dari tempatnya.

''Kurasa kita tak perlu buang waktu bukan?''

***

Sesuai dengan kesepakatan kini Molly tengah duduk bersama Canon dibangku panjang dengan danau dihadapan mereka. Tempatnya tidak jauh dari asrama pria dan juga banyak anak kelas tiga lain di sana.

Sebenarnya Molly agak ragu melakukan ini mengingat ia mungkin masih menyukai Canon. Tetapi jika sampai ketahuan oleh Shasa maka bukan hanya dirinya, bahkan Lolita juga bisa gagal menyelesaikan tugasnya.

''Mana Lolita?'' tanya Canon menatap Molly.

''Dia sedang mewawancarai Equidos,'' jawabku grogi. Molly merasa bingung harus memulai bertanya kepada Canon, salah satu bagian sudut hatinya tak tega menjadikan kehidupan Canon sebagai sesuatu yang bisa dipertukarkan.

''Kenapa kau tidak ikut, maksudku kau tak ingin bertemu dengan dia?'' ucap Canon penuh arti ketika menyebut dia yaitu Arga.

''Aku tak punya alasan bertemu dengannya.''

''Baiklah, kita bicarakan yang lain, apa kau senang datang ke sini?'' tanya Canon sambil tersenyum.

''Tentu saja, sebenarnya aku ingin tahu beberapa hal. ''

Molly berjalan di tepi danau sendirian. Perasaannya tak menentu sejak bertemu Canon tadi, ia seperti menumbuhkan harapan kepada Canon dengan bertanya tentang kehidupan pribadinya. Cara Molly mengajukan pertanyaan yang terkadang sensitif seperti tipe kekasih membuat Molly ingin berteriak karena rasa malu. Molly bukan kegeeran, tetapi ia sadar bahwa tatapan semangat dan bahagia Canon saat dirinya bertanya membuat Molly makin merasa bersalah.

Tanpa sadar kaki Molly menuju ke bangku yang berada di bagian belakang sedangkan bangku yang menghadap ke danau telah diisi oleh seseorang yang terbaring disana dengan wajah tertutup punggung tangan orang itu.

Molly menghela napas. ''Kasih enggak yah?''

''Argh.'' Molly mengeram ragu akan memberikan kertas berisi jawaban Canon kepada Shasa.

Hap.

Sebuah tangan menutup mulut Molly dari belakang yang sedetik kemudian memutar kepala Molly ke samping,

Arga! jerit Molly dalam hati.

''Kau ini berisik sekali, aku baru saja dari les matematika,'' gerutu Arga lemah dan itu tampak dari wajahnya yang terlihat kelelahan. Molly sedikit menyampingkan tubuhnya agar bisa melihat Arga dengan jelas.

''Apa yang kau lakukan disini?'' tanya Molly heran.

''Seharusnya aku yang berkata begitu, sebenarnya tidak heran. Tadi aku melihat sahabatmu berkeliaran di asrama kami dan bertanya ke anggota Equidos lain kecuali aku dan apa itu....'' kertas ditangan Molly lenyap dan kini berada dalam genggaman Arga.

''Pertanyaan apa ini? Tipe kekasih? Makanan favorit?'' Muka Arga memerah ketika itu pula Molly tertunduk sambil memainkan ujung bajunya.

''Sebegitu sukanya kah kau dengan dia?'' kini suara Arga berganti dari geram menjadi lirih.

''Maafkan aku, tetapi biarkan aku melakukan ini untuk terakhir kalinya, mungkin.'' Arga menarik tengkuk Molly dan menempelkan bibirnya dengan pucuk kepala Molly.

Ciuman itu berlangsung selama sepuluh detik tanpa balasan atau perlawanan dari Molly hingga Arga melepaskannya, namun tetap menempelkan kepalanya dengan kepala Molly.

''Aku merindukanmu,'' bisik Arga dan Molly masih terdiam mencoba mencerna apa yang barusan terjadi.

''Kau sakit?'' tanya Molly menyadari wajah Arga panas.

Molly mendongak dan mendapati wajah pucat Arga. Baru saja Molly akan pergi sekedar meminta pertolongan namun tangannya dijegal oleh Arga.

''Jangan pergi, aku hanya membutuhkanmu.''

Akhirnya Molly duduk di samping Arga dengan kepala pria itu dibahu Molly lalu mencoba memejamkan matanya. Molly jadi teringat bahwa Arga pernah melakukan ini saat di mobil Arga dulu, ketika dulu Arga juga sakit.

Sebegitu seringnya kah dia sakit? Lirih Molly dalam hati.

Secara perlahan Molly mengusap pipi Arga dengan telapan tangannya sembari Arga tengah tertidur. Sore hari pun akhirnya membuat Arga menggeliat dalam tidurnya sebelum terbangun, ternyata Molly juga tertidur. Arga yang bangun duluan menuntun Molly ke pelukannya.

Butuh waktu sekitar sepuluh menit dalam posisi tersebut hingga Molly sadar dan memekik terkejut.

''Apa yang--''

Belum sempat Molly menyelesaikan kalimatnya Arga sudah melepas pelukannya.

''Kembalilah, sudah hampir gelap,'' ucap Arga bahkan kini memalingkan wajahnya. Molly yang sadar akan perubahan sikap Arga mulai beranjak dan berjalan pergi namun ia berhenti.

''Kertas ini buat Kak Shasa.'' Entah mengapa Molly menjelaskan mengenai kertas itu, ia hanya ingin melakukannya.

Tanpa sadar senyuman tersungging dibibir Arga setelah Molly mengatakannya. Arga tahu benar bahwa Shasa begitu menyukai Canon karena dirinyalah selama ini tempat curahan hati sepupunya itu walau Arga terkadang kesal karena hampir setiap hari Shasa seperti melapor segala aktivitas Canon. Belum lagi jika dulu ia akan teringat kedekatan Molly dan Canon setiap Shasa membicarakannya.

Arga bangkit dari tempat duduknya dan memeluk Molly dari belakang.

''Sampai kapan kau di--''

''Siapa itu?'' sebuah suara mengintrupsi Arga memotong kalimatnya.

''Hey, siapa kalian yang berpelukan?'' Arga yang sadar bahwa mungkin itu adalah guru segera menarik Molly pergi, untung cahaya matahari sudah menghilang sehingga wajah mereka berdua tak terlihat.

Arga berlari dengan menggandeng tangan Molly hingga mereka sampai pada kamar asrama Arga.

Brak!

Arga membuka pintu dan menutupnya dengan kasar.

''Woy, Siapa itu!'' Xero terlonjak kaget ketika pintu terbuka.

''Arga? Molly?''

''Aaah!'' Kali ini Molly yang histeris karena melihat Xero yang bertelanjang dada, dengan sigap Arga menutup mata gadis itu dengan telapak tangannya dan membalikkan tubuhnya hingga Molly dalam menghirup aroma tubuh Arga, secara samar Molly juga dapat mendengar detakan jantung Arga mengingat jarak tubuh mereka yang tak sampai lima sentimeter.

''Pakai bajumu, cepat!'' perintah Arga dan menunduk menatap Molly.

''Ayo sini.'' Arga mendudukkan Molly di kasur lalu mengambil ponselnya.

''Halo."

''....''

''Dia ada disini, aku tahu semuanya, cepat kemari.''

Arga menutup ponselnya dan duduk di samping Molly yang sedang gugup.

''Kau keluarlah,'' perintah Arga kepada Xero yang telah memakai kaos dan berdiri di samping meja.

''Dan meninggalkan kalian berdua? Di kamar?'' ucap Xero dengan gaya lebay dan Arga melemparnya dengan bantal.

''Buang pikiran kotormu, kami hanya tak ingin kau menguping pembicaraan kami,'' balas Arga kesal.

''Tidak! Nanti kau apa-apain lagi anak orang, masih SMA juga, dan aku bakal memakai ini jadi abaikan saja kehadiranku,'' ucap Xero memasang headphone ke telinganya dan Arga terdiam sambil ujung matanya melirik Molly.

''Apa yang kau lihat?'' tanya Molly galak.

''Ehem,'' Xero berdehem dan mendapati kepalanya untuk kedua kalinya terkena bantal.

Tok!

Tok!

Baru saja Xero akan membalas, tetapi terdengar bunyi ketukan pintu dan tak lama kemudian terbuka karena baik Arga maupun Xero tak membukanya.

''Apa sih susahnya buka pintu!'' gerutu Shasa masuk. Arga bangkit dan memegang tangan Molly.

Molly menatap Arga bingung. ''Aku menyuruh Shasa menjemputmu, kau mungkin akan tersesat jika pergi sendirian.'' Ucapan Arga hanya dibalas anggukan kecil oleh Molly.

''Ya udah, aku pergi dulu. Ayo Molly.'' Shasa menarik tangan Molly dan segera keluar dari kamar Arga dan Xero seolah buru-buru. Enggak Arga, enggak Shasa semua suka menarik tangan Molly tanpa persetujuannya.

Shasa berhenti dan menatap Molly, ''Gimana berhasil dapat info tentang Canon?'' tanya Shasa antusias dan Molly hanya mengangguk pasrah. Entah apa kehidupan Molly dahulu hingga mempunyai hubungan yang begitu rumit.

***

Arga terbangun lebih awal dari biasanya membuat Xero juga harus terbangun karena gerakan Arga yang begitu menimbulkan suara. Sambil mencoba menormalkan penglihatannya Xero menatap jam dinding.

''Kau baik-baik saja bukan? Ini masih pukul enam pagi dan kau sudah mandi dan rapi gitu,'' komentar Xero memerhatikan Arga yang sedang bercermin.

''Baik, aku pergi dulu yah.'' Seusai berpamitan Arga langsung hilang dari pandangan Xero dan pria itu hanya menggelengkan kepalanya.

''Emang yah kalau jatuh cinta bisa membuat es sekalipun menjadi api. Dibakar gelora asmara,'' gumam Xero kembali tidur.

Arga berjalan cepat menuju asrama putri. Hari masih sedikit gelap sehingga para guru dan satpam mungkin juga masih terlelap. Arga sadar semakin ia mencoba menjauh maka semakin dekat pula yang ia rasakan kepada Molly. Dirinya kini ingin menjalaninya sebagaimana apa yang ia rasakan, yaitu menyukai, menjaga dan memiliki Molly.

Dengan pelan Arga mengetuk pintu kamar Shasa dan tak lama kemudian Shasa muncul dengan celana training biru, hoodie biru dan sepatu kets putih.

''Kenapa?'' tanya Shasa datar dan tanpa dipersilahkan Arga masuk ke dalam kamar.

Kini dilihatnya Molly masih tertidur di karpet sambil memeluk boneka beruang putih yang besar. Ia tahu kalau boneka itu bukan miliknya, tetapi milik Shasa. Arga sendiri yang memberikan boneka itu pada Shasa ketika berulang tahun ke lima belas. Dan sialnya Shasa malah memberikannya boneka panda juga ketika ia ulang tahun berikutnya.

''Aku tak pernah melihatnya tidur seperti itu,'' gumam Arga duduk dan menatap Molly yang masih terlelap.

''Jadi kau sering melihatnya tidur?'' tanya Shasa curiga.

''Hanya tertidur saat duduk,'' jawab Arga tanpa melepas pandangannya dari Molly.

''Kau pasti punya banyak kenangan dengannya, sudahlah. Aku mau lari pagi, kau tahu? tadi malam kekasihmu itu mengatakan bahwa tubuhku gendut dan pipiku chubby, jadi aku butuh pembakaran lemak,'' cerita Shasa sambil memperbaiki tali sepatunya.

''Terus sahabat Molly mana?'' tanya Arga tak menemukan sosok Lolita dalam kamar itu,

''Oh dia sudah lari pagi duluan, tak heran tubuhnya bagus ternyata mantan anggota basket, beda dengan kekasihmu yang kayak masih murid SMP,'' ucap Shasa malah mendapat kekehan dari Arga.

''Dia tak perlu berubah, karena aku masih akan tetap....'' Arga menggantungkan kalimatnya lalu membelai rambut Molly.

''Ya udah aku berangkat, jangan melakukan hal-hal aneh di kamar suciku,'' ancam Shasa menepuk kepala Arga pelan lalu pergi.

Dengan kepergian sepupunya itu membuat Arga semakin intens menatap Molly yang masih tidur. Jari-jari Arga bergerak untuk menyibakkan poni Molly yang menutupi sebagian wajahnya, senyum tak henti-henti tercipta diwajah Arga. Baginya melihat Molly tertidur damai dengan nafas beraturan adalah kebahagiaan tersendiri.

''Shasa.''

''Shasa kau sudah bangun?''

Sebuah suara mengalihkan pandangan Arga ke arah pintu. Suara itu makin keras menyuarakan nama Shasa dan sedetik kemudian membuat Molly membuka mata. Secara samar dapat dilihatnya sosok pria duduk di sampingnya.

Molly pun bangun dan duduk dengan mata yang telah membulat seakan ingin keluar.

''AAAAA!''

Molly berteriak histeris dan Arga langsung menoleh dengan menutup mulut Molly dengan tangannya. Menatap mata Molly seolah menyuruhnya diam tak memberontak, sedangkan Molly terkejut, bukan sangat terkejut.

''Shasa, kau kenapa?''

''Shasa!'' kini suara itu disertai dengan gedoran pintu, untung saja tadi Arga sempat menguncinya dari dalam.

Molly dan Arga pun hanya saling berpandangan seolah hari ini adalah hari terakhir mereka dapat melihat satu sama lain. Bukan, tatapan mereka mengisyaratkan rasa kaget, heran, takut dan rindu?

***

Next chapter