11 "Kekasih? kau kan daddy ku!"

"Terimakasih, Ben!" ucap Mike saat segelas kopi tersaji di depannya. Ruangan mewah dengan berbagai macam berkas yang dengan seketika membuat Mike tak nyaman. Ia adalah orang yang suka kebebasan dan diruangan ini seperti tak cocok dimasuki oleh pria dengan kaos dan celana lusuh yang penuh sobekan sepertinya. Energi bebas yang dibawanya seolah bertolak belakang dengan ruangan yang terkesan serius itu.

"Hmmm… Tumben kau menemui sepupumu ini," sindir Benny yang merupakan sepupu Mike. Tubuhnya di hempaskan ke arah sofa yang berhadapan dengan Mike. Tangannya terangkat untuk mengulur dasi yang terasa begitu mencekiknya.

"Dari kata-katamu terdengar seperti sindiran. Tapi kalau boleh jujur, kau terlihat cocok dengan kerja kantoran seperti ini."

"Terimakasih karena kau sudah berhasil membalas sindiranku. Kalau yang kau maksud cocok itu dengan tubuh penuh tatto dan tindik di telinga dan hidung seperti ini, membuatku berfikir kau buta apa bagaimana?"

"Hahaha… boleh aku tertawa?"

"Dasar dungu!"

Benny adalah orang terdekat Mike. Hubungan saudara yang baik terkadang masih tertutupi kentalnya sikap ingin menang sendiri dari mereka. Mulut yang akan secara otomatis membalas semua perkataan lawan dengan kata-kata sindiran pedas, meski begitu mereka tak pernah membawa itu menjadi masalah. Mereka memang dekat dengan cara frontal mereka sendiri.

"Kau punya bawahan yang lebih dungu lagi. Mereka membuatku hampir melayangkan bogem mentah saat dengan tak sopannya mereka menuduhku penyusup. Apa karena aku bergaya layaknya preman? Seperti mereka tak tau saja kalau sebenarnya atasan mereka jauh lebih parah dariku."

"Kau datang kesini untuk menghinaku apa bagaimana?" kesal Benny dengan memutar bola mata.

"Haha… menggodamu ternyata membuat mood ku meningkat beberapa persen. Dan ya… Kau tau pasti apa yang ingin ku tanyakan," ucapan Mike membuat Benny bingung. Kenapa tak langsung menanyakan, "Bagaimana kabar ayah? Dia masih sehat untuk bisa merayu beberapa wanita, kah?"

Mike mengangkat gelas dan menyeruput pelan kopi yang dibuatkan untuknya itu. Rasa dominan pahit dengan warna yang begitu pekat, aroma kopi yang tercium begitu kuat memang cocok dengan seleranya.

"Sebelum itu... Beritahu satu hal pada sepupumu ini, bocah yang sekarang tinggal bersamamu itu siapa?"

"Uhuk… Kau tau?"

Mike hampir saja menyemburkan kopi yang belum sepenuhnya tertelan. Tak bisa dipungkiri jika seluruh tindakannya akan terekam oleh orang-orang suruhan. Sedikit merasa khawatir karena mungkin saja "orang itu" akan bertingkah macam-macam. Benny memang orang terdekatnya, tapi beda cerita jika sepupunya itu dihadapkan dengan penguasanya.

Mike seketika teringat dengan tindakan otoriter yang selalu diarahkan kepadanya. Cerita lampau tentang menghilangnya semua kawan miliknya itu seolah menjadi bukti "orang itu" masih memegang kendali atas hidupnya. Ia khawatir dengan Devan yang jelas berbeda dengan lingkungannya yang lalu. Mike memang menyadari jika lingkaran yang dimasukinya tak baik. Pesta miras, seks, dan balap liar termasuk di dalamnya. Tapi disisi lain Mike ingin Devan disampingnya. Remaja asing yang bahkan bertolak belakang dengannya. Mike cukup bersyukur Benny mengatakan hal itu sekarang, menjaga remaja yang sudah dianggapnya adik itu pasti akan diperketat.

"Mata ku ada di mana-mana, ingat?" balas Benny dengan menaik-turunkan alis kanannya.

"Sebenarnya aku juga tak tau kenapa tiba-tiba aku bersikap baik pada orang asing sepertinya. Kau tau, preman-preman yang dulu pernah ingin aku habisi, mereka menjadi gila saat alkohol menguasai tubuhnya hingga dengan bodohnya mengincar bocah itu untuk… Yah kau tau!" jelas Mike, tangannya menaruh gelas yang isinya tinggal setengah tersebut.

"Preman-preman yang sekarang jadi teman barumu kan? Kenapa kau selamatkan? Biasanya kau malah ikut bergabung, Hahaahaha…"

"Mana bisa aku punya teman! Lagipula gila saja, meski begini aku juga masih sayang dengan kesehatan tubuhku."

"Benarkah? Lalu bagaimana dengan para jalang yang hampir setiap minggu kau pakai?"

"Kenapa kau malah ingin tau kehidupan ranjangku?"

"Hanya penasaran."

"Oh ya… Bagaimana kabar orang itu?" tanya Mike tak melupakan niat awalnya menemui sepupu sekaligus preman berdasi di hadapannya ini.

"Bilang saja kau kesini karena merasa mengkhawatirkannya."

"Kalau begitu, lupakan."

"Begitu saja kau marah. Pria tua itu masih sama, suka marah-marah seenaknya, dan yang paling parah, aku yang kini jadi sasarannya," terang Benny dengan membayangkan keganasan dari Reynand, orang yang merupakan ayah kandung dari Mike. Hubungan antara ayah dan anak yang merenggang lebih dari delapan tahun lalu semenjak Mira, sang ibu dari Mike meninggal dunia.

"Hahaha… Nikmati saja hari-harimu, sepupu!"

"Kau pulang dengan siapa, Dev?" tanya Rifky saat mereka berempat berjalan beriringan keluar area sekolah beberapa saat setelah jam pulang berdenting.

"Seperti biasa, dengan kakakku memang kenapa?" jawab Devan singkat.

"Kau beruntung sekali punya kakak yang begitu perhatian dan ditambah lagi dia begitu tampan, kalau aku jadi kau mungkin aku akan jatuh cinta pada kakakku sendiri," sahut Reno dengan wajah sumringah, tangannya merangkul pundak Devan yang tingginya hampir sama sepertinya.

"Kau suka laki-laki?" tanya Fandy yang begitu meneliti setiap kata-kata yang diucapkan oleh Reno. Langkah mereka serentak berhenti dengan tatapan fokus kearah Reno.

"Ehh!"

Reno tak tau harus berkata apa. Terlebih pandangan yang terlihat intens menatapnya membuat ia seketika kikuk.

"Sepertinya itu kakakmu Dev! kita duluan ya, bye!"

Reno menghembuskan nafas lega saat Rifky menyelamatkannya dari situasi aneh tadi. Tangan mereka bertautan membuat Devan dan Fandy membuat kesimpulan yang terlalu jauh.

"Ehem! Aku duluan Fan," ucap Devan setelah sadar dari keterkejutannya.

"Oh ya! Jangan lupa minggu depan kau harus ikut klub renang kami."

"Akan ku pertimbangkan," sahut Devan dengan malas, dan hal itu ditanggapi Fandy dengan senyum puas. Devan adalah tipe siswa yang sama sekali tak aktif dalam urusan kegiatan sekolah. Diakui memang ia malas, tapi mendapat dorongan semangat dari kawan-kawan barunya itu tak mungkin begitu saja diabaikan. Lagipula ia tak bisa menghindar dari kata " Kewajiban bagi seluruh siswa untuk mengikuti setidaknya satu dari banyaknya ekstrakurikuler."

Langkah mereka berdua pun mencabang. Devan melangkah kearah Mike yang terlihat melambaikan tangan kepadanya.

"Dilihat dari senyummu... Sepertinya kau senang dengan tatapan para gadis yang begitu terlihat mengagumimu itu. Oh ya, dan kau dapat banyak salam dari banyak gadis hari ini."

Apa yang dikatakan Devan memang benar adanya. Seluruh wanita yang mendekatinya malah membuat risih saat mendengar banyaknya pujian untuk Mike. Ia memang tak bisa merespon ketidaksukaannya itu dengan jelas, tersenyum tipis dengan anggukan pelan meski Devan tak pernah mengamanahkan beberapa surat yang saat ini ada di laci nakas kamarnya.

"Dan kau terlihat seperti seorang wanita yang sedang mengomel karena kekasihnya selingkuh," ucap Mike membuat wajah Devan memerah seketika.

"Kekasih? Kau kan daddy ku!"

"Dulu kau sebut aku paman dan sekarang daddy? Oh ayolah Dev… Kenapa kau tak sebut aku kakak saja, sih! Itu pasti akan terdengar lucu."

"Tidak akan."

avataravatar
Next chapter