12 "Aduch!"

Akhir pekan terasa begitu melegakan untuk Devan. Matanya yang baru bisa terbuka pukul sepuluh pagi itu sedikit tak membuatnya merasa bersalah karena memang tubuhnya sangat pegal. Memukul-mukul bahu dan sesekali memijat kaki, Devan benar-benar remuk. Mendapat hukuman secara berturut-turut begitu mempengaruhi tubuhnya. Tidurnya memang sedikit telat, pikiran seolah membawanya berselancar hingga Devan baru bisa terlelap pukul setengah tiga pagi.

"Sial! Tugas kelompok."

Remaja itupun mau tidak mau bangkit dari ranjang nyamannya dan bertarung suhu dengan dinginnya air yang mengguyur tubuh. Mempersiapkan beberapa peralatan tulis dan langsung menyampirkan tas coklat satu-satunya itu di bahu. Devan memakai kaos putih dan celana pendek milik Mike yang kedodoran dan langsung keluar kamar.

"Mau kemana, Dev?"

Devan tersentak kaget. Kepalanya menoleh mencari asal suara dan mendapati pemandangan yang menggetarkan hatinya. Mike begitu membuatnya hilang konsentrasi dengan tubuh atas yang telanjang. Posisi yang awalnya push up itu pun berdiri tegak. Tetesan keringat pun menyusuri tubuh terbentuk sempurna itu hingga membuat Devan tak berhenti melotot penuh minat. Tubuhnya begitu kaku, seluruh saraf geraknya tiba-tiba terputus. Otot lengan besar yang akan mendekap dengan erat. Dada yang terasa nyaman saat menyandarkan kepala kesana. Fisik sempurna didepannya semakin membuat Devan terus-terusan membayangkan hal-hal dewasa.

"Aduch!"

Devan yang merasakan sentilan di dahinya itu pun mengaduh kesakitan. Bayangannya seketika buyar saat Mike sekarang malah beralih begitu dekat dengannya. Ini gawat! jantungnya bisa saja terdengar oleh Mike. Jangan sampai sekecil pun bisa membuat Mike merasa jika Devan tertarik padanya!

"Tak paham denganmu. Kau tadi terlihat sangat terburu-buru hingga tak melihat sekitar. Tapi sesaat lagi kau malah terdiam mematung seolah baru saja melihat hantu. Ah! Atau jangan-jangan kau bisa melihat hantu ya?"

Senyum lebar Mike membuatnya begitu tersentak saat usapan pada rambutnya hadir bersamaan. Wajah Devan pasti sudah memerah karena godaan yang begitu besar di hadapannya. Lagipula ia memang pria yang sudah tamat soal percintaan sesama jenis. Efek yang sudah bisa mencapai gejolak nafsu memang baru dirasakannya untuk pria masa lalunya. Devan tak pernah menyangka itu bisa hadir untuk Mike, bahkan setelah beberapa hari Devan berusaha menggali dan membongkar rasa suka pada pandangan pertamanya. Harusnya rasa itu tak begitu dalam jika datangnya secepat itu, Devan terlalu naif dalam menghubungkan dua kata yang bertolak belakang.

"Kau bicara apa sih Daddy!"

"Kau selalu memanggilku begitu, ayolah Dev... aku tak setua itu!"

"Eh-eh-eh... Kau mau apa? jangan mendekat! tubuhmu bau keringat."

Devan pun malah menyentuh dada Mike dan mendorongnya menjauh. Mereka sudah sangat dekat dan Mike malah mengangkat kedua lengannya untuk mendekap. Devan tak tau tindakannya ini salah atau pun tidak, tapi yang pasti dalam posisi ini Devan tak bisa mengelak. Berdiam diri akan membuatnya terperangkap pada godaan berat meski dilain sisi mencegah dengan memegang kedua dada Mike juga sama saja.

"Berkali-kali aku katakan, kau adalah adikku bukan anakku. Jika para wanita mengincar tubuh berkeringatku untuk mereka nikmati, bagaimana bisa kau yang begitu dekat denganku tak mendapatkannya!"

Kata-kata Mike lagi-lagi mampu menghipnotisnya. Nada yang begitu dalam dan serius seolah terdengar lain dipendengaran Devan. Ia tak terlalu menangkap jelas itu saat matanya digiring Mike untuk saling bertatapan dalam.

"Sial, Mike!"

Devan melempar tas punggungnya itu ke arah Mike, menggeram kesal saat pria jangkun itu berhasil mengelak dan malah meledeknya dengan menarik bibirnya ke bawah dan lanjut menertawainya. Devan tak berhenti mengumpat dan mengejar Mike yang berhasil mengerjainya. Pria itu dengan usil mendekatkan wajah Devan ke ketiaknya yang berkeringat. Mereka memang terlihat kekanak-kanakan dengan tingkah jahil yang selalu berakhir dengan tawa lebar. Saling berlarian dengan Devan yang dibuat kewalahan karena Mike terus saja mempermainkannya dengan berputar-putar di meja makan.

Devan begitu bahagia menikmati setiap detik dengan Mike. Dapat saling memberikan warna baru dalam hidup membuat kebahagiaan mereka meningkat berpuluh-puluh kali lipat.

"Aduch!"

Devan mengaduh kesakitan. Kakinya yang pegal itu bertambah penderitaan saat ibu jari kakinya terbentur undakan rendah yang ada di jalan masuk ke dapur.

"Dev?"

Mike yang ada di sudut dapur itu pun segera berlari menghampiri Devan yang terduduk dengan meringkuk dikedua lututnya.

"Sini ku lihat!"

"Aw! Jangan dipencet, itu sakit Mike, hiks!"

Devan memukul-mukul bahu Mike saat pria itu masih bebal menjapit jempolnya. Ia sampai merengek dan meneteskan air mata.

"Jangan jadi pria cengeng!"

Mike secara tiba-tiba menggendongnya. Devan jadi diam seketika dan menyembunyikan wajah penuh bekas air mata itu di bahu telanjang Mike. Untuk kedua kali Mike menggendongnya tanpa sungkan. Jika dulu Devan merasakan takut, lain dengan sekarang, bahkan Devan sangat malu untuk menampilkan wajahnya yang tak bisa menahan senyum.

"Kau itu memang cepat berubah suasana hati ya Dev? Sesaat kau tidak mau, dalam beberapa detik kau bisa mau. Dari terdiam kau bisa langsung aktif memprotes sesuatu. Dari yang awalnya tertawa lebar kau bisa langsung menangis tersedu-sedu. Remaja sepertimu memang labil begini ya, heh!" ucapan panjang lebar Mike hanya ditanggapi diam oleh Devan. Mike masih menggendongnya tanpa berniat berpindah tempat. Wajah Devan yang semakin bersembunyi itu mengerjapkan mata beberapa kali, semua yang dikatakan Mike seperti mengada-ngada, Devan bukan seperti itu!

"Jangan pernah menyangkal itu, jika sesaat lalu kau bilang jijik dan sekarang malah begitu menempel di kulit berkeringatku. Dasar labil!"

"Mike! aku tidak seperti itu, ya!"

Devan berusaha menampilkan wajah cemberutnya. Ia yakin saat ini wajahnya begitu buruk. Raut bahagia masih tak bisa dicegahnya, menikmati tawa Mike yang hanya berjarak satu jengkal. Dan disisi lain, pikiran Devan mendesak untuk menarik pandangan Mike untuk beradu.

Beberapa saat suasana menjadi begitu hening, tawa lebar Mike yang tiba-tiba berhenti dengan tatapannya yang terkunci ke pria mungil di gendongannya itu. Hati kecil Devan begitu ingin menjerat Mike yang sudah seperti masuk ke dalamnya tatapan yang menggambarkan ketertarikan. Devan malah semakin hilang akal, kepalanya malah semakin bergerak maju dengan bibir bawah yang digigit tak sadar.

"Mike! Kita datang...."

"Opps! Sorry..."

Mike dan Devan pun seketika tertarik ke dunia nyata. Wajah yang berubah panik dengan Devan yang langsung meloncat turun dengan kaki pincangnya. Mike dan Devan seolah merasa kepergok sedang melakukan kesalahan, apalagi dengan tatapan tiga pria didepan mereka yang tak berhenti memberi kode dengan wajah tak percaya dengan yang dilihat.

Mereka masih terperangkap canggung karena ketiga orang yang secara tidak sopan menyusup ke rumah Mike. Dan Devan yang baru mengamati dengan teliti ketiga sosok di depannya itu seperti bernostalgia, perawakan mereka seperti tak asing untuk Devan.

avataravatar
Next chapter