2 Bab 2

Endusan napas sang raja rimba kian terasa...

Auman itu kian terasa sekalipun tak mengaung dengan keras...

Inikah akhir dariku?

"JANGAN!!"

Jeritan itu, aku mengenal dengan jelas suaranya.

Dia berlari ke arah sang singa itu dan menabrakkan diri dengan tubuhnya.

Sang singa terpental jauh dengan terguling-guling.

Tunggu dulu, bukankah dia adalah sosok bayangan yang pertama kali aku temui?

Aku tidak bisa berkata apapun..

Sang singa kembali berdiri. Menatap tajam lawan di depannya seraya mendengus. Nampak sepertinya ia marah karena ada orang yang mengganggu sarapan paginya.

Sekalipun aku tak bisa melihat wajahnya, mungkin sosok bayangan itu juga menatap sang singa dengan tajam.

Ia mulai mendekati sang raja rimba, tapi apa yang akan ia lakukan?

Itu ingatkan aku, Mozart senantiasa menceritakanku tentang kisah perlawanannya dengan sang singa. Ia mengambil sebilah bambu di dekatnya lalu menangkis terkaman sang singa lawannya. Meskipun hampir terkaman itu membunuhnya, Mozart terus bertahan dari serangan sang raja rimba hingga akhirnya ia pergi meninggalkan Mozart.

Akankah sosok bayangan itu melakukan hal yang sama?

Tetapi, aku tidak melihat sebilah bambu itu. Aku tidak melihat apapun selain dedaunan kering yang telah hancur dan menyatu dengan pasir dan debu. Ataukah ia sudah memiliki senjata untuk melawan sang singa tersebut? Tidak, aku tidak melihat apapun yang ia bawa selain tangan kosong.

Jarak mereka berdua tidak lebih dari sedepa tanganku ini. Apa yang akan ia lakukan?

Mereka tidak melakukan apapun...

Sang singa masih mendengus, terdengar auman kecilnya di antara hela napasnya.

Apa yang ia lakukan??

Sosok bayang itu mulai menekuk lutut kanannya. Tangan kanannya menyentuh tanah dan nampak kepala dan tubuhnya membungkuk dalam-dalam.

Ia bersujud pada sang singa itu?

"Ampunilah nyawanya, wahai Paduka. Dia hanya seorang gadis kecil..."

Apa?! ia berbicara dengan sang singa itu? Apa yang ia katakan juga? Paduka?

"Demi kemuliaan dan kehormatan anda, Paduka. Apakah anda tega menerkam manusia yang tidak berdaya seperti gadis itu?"

Sang singa itu hanya mengendus, apakah bayangan itu berpikir sang singa mengerti perkataannya? Apakah ia berpikir sang singa itu akan membalas pertanyaannya itu?

"Apa hubunganmu dengannya, ksatria terkutuk?"

"Tidak ada, Paduka. Tetapi, hamba yakin ia hanya gadis kecil yang tersesat dalam hutan. Hamba menemukannya terbaring lemas di atas dedaunan kering selama tiga hari. Hamba yang merawatnya dan menjaganya hingga ia sadar sampai sekarang ini..."

Apa?! Tiga hari?!

Mengapa aku tidak merasakannya? Mungkinkah karena aku tidak sadarkan diri saat itu hingga aku lupa cara menghitung waktu?

Aku masih mendengar percakapan mereka. Sang singa lanjut bertanya.

"Lalu mengapa ia lari darimu?"

"Karena ia takut, Paduka. Sosok bayangan hitam sepertiku memang layak ditakuti oleh siapapun yang melihatnya."

Sang singa diam tak membalas.

"Tidak ada alasan mengapa gadis kecil seperti ia takut kepadaku, ataupun kepada anda. Itu adalah naluri manusia. Ia tidak ada hubungannya dengan tragedi itu, Paduka."

Aku tidak pernah mendengar kisah tentang singa yang dapat berbicara dari Mozart sebelumnya. Bahkan, aku masih tidak percaya raja rimba itu dapat berbicara. Tetapi, apa yang mereka bicarakan? Tragedi apakah yang ia maksud?

Seingatku tidak pernah terjadi tragedi apapun di Kota Echalost ini. Bahkan, aku tak pernah mendengar berita apapun dari para prajurit ataupun pelayan-pelayanku. Apakah ini karena aku banyak bermain kejar-kejaran dengan Mozart?

Aku masih ingin tahu lebih banyak!

Namun yang dilakukan oleh bayangan hitam itu adalah membungkukkan tubuhnya lebih dalam lagi. Hampir-hampir bisa terlihat kalau kepalanya benar-benar hampir menyentuh tanah.

"Wahai Paduka, tolong kasihanilah ia. Jangan hanya karena kebencian anda pada manusia anda menyantap seorang gadis kecil yang tak berdaya. Cukuplah hamba yang menerima kutukan ini dari anda dan kesengsaraannya. Agar para manusia tak lagi melakukan kesalahan yang sama dan sengsara dalam dosa."

Sang raja rimba itu diam.

Tiba-tiba ia mengalihkan pandangannya ke arahku. Mungkinkah karena sesuatu ia menjadi seperti itu? Menatap tajam diriku seakan jadikanku buruannya?

Melihat tatapan itu tentu saja aku membalasnya rasa takut yang teramat dalam.

Apakah sang singa itu mengerti arti rasa takut bagi manusia?

"Ingatlah satu hal, ksatria terkutuk. Dendam dan kebencian ku pada manusia takkan pudar hanya karena dirimu menanggung dosa-dosa mereka!!"

Sang singa itu berbalik dan perlahan pergi...

Sang bayang itu mengangkat kepalanya dan berkata: "Terima kasih atas kelembutan hati Paduka."

Namun sang singa itu nampaknya tak peduli sama sekali.

Ia hanya berjalan perlahan meninggalkan bayang hitam itu.

Iya, dia sudah tidak nampak lagi.

Sekarang apa yang harus aku lakukan?

Bayangan itu kembali berdiri setelah bertekuk lutut cukup lama di hadapan sang singa itu. Ia berbalik badan dan mulai mendekatiku dengan langkah perlahan pula.

Bayangan hitam yang bergejolak seperti api itu terus menghipnotis kedua mataku. Masih ada perasaan yang besar diriku ingin segera lari darinya. Tapi bagaimana caranya? Aku tidak bisa berlari dengan kondisi kakiku seperti ini?

Aku hanya bisa diam, seraya menyimpan harap-harap cemas dalam hatiku.

Sama seperti sebelumnya, ia memberikan tangannya lagi kepada diriku. Apakah ajakan itu akan kembali ku dengar seperti sebelumnya juga?

Apa yang akan ia lakukan padaku?

avataravatar
Next chapter