20 Bab 18

Dia ada di hadapanku, jarak antara aku dengannya hanya setinggi tubuhku ini.

Apakah aku akan berhadapan dengan masalah besar?

Aku tidak peduli.

"Ini adalah pertama kalinya aku melihat ada yang berani melawanku. tidak ku sangka langkahku terhenti oleh teriakan seorang gadis kecil sepertimu. menarik..."

Apa maksud perkataannya itu?

Aku tidak peduli.

Aku tidak akan berkomentar apapun, karena lidahku tidak cukup panjang untuk itu.

Ada nyawa yang ingin ku selamatkan.

"Aku hanya ingin kau mendengarku. apakah sebegitu bencinya dirimu kepada kami- para manusia?"

"Iya!" Jawabnya langsung.

Tidak tanggung-tanggung dan tanpa keraguan sedikitpun terlihat.

Nampaknya ia benar-benar membenci manusia.

"Bagiku kalian tidaklah lebih dari makhluk hina dan rendahan."

"Dari sisi mana kau menilai kami rendah dan hina, Singa Agung Yang Maha Tinggi lagi Mulia?"

Aku rasa nada ucapanku itu terlalu berlebih. aku bisa melihat ekspresi si kepala banteng itu berubah dengan tangannya menggenggam erat sekali senjata kapaknya. Mungkin itu juga dirasakan oleh Illidian. namun karena dia ada di belakangku jadi aku tidak ahu pasti.

"Banyak hal. bahkan bisa ku katakan... semuanya dari kalian."

Aku benci penilaian langsung seperti ini.

"Berikan aku salah satu alasannya!"

"Alasan terbesar kebencianku kepada manusia adalah... kebohongan."

"Kebohongan? kebohongan seperti apa yang kau maksud?"

"Kebohongan seperti apa? mengapa kau tidak tanyakan saja pada ksatria terkutuk itu?"

Ksatria terkutuk? Spectra? kebohongan seperti apa yang ia perbuat?

Apakah menyerahkan diri padanya sebagai sandera dan dikutuk demi menyelamatkan kerajaannya adalah sebuah kebohongan? apa yang dia lakukan hanya untuk melindungi nyawa yang bernaung di bawah naungan benderanya, ia tidak ada maksud untuk melindungi pelaku tersebut.

Akupun mengutarakan hal tersebut kepadanya, tetapi ia sepertinya tidak terima dengan pernyataan tersebut. ia berbalik bertanya:

"Melindungi kerajaannya atau dalangnya?"

"Kalau begitu bisakah kau tunjukkan sesuatu yang membuatmu yakin bahwa seseorang dari kerajaannya adalah pelaku dari tragedi yang sering kau bicarakan itu?"

Ada jeda sejenak...

Kenapa perasaanku menjadi tidak enak.

Tidak, aku sudah siap dengan kemungkinan terburuknya.

"Aku harap kau tidak salah bicara, gadis kecil!"

Benar, perasaanku benar-benar menjadi tidak enak.

"Heiron, berikan bendera itu kepadanya!"

"Sesuai perintah anda, Tuanku!"

Seorang berkepala banteng itu pergi meninggalkan kami di sini. perasaanku mulai bertambah tidak enak. ini sangat aneh...

Entah mengapa, aku mulai khawatir...

Sesekali aku melihat Illidian di belakangku, ia hanya menggelengkan kepala saat ia tahu aku tengah menatapnya.

Jangan tanya aku, aku saja bingung kenapa ia bisa menunggangi kuda dengan matanya yang terutup.

Dan ketika si kepala banteng itu kembali lagi, ia menjatuhkan sehelai bendera yang pinggirannya telah terbakar dan hangus.

Bendera ini...

"Perisai perak bergambar bunga lili putih..."

Sekalipun aku sudah tahu apa yang akan terjadi, mengapa aku tetap merasa tidak enak? sungguh, aku serius! aku sama sekali tidak terkejut, tidak... tidak terkejut. aahhh... memang aku terkejut sedikit... bukan. lebih tepatnya, ada perasaan kecewa mengalir di dalam diriku.

"Bagaimana? kau sangat mengenal lambang dari bendera itu, bukan?"

"Jadi... Spectra adalah prajurit Echalost?"

Terjawab sudah. itulah sebabnya mengapa para Goblin itu menuduhku demikian.

Mungkin ini pula kenapa ia berusaha menyembunyikan semua ini dariku.

Tetapi... kenapa?

Mengapa orang itu menggunakan bendera kerajaan kami hanya untuk kepentingan pribadi? aku sangat mengenal ayahku, ia tidak mungkin melakukan hal seperti ini.

Jika memang ada seseorang dari kerajaan kami yang melakukan hal tersebut dengan sengaja, siapa orangnya?

Mungkinkah aku bisa menemukan jawabannya?

"Izinkan aku bertanya sekali lagi..."

Ketika aku mengetahui bahwa ia menuduh kerajaan kami, aku merendahkan suaraku di hadapannya. aku ini puteri terhormat. aku tidak mungkin menaikan suaraku tanpa sebab.

"Bolehkah aku mendengar cerita tentang tragedi itu darimu? aku akan mempercayai semua yang kau ceritakan."

"Untuk apa? ceritaku ini tidak akan berguna bagimu. kau tidak mengerti apa-apa."

"Izinkanlah gadis kecil ini mengetahuinya, Paduka Arryutus. Sang Singa Agung. aku mohon..."

Ini pertama kalinya aku memanggilnya dengan hormat.

"Ternyata kau tahu bagaimana caranya bersikap di hadapanku. baiklah, akan aku ceritakan. tapi, dengarkanlah baik-baik! aku tidak mau kau memintaku untuk mengulangnya lagi!"

Akupun mendengar ceritanya baik-baik.

Ia bercerita kepadaku, saat dua belas tahun yang lalu.

Ia mendengar banyak berita dari para bawahannya dimana ada sesosok manusia datang dan melepaskan kekuatannya di seluruh kawasan timur hutan Spectrum.

Namun saat ia mendatangi tempat tersebut, tiada lagi yang tersisa selain mayat-mayat yang hangus terbakar menjadi arang. tidak sedikit pula yang menjadi abu.

Tidak ada petunjuk yang ia dapatkan selain bendera Kerajaan Echalost yang berkibar di ujung tombak yang menancap tumpukan mayat tersebut.

Inilah sebabnya sang singa tersebut mulai menaruh curiga pada kerajaanku.

Meskipun Sang Singa itu mengakui bahwa ayahku saat itu menyambut mereka dengan ramah-tamah. bahkan, kejadian itu terjadi tepat di hari kelahiranku.

Saat Sang Singa sampai di istana dan disambut oleh senyuman hangat ayahku, ia memberikan diriku yang baru lahir kepada sang singa tersebut untuk mendapatkan berkat darinya.

Tunggu dulu! aku mulai berpikir ayahku sedikit gila di situ. singa tua itu tidak akan pernah memberikan berkat padaku. bahkan sampai sekarang ia masih melihatku seperti sepiring daging empuk.

Lupakan saja! aku tidak boleh tertinggal cerita darinya.

Singa itu tidak memberikan berkatnya padaku. karena ia datang kemari bukan untuk memberikan kerajaan kami berkatnya.

Melainkan mempertanyakan tragedi itu dan pelaku dari kejadian tersebut.

Ayahku jelas tidak mengetahuinya. mungkin ia tengah menantikan kehadiranku ke dunia ini bersama dengan beberapa pelayannya. mungkin Mozart adalah salah satunya....

Mungkin. aku tidak tahu!

Ayahku bersikeras tidak mengakui kejadian tersebut dan berkata tidak mengetahui siapa pelakunya. ini jelas membuat Sang Singa murka kepadanya.

Karena itulah Sang Singa meminta seseorang dari Kerajaan Echalost untuk menjadi sanderanya sampai ayahku menemukan pelaku dari tragedi tersebut. orang tersebut harus berasal dari keturunan asli Piansa dan datang kepadanya sampai tengah malam nanti.

Jika tidak..., sang singa itu akan mengerahkan seluruh warga hutan menghancurkan kota dan seisinya.

Hingga akhirnya Spectra yang datang kepadanya. tentu saja, ia hanya prajurit biasa. ia bukan keturunan Piansa. bahkan yang lebih parahnya lagi...

Ia mengaku sebagai pelaku kejadian tersebut.

Inilah kebohongan yang dimaksud oleh sang singa itu.

Iapun mengutuk Spectra dan mengikat perjanjian dengannya. ini semua bukan karena ia adalah sandera sang singa itu. itu semua karena kebohongan yang ia lakukan.

"Sekarang kau sudah tahu kebohongan yang ku maksudkan."

Semua ceritanya selaras dengan apa yang pernah dikatakan Spectra sebelumnya.

Ternyata kau juga pernah bersikap bodoh, Ksatria Terkutuk. kau terlalu egois menganggap bisa mengorbankan nyawamu demi orang lain. kau hanya menyakiti dirimu sendiri.

"Sekarang dari semua yang telah kau ketahui dariku, kau akan menggunakannya untuk apa?"

Aku tidak tahu harus menjawab apa...

Akupun hanya bertekuk lutut di hadapan Sang Singa itu. meskipun... aku tidak tahu mengapa aku harus melakukan ini.

"Tidak ada, Sang Singa Agung. tidak ada yang bisa ku perbuat dengan itu. aku hanya ingin membuka tabir dari kabut gelap yang mengelilingi tubuhnya itu."

"Jadi dia tidak memberitahumu? menyedihkan sekali..."

Mendengarnya memang menyakitkan, tetapi aku tahu maksud dari Spectra yang sebenarnya.

"Kalau begitu, sekarang katakan padaku. apa keinginanmu hingga membuatku membuang waktu hanya untukmu. katakanlah, Lily benet Piansa."

Apa? dia tahu namaku?

"Wahai Sang Singa Agung, tolong selamatkanlah nyawanya. lepaskanlah kutukan padanya."

Aku tidak bisa menghabiskan waktuku lebih banyak lagi. aku harus segera menyampaikannya.

"Apa untungnya? itu tidak akan merubah apapun. sekalipun kau ingin bertukar poisisi dengannya setelah mendengar ceritaku ini, aku tidak akan mau."

"Aku memohon kepada anda, Paduka Arryutus. selamatkanlah nyawanya, apapun yang anda inginkan dariku akan ku berikan. aku memohon kepada anda, atas nama Echalost, juga ayahku Archestria ben Piansa."

"Lily..."

Ini sudah di luar batasku. mendengar Illidian bergumam menyebut namaku, aku tahu aku sudah melanggar semua ucapanku di awal tadi.

Aku hanya ingin Spectra tetap hidup...

Apakah jawabnya?

Apakah ia bisa mengabulkan permohonanku ini?

Aku sudah mengorbankan kehormatanku di hadapannya. apakah masih ia kalahkan dengan kebencian di dalam hatinya itu.

Wahai Paduka Arryutus, tolong kabulkanlah permohonanku ini....

avataravatar
Next chapter