12 Penguntit.

Alea semakin mempercepat langkahnya, sedari tadi Herdy terus saja mengikutinya.

Bahkan sampai dirinya pulang pun, Herdy masih tetap berada dibelakangnya.

"Kamu akan habis di tangan suamiku, jika masih terus saja menempel seperti ini!" peringat Alea sambil mendengus kesal.

Herdy hanya terkekeh mendengarnya, jika memang benar seperti itu lantas mengapa Erwin tak sama sekali menjemput Alea bahkan membiarkan wanita itu pulang dengan kendaraan umum seperti ini.

Alea kembali melangkah kakinya, bahkan kini langkahnya semakin cepat namun masih bisa disusul oleh Herdy.

Hal yang mudah bagi Herdy karena langkahnya lebih panjang dari Alea, bahkan hanya dengan dua langkah saja Herdy bisa menyamai lari nya Alea.

"Aku rindu kamu, Baby," bisik Herdy yang tiba-tiba saja telah berada disampingnya.

Lelaki itu memasukan kedua tangannya, kedalam saku celana abu dengan merk luar yang terkenal itu.

Alea ingin memaki mendengar lontaran pertanyaan yang keluar dari mulut Herdy, apakah lelaki itu salah berbicara? Atau lelaki itu sengaja mengatakan hal seperti itu agar memancing kemarahan Alea.

Herdy hanya tersenyum kecil, wanita yang selama ini di rindukan olehnya itu tak menyahuti sama sekali bahkan wajahnya tampak sangat datar.

Berbanding terbalik dengan waktu itu, kala ia akan pergi ke luar negeri untuk mencari sebuah pekerjaan.

"Kamu lupa, sama beberapa tahun yang lalu?" tanya Herdy.

Alea masa bodo sikapnya sangat acuh namun dalam hatinya mengeram, kenapa harus membahas kejadian waktu itu.

Ia memang menangis karena tak ingin ditinggalkan oleh Herdy, namun janji Herdy lah yang membuat Alea hancur bahkan membuatnya sangat sedih.

Alea melambaikan satu tangannya, menyetop taksi untuk segera pulang ke rumahnya terlalu lama berjalan membuat kakinya sakit karena ia mengunakan heels tujuh cm.

Namun pergerakan tangan Herdy cepat, lelaki itu membopong Alea dan membawanya kedalam mobil miliknya yang terparkir tak jauh dari tempat keduanya berjalan.

Alea ingin sekali berteriak, namun kepalanya tiba-tiba saja menjadi sangat pusing karena Herdy membopongnya seperti karung beras.

Langkah dan pergerakan Herdy yang sangat cepat pun tak menimbulkan kecurigaan semua orang yang berada disekitar tempat tersebut.

Bahkan mereka tak peduli sama sekali dengan Alea, yang tengah meronta-ronta karena posisi kepalanya berada dibawah.

***

"Bawa aku pulang!" hardik Alea, entah dibawa kemana dirinya saat ini oleh Herdy sang mantan kekasihnya itu.

"Kamu bisa pulang nanti, baby," Herdy mengedipkan sebelah matanya kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan kencang.

Alea bahkan harus berpegangan karena takut jika mobil yang Herdy kemudikan menabrak mobil lain, atau truk yang sengaja melintas.

Herdy sangat puas dengan sikap Alea yang terdiam, wanita itu bahkan tak bisa membuka suaranya karena takut.

Herdy kemudian membelokan mobilnya menuju jalanan yang sepi, hingga Alea pun mengerutkan keningnya dan melirik ke arah Herdy.

"Kamu jangan macam-macam!" peringat Alea, tangannya sedikit bergetar melihat jalanan yang sangat sepi.

Herdy tertawa mendengar peringatan Alea, sungguh wanita itu bahkan terlihat sangat menarik meskipun tengah ketakutan.

"Tenang baby, kamu akan aman cukup nikmati saja perjalanan kita," balas Herdy dengan senyuman maut nya.

Alea hanya menatap jalanan dengan cermat, ia harus bisa mengingat setiap jalanan yang dilalui olehnya.

Hal itu bisa Alea gunakan nanti, kala ia melarikan diri nanti.

Jalanan yang sepi pun kini telah terlewati, susana lampu mulai terlihat dari kejauhan Alea bisa melihat sebuah rumah yang mewah bahkan rumah tersebut sangat terlihat besar dan luas.

Meskipun masih jauh, Alea bisa melihatnya mata miliknya masih bisa melihat kejauhan Alea bukan wanita yang mempunyai mata minus atau harus mengunakan kaca mata agar memperjelas pandangannya.

"Dy..bawa aku pulang, Erwin akan mencarimu nanti," Alea memohon kepada Herdy kala mobil semakin mendekati pintu gerbang.

Herdy memutar kemudi, lelaki itu kemudian menyalakan klakson agar pintu itu terbuka.

"Dy.."

Herdy membawa mobilnya masuk, tak sedikitpun mendengarkan ucapan Alea.

"Dy.." Alea memberanikan diri menyentuh lengan Herdy, agar lelaki itu mau menoleh kearahnya dan mendengar permintaannya.

Herdy menghentikan mobil, lelaki itu kini membalas tatapan Alea yang kini tengah menatapnya.

"Erwin nggak bakalan pulang malam ini, kamu jangan berharap dia baik, Lea,"

Alea menggeleng, "Dy, kamu harusnya tau mau seperti apapun sikap Erwin dia adalah suamiku," Alea bersikeras ingin pulang.

Herdy tak mau mendengar hal itu lagi, satu kaki Herdy pun kini menginjak gas mobil membuat Alea tersungkur kedepan.

Dugh... "Akh." Alea memekik kencang, dan kini pandangan matanya terasa kabur hingga Alea tak sadarkan diri.

Sementara Herdy terus memasukan mobilnya kedalam garasi.

***

Setelah perdebatan panjang, dan Alea bangun dari pingsan nya. Ia sama sekali tak diijinkan pulang oleh Herdy.

Lelaki itu bahkan mengurung Alea didalam kamar tanpa ponsel dan tas miliknya.

"Sial!" Alea tak bisa membuka jendela kamar karena jendela itu memiliki pengaman yang cukup kuat.

Alea mengacak rambutnya frustasi kenapa ia harus bertemu dengan Herdy, dan kenapa ia harus ditawan didalam kamar.

Apakah hal buruk akan terjadi, atau sesuatu hal telah direncanakan oleh Herdy hingga lelaki itu mengurungnya didalam kamar.

Alea harus bergerak dengan cepat, hingga kini wanita itu memukul pintu kamarnya dengan kencang.

Buk..buk..buk..

"Buka pintunya.." teriak Alea dengan kencang.

Buk..bukk..buk..

Alea terus menggedor-gedor pintu tersebut dengan kencang, bahkan suaranya pun kini terdengar serak.

Alea lelah terus-terusan menjerit meminta Herdy untuk membuka pintunya.

Tenggorokan Alea sangat sakit, kini ia terdiam dengan memar di tangan serta suara yang mulai terdengar serak.

Klak...pintu terbuka kemudian.

Herdy membawa segelas air serta kotak obat, "Bangun, kenapa harus duduk dilantai."

Alea mendongkak kan kepalanya menatap Herdy dengan sengit, "Apa mau mu?" teriak Alea hingga tenggorokannya sangat sakit.

Herdy segera menaruh nampan yang dibawa olehnya, lelaki itu kemudian berjongkok dan segera mengendong Alea keatas kasur.

"Diam lah, atau suaramu akan habis besok," Hedry bersikap sangat lembut.

Alea menerima segelas air yang diberikan oleh Herdy, ia hanya terdiam ketika Herdy melihat memar ditangannya dan memar di pelipisnya.

Ketika Herdy menekan memar di pelipisnya akibat terbentur tadi, Alea mengaduh kesakitan bahkan saking sakitnya Alea balas memukul Herdy.

"Akh.."

Satu pukulan ringan mengenai perut Herdy membuat lelaki itu tersenyum.

"Pelan-pelan," kata Alea sambil meringis.

Herdy mengambil salep yang berada diatas nampan, kemudian membukanya dan mulai mengoleskan kepada memar yang berada dipelipis Alea.

Sejenak Alea bisa merasakan sensasi dingin di pelipisnya, meskipun menyentuh luka tersebut, namun hal yang dirasakan oleh Alea adalah dingin.

Herdy mengambil tangan Alea kemudian melihat bekas merah yang terlihat menjadi biru, "Tangan kamu akan patah kalo melakukan hal ini," cibir Herdy.

Alea hanya memutar kedua bola matanya, siapa yang mengurungnya didalam kamar dan kenapa sekarang harus menyalahkannya salahkan pemilik rumah besar ini karena telah mengurung dan membuat memar ditangannya.

avataravatar
Next chapter