18 Obrolan.

"Kamu nggak pulang, Her?" tanya Alea kala membuka mata dari bangun tidurnya.

Lelaki itu hanya tersenyum kecil sambil menatap Alea, "Aku nungguin kamu," sahutnya dengan santai.

"Lebih baik kamu pulang, aku bisa kok sendirian disini," Alea melepaskan tangannya dari genggaman tangan Herdy.

Wanita itu mencoba merubah posisi tubuhnya, dengan cekatan Herdy membantu Alea yang mencoba untuk bangun.

"Kamu jangan maksain dulu, kayak gini aja dulu," omel Herdy.

Alea tersenyum kecil, niatnya untuk duduk dari tidurnya ternyata masih belum bisa ia lakukan.

"Pulang sana, kamu bisa-bisa jadi pasien kayak aku kalo kelamaan disini,"

"Mau banget memangnya kalo aku jadi pasien?"

"Jangan mengoda aku, Her?"

"Aku cuman mau nemenin kamu, udah berapa kali aku bilang sama kamu?"

"Iya, tapi aku udah sehat loh. Mau sampai kapan kamu disini nemenin aku?"

"Sampai kamu sembuh,"

Alea hanya bisa menghembuskan napasnya secara kasar, mau bagaimana lagi.

Herdy sangat susah untuk ia usir, mau secara terang-terangan ataupun tidak Herdy memang sangat tak peka.

Kini keduanya saling terdiam satu sama lain, Herdy hanya tersenyum melihat Alea yang sedang tersenyum dongkol kepadanya.

Seorang perawat masuk ke dalam kamar inap Alea, suster tampak tersenyum ramah kepadanya sambil membawa peralatan medis untuk memeriksa kondisi Alea.

Herdy segera memberikan ruang kepada suster tersebut, sementara Alea hanya tersenyum ramah kepada suster tersebut.

Awalnya Alea kira Herdy akan pergi ketika suster datang, namun pikiran Alea ternyata salah.

Herdy masih berdiam diri di tempat, dan menatapnya yang tengah di periksa oleh suster.

Sampai suster membuka suaranya, Herdy hanya mengangguka kepalanya sambil mengucapkan terima kasih.

"Kamu nggak laper?" Alea lagi-lagi membuka suaranya.

"Nggak." Sahutnya singkat.

"Perut kamu harus di isi!" suara Alea sedikit meninggi.

Herdy duduk di samping tempat tidur Alea, satu tanganya terulur sambil mengusap lembut rambut hitam wanita itu.

"Aku kenyang, liat kamu membaik aja aku udah nggak laper," Herdy sangat serius dengan ucapannya.

Kedua bola mata Alea menatap manik Herdy, melihat apakah lelaki itu berbohong atau tidak.

Sedetik kemudian Alea membuka suaranya, "Aku laper, mau makan," rajuknya.

"Hahahhaa..sebentar," Herdy langsung bergegas bangun.

Alea tersenyum kecil melihat Herdy yang bergegas bangun dan segera keluar dari kamar inap.

Setelah kepergian Herdy, Alea mencoba untuk menurunkan kakinya.

Entah berapa lama ia menghabiskan waktunya di rumah sakit, Alea merasa sangat bosan berdiam diri di rumah sakit.

Dengan perlahan, Alea mencoba untuk mendekati jendela ia ingin menikmati udara segar.

Semilir angina yang berhembus begitu sangat segar, angin yang menerpa kulit wajahnya itu seakan menyapa setiap inci kulit wajah Alea.

"Kenapa malah disini?" suara Herdy membuat Alea sedikit terkejut.

"Ck!" Alea langsung mencebikan bibirnya.

��Aku hanya butuh udara segar, kulitku bisa-bisa keriput kalo hanya berdiam diri di atas kasur," sambung Alea, wanita itu langsung buru-buru membuka suaranya terlebih dulu.

Mata tajam Herdy yang semula menyala kini telah berubah teduh, benar apa kata Alea berdiam diri di kasur memang bukanlah hal yang baik.

"Makan dulu, nanti aku bawa ke taman,"

"Serius?"

"Apa aku kelihatan berbohong?"

"Aku hanya memastikan saja,"

"Kamu hanya butuh makan Alea, tenagamu harus terisi,"

Perdebatan kecil itu berjalan sedikit lama, kini Alea sedang menyuapkan makannya.

Sesekali matanya melirik ke arah Herdy yang tengah menatapnya, di dalam hati kecil Alea wanita it uterus saja mengumpat sesekali ia merasa sangat jengkel dengan tatapan Herdy yang begitu sangat mengintimidasi.

"Habiskan."

"Iyaa.."

Alea menyuapkan suapan terakhirnya, mulut miliknya terlihat sangat penuh hal itu membuat Herdy terkekeh.

"Lucu?" tanya Alea dengan mulutnya yang penuh dengan makanan.

Herdy menganggukan kepalanya, menjawab pertanyaan Alea itu.

Dengan cepat Alea mengunyah makanannya, dekit malu mendengar jawaban Herdy.

"Beres..ayo kita ke taman?" mata Alea langsung berbinar.

"Sebentar," Herdy mengambil kursi roda yang berada di pojok ruangan.

Dengan penuh kelembutan, Herdy mengambil kantung infusan Alea kemudian merengkuh pinggang ramping milik Alea untuk duduk di kursi roda.

***

Suasana taman tak ramai sama sekali, hanya ada beberapa pasien yang berada di taman tersebut.

Alea hanya menikmati udara tamna tersebut, pertanyaan Herdy pun Alea abaikan begitu saja.

Fokusnya hanya kepada taman yang indah saja, meskipun Herdy telah menghentikan kursi roda.

"Kamu mau fokus sama taman, atau dengerin aku ngomong?" Herdy merasa sangat menyesal membawa Alea ke taman.

"Kamu nyesel bawa aku, kesini?" Alea kini merasa sangat dongkol.

"Bukan?" sanggah Herdy.

"Lalu?" tanya Alea.

Herdy mendorong lagi kursi roda dan membawa Alea menuju taman bunga yang begitu sangat indah.

"Kamu bisa jawab pertanyaan aku , kan? Aku bukan orang lain Alea," ketus Herdy.

"Tadi aku nggak denger," bantah Alea.

"Ck." Herdy hanya bisa berdecak kesal.

Bagaimana mungkin, yang benar saja Alea tak mendengar ucapannya tadi.

"Mau aku belikan makanan?" tanya Herdy.

"Boleh," sahut Alea dengan antusias.

Herdy kemudian menghentikan langkahnya, membantu Alea untuk duduk di kursi taman dan meletakan kantung infusannya di tiang yang tersedia.

"Tunggu sebentar disini,"

"Jangan lama-lama,"

"Siap tuan putri,"

Herdy segera menuju kantin, kemudian membeli beberapa makanan ringan.

Sesekali matanya melihat ke arah Alea, ia tak ingin lengah sama sekali untuk mengawasi wanita yang dicintai olehnya itu.

"Kamu nggak usah lari-lari, Her." Peringat Alea.

Herdy mengeluarkan makanan ringan tersebut, kemudian membuka sebotol air minum dan memberikannya kepada Alea.

Namun Alea malah menolaknya, dan meminta Herdy untuk membuka mulutnya.

"Kamu yang harus minum, aku hanya duduk disini, dan kamu lari-lari,"

"Terima kasih,"

Alea hanya mengangguk, "Mau ini?" tawarnya.

"Boleh," sahut Herdy.

Taman bunga yang sangat indah, ditambah cuaca yang sangat indah membuat Herdy dan Alea sangat betah berada di taman tersebut.

"Kapan aku bisa pulang?" Alea mencoba untuk bertanya tentang kepulangannya.

"Aku belum bisa memastikan, Lea. Aku hanya bisa mengikuti saran dokter," sahut Herdy.

Alea terdiam, "Aku ingin cepat pulang," lirih Alea.

Herdy menggenggam lembut tangan Alea, kemudian mengecupnya lembut.

"Kamu akan pulang secepatnya, aku jamin itu,"

Alea melihat ke arah Herdy, "Terima kasih," ucap Alea tulus.

"Tak perlu sungkan," balas Herdy.

Alea bersyukur ketika Herdy berada disampingnya, sungguh ia sangat tenang dan juga damai.

Hal-hal buruk akan ia lewati lagi nanti, meskipun Herdy belum menjelaskan apapun namun Alea tau seperti apa buruknya perlakuan Erwin kepadanya.

Lama berdiam diri di taman, Herdy mengajak Alea untuk kembali ke ruangannya.

Terlalu lama terkena angina pun tak baik untuk tubuh Alea, kondisinya belum sepenuhnya pulih.

Herdy hanya takut jika terjadi sesuatu kepada Alea, meskipun wanita itu terlihat baik-baik saja dari luar.

Namun Herdy sendiri yakin jika Alea memendam kesedihannya sendirian.

"Kita kembali ke ruangan," ujar Herdy.

Alea menganggukan kepalanya, kemudian segera bangun untuk segera duduk kembali di kursi roda dan kembali ke ruangan inap miliknya.

avataravatar
Next chapter