4 Menerima Dia.

Mengetahui kondisi Ayahnya yang semakin parah, Alea entah harus bagaimana lagi berusaha dan mencari cara. Namun Dokter pun telah menyerah dan lagi-lagi memnintanya agar tetap menjaga pikiran Hamzah sang ayah.

"Ayah lagi pingin sendirian di rumah, Kamu cari martabak gih buat Ayah," ujar Hamzah kemudian.

Alea mengeleng pelan, Lelaki yang menjadi Ayahnya itu tiba-tiba menjadi susah diatur apalagi meminta Martabak yang memang tak boleh dimakan olehnya sama sekali.

"Yah..nurut sama Dokter biar cepat sehat," pinta Alea pelan.

Berusaha menekan ego-nya meskipun hatinya sangat dongkol, "Kenapa Ayah susah sekali makanan kesukaan Ayah, ini ngga boleh itu nggak boleh! Terus Ayah makan apa?"

Erwin yang tengah menyetir pun merasa terkejut, mendengar keluhan calon mertuanya yang tengah down karena gula darahnya semakin naik drastis.

"Apapun selain yang ngga dibolehin, Lea akan nurutin kemauan Ayah,"

Hamzah langsung menatap Alea, kemudian mulutnya terbuka dan langsung mengucapkan keinginannya.

"Ayah ingin sendirian di rumah, dan kamu jangan pulang sebelum Ayah minta!"

Alea sangat tak habis pikir kenapa Hamzah bersikap seperti itu, bahkan terang-terangan meminta anaknya untuk tak pulang ke rumah.

"Ayah..Alea ngga mungkin pergi, nanti kalo ada apa-apa, gimana?" Alea melihat kebelakang tempat Hamzah berada.

"Kamu ada Mas Erwin, kasih ruang buat Ayah..Lea," pinta Hamzah tak kalah bengis.

Erwin yang berada disisinya pun mengenggam tangan Alea, mengusap lembut menenangkan Alea yang sama kacaunya karena Hamka mengamuk.

Mungkin Hamzah mendapatkan tekanan untuk dirinya sendiri, belum lagi Hamzah merasa kecewa karena selama ini ia berusaha untuk menjaga pola sehat bahkan semua makanan pun ia batasi.

Tapi kini Dokter mengatakan jika gula darahnya semakin naik, bahkan ketika berhadapan dengan Alea rasa kesal Hamzah semakin menambah berkali-kali lipat.

Harusnya ia tak melakukan hal itu, namun Hamzah sendiri tak bisa mengontrol emosinya padahal tadi dengan Erwin baik-baik saja bahkan tertawa bersama-sama.

Mobil yang dikendarai oleh Erwin pun tiba dipelataran rumah, Erwin dengan cepat keluar dari mobil.

Kemudian mengambil kursi roda dan membantu Hamzah untuk turun, "Lea anterin Ayah sampe rumah ya, abis itu Lea janji akan pergi sama Mas Erwin dari sini," tururnya.

Tak ada jawaban sama sekali, dari mulut sang Ayah. Erwin kembali mengusap punggung Alea memberikan semangat bahwa Ayahnya tengah bersedih karena hasil pemeriksaan tadi.

Alea pun paham kemudian memberikan senyuman manisnya kepada Erwin, berusaha sebaik mungkin menahan diri.

Alea membuka kunci pintu, Hamka kemudian masuk dan mendorong kursi rodanya sendirian.

"Ayo Mas?" ajak Alea.

Erwin pun mengangguk kemudian menutup pintu, dan segera menuju mobil untuk membawa Alea pergi dari sana.

"Jadi mau kemana kita?" tanya Erwin.

Alea terdiam sejenak memikirkan untuk menghabiskan waktu bersama Erwin, "Kita ke wahana aja yuk Mas? Mau enggak?" tanya Alea.

Erwin tentu setuju kemana pun Alea ingin pergi, ia siap untuk mengantarnya apalagi saat ini Erwin sangat senang karena bisa menghabiskan waktu bersama.

Sepanjang perjalanan Alea hanya terdiam tak bersuara, Erwin yang melihat itu pun segera bertanya.

"Kamu baik-baik aja, Lea?" Erwin sedikit khawatir.

Alea mengeleng pelan, "Mikirin Ayah ya?" Erwin memastikan apa itu benar atau tidak.

"Iya Mas, sejak tadi Ayah jadi beda sama aku. Padahal pas bareng Mas Erwin tadi ketawa-ketawa," tutur Alea.

Erwin kemudian membelokan mobilnya, untuk menepi ingin mendengar keluh kesah calon istrinya supaya ia sendiri pun bisa membantu mengatasi hal itu.

"Ayah pasti ngga sayang sama aku kan, Mas?" lirih Alea.

"Ayah bahkan nyuruh aku pergi, kalo Mas Erwin nggak ada. Kemana Aku pergi sama pikiran kacau ini," lanjutnya.

Erwin merengkuh tubuh Alea, menariknya kedalam pelukan dan mengusap-ngusap punggung wanita itu membiarkan tangisannya tumpah hingga membasahi kemeja yang dipakai olehnya.

"Sssstttttt..udah okey, jangan nangis terus," Erwin berusaha agar Alea menghentikan tangisannya.

Alea terlebih dulu melerai pelukannya, kemudian mengusap air matanya dibantu oleh Erwin agar air mata kesedihannya itu segera hilang.

"Ayah mungkin lagi ngga bisa ngontrol emosinya aja kok, kamu harus sabar. Ngga mudah memang punya penyakit yang berat kayak gitu," papar Erwin.

Alea mengangukan kepalanya, memang jika dipikir-pikir benar adanya namun ketika mendapatkan perlakukan seperti itu pasti sangat sedih.

"Mas tau kamu sedih, kecewa marah dan nahan rasa kesel kamu. Tapi kamu jangan merasa sendiri ada Mas disini, kita bisa bareng-bareng hadapinya," sambungnya kemudian.

Alea kembali menjatuhkan kepalanya didada Erwin, mencari kenyamanan disana dan berusaha untuk bersabar sampai kondisi Ayahnya membaik.

"Yuk kita lanjut ke wahana? Nangsinya udahan ya," pinta Erwin dengan lembut.

Alea mengangguk kemudian menarik tubuhnya, namun tangan Erwin berusaha menahannya.

Satu ciuman mendarat di kening Alea dengan lembut, geleyer aneh terasa di tubuh Alea bahkan rasa nyaman pun seakan datang dan hatinya pun berkata untuk menerima dia.

Alea hanya memejamkan matanya, mencoba menikmati setiap detik rasa dari kecupan ringan tersebut.

"Ngga usah sedih terus ya, Mas akan selalu ada disisi kamu,"

Alea hanya mampu menganggukan kepalanya, Erwin ternyata bisa diandalkan ketika ia bersedih.

Itu mengapa Hamzah memintanya untuk menerima Erwin, memang benar jika pilihan orang tua tak pernah salah.

Mobil pun kembali melaju, membelah jalanan menuju wahana yang Alea ingin kunjungi.

Kesedihan mulai berganti dengan tawa, setiap perjalanan Erwin terus melawak memperagakan ini dan itu membuat Alea terpingkal-pingkal karena ulah Erwin.

"Udah Mas….aku cape," keluh Alea.

Perutnya benar-benar sakit karena sepanjang perjalanan terus saja tertawa tanpa henti, "Kita istirahat dulu deh, Mas beli minum ya." Ijinnya.

Alea pun menitip sesuatu kepada Erwin, ia sangat menyukai coklat untuk dirinya agar semakin tenang.

Erwin pun segera keluar setelah pesanan Alea tercatat diotaknya, kemudian melangkah ke sebuah mini market yang berada di pinggir jalan.

Alea hanya memperhatikannya dari dalam mobil, Erwin terlihat mengambil ini itu membuat Alea mengerutkan keningnya.

Tak lama kemudian Erwin keluar dengan membawa dua buah kantong plastik berisi makanan dan minuman, "Nih pesenan kamu," Erwin memberikan kantong yang berisi macam-macam coklat.

"Terus ini cemilannya, biar cepet gede," kelakarnya.

Alea memeriksa terlebih dulu kemudian melihatnya dengan tatapan tak percaya, "Mas banyak banger ikh..siapa yang mau ngabisin coba?" tanya Alea dengan wajah cemberut.

"Yah kamulah sayang, siapa lagi." Balas Erwin.

Alea mencebikan bibirnya, merasa kesal dengan Erwin. "Jelek banget.." goda Erwin.

"Bodo lagian beli coklat banyak banget sih.." gerutunya.

"Buat nanti oke, sekarang lanjut ngga nih?" tanya Erwin sedikit mengoda.

"Lanjutt…" teriak Alea senang.

Keduanya kembali melanjutkan perjalannnya, menuju wahana yang memang sebentar lagi akan sampe hanya menunggu beberapa belokan lagi.

avataravatar
Next chapter