6 Kondisi Hamzah yang semakin memburuk.

Alea segera turun dari mobil, kala mobil yang dikemudikan oleh Erwin telah berhenti dipelataran rumah.

"Mampir dulu Mas, pamit sama Ayah."

Erwin pun kemudian mengikuti langkah Alea, keluar dari mobil dan segera masuk berdampingan dengan calon istrinya.

Alea buka pintu terlebih dahulu, kemudian mengerutkan keningnya mendengar suara Ayahnya yang tengah merintih dari dalam kamar.

Hal-hal aneh pun bersarang dikepala Alea, kemudian ia segera berlari menuju kamar Ayahnya.

"Ayah .." Alea tanpa permisi masuk kedalam kamar.

"Lea…" napas Hamzah terdengar terputus-putus, seperti sesak napas.

Alea segera mengambil air minum diatas nakas, kemudian segera menghampiri Ayahnya yang terbaring dan membantunya untuk bangun.

Dengan pelan Alea mendekatkan gelas kemulut Hamzah, kemudian bertanya apa yang terjadi.

Sedangkan Erwin yang berada disisi Alea, membantu membenarkan bantal agar Hamzah bisa menyandar dengan nyaman.

"Ayah minum obat tadi, resepnya diganti sama Dokter. Tapi ngga cocok kayaknya," sahutnya suaranya belum stabil masih terdengar ngos-ngosan.

Meskipun telah meminum air putihnya.

Alea mengambil botol obat tersebut, kemudian ternyata ternyata memang obat yang Hamka minum berbeda dengan resep yang sebelumnya.

Entah itu karena efek atau bukan. Alea sama sekali tak paham, kondisi Hamzah belum lemas bahkan napasnya masih membaik masih sangat sesak dan berat.

"Kita bawa ke rumah sakit aja, kayaknya mesti bantuan medis," ujar Erwin.

Alea pun setuju untuk membawa sang Ayah ke rumah sakit, semakin lama akan semakin memburuk jika dibiarkan begitu saja.

Erwin kemudian membopong Hamzah, sedangkan Alea membawa beberapa kebutuhan.

Hamzah menolak untuk dibopong namun Alea bersikukuh, Hamzah telah lemah tak berdaya namun masih saja keras kepala membuat Alea pusing.

Ingin rasanya mengomeli Hamzah dengan segala alasan.

Salah satunya meminta untuk Alea tak pulang, namun Alea bisa apa sifat Ayahnya memang bebel dan sangat sulit untuk dibilangin.

Alea mengusap bulir-bulir keringat di pelipis Hamzah, lelaki paruh baya itu seperti ikan yang kekurangan udara.

Berkali-kali Alea memanggil nama sang Ayah, agar kesadarannya tak hilang meskipun dia sangat cemas tak karuan.

"Mas..cepetan dikit bawa mobilnya, Ayah udah pingsan."

Erwin pun dengan cepat mengemudikan mobilnya, menyalip beberapa truck agar segera sampai ke rumah sakit.

Alea kembali memanggil nama sang Ayah, kondisinya semakin melemah membuat Alea terus terisak.

"Yah..bangun..Ayah bangun," Alea terus memanggil seperti itu.

Namun sama sekali taka da respon dari Hamzah, mobil yang dikemudikan oleh Erwin menerobos masuk kedalam parkiran tak peduli dengan petugas Satpam yang meneriakinya.

Kondisi mertuanya tengah kritis dan Erwin tak mungkin panik dibuatnya, ruangan gawat darurat segera menerima Hamzah.

Kini dokter dan petugas medis segera memeriksa kondisi Hamzah, sedangkan Alea dan Erwin menunggunya diluar"Ayah baik-baik aja, kamu ngga usah khawatir ya," kata Erwin menenangkan Alea.

Wanita itu hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suaranya, yang terbaik dapat saling bertautan meremas jari-jari masing-masing.

Erwin mengusap pundak Alea, mencoba menenangkan wanita tersebut agar tak terlalu bersedih lebih dalam.

Dokter pun memanggil Alea, sebagai wali dari Hamzah sekaligus anaknya.

"Kondisi Bapak udah kritis, harus masuk ICU."

Alea terdiam masih mendengarkan penuturan Dokter, kenapa Hamzah bisa seperti itu.

Karena kondisinya sangat retan, dan usia Hamzah telah tua hingga akhirnya memiliki penyakit lain dan menjadi komplikasi.

Semakin bersedih bagaimana mungkin kondisi Ayahnya berubah kritis, padahal tadi pagi masih sempat berobat bersama.

Akhirnya Hamzah pun masuk ke ruangan ICU, atas rekomedasi Dokter agar perawaatannya semakin intesif.

Alea tak bisa menemani didalam ruangan tersebut, karena pasien tak boleh masuk kedalam.

Ruangan yang Alea tempati harus berada diluar, dan bersatu dengan membawa tikar dan selimut jika menginap.

Karena kondisi Hamzah tak memungkinkan untuk pulang, mau tak mau Alea pun harus menginap di rumah sakit dengan kondisi seperti itu.

Beruntungnya, Erwin mau menemani bersamanya disini.

"Mas bisa pulang kalo cape," kata Alea.

Erwin mengelengkan kepalanya, tak mungkin pulang dan beristirahat dengan nyaman di rumah sedangkan Alea disini sendirian membuat Erwin kepikiran.

"Mas nemenin kamu disini, Ayah masih belum sadarkan. Kita pulang kalo Ayah juga udah pulang," sahut Erwin.

Alea kemudian menyandarkan kepalanya, dibidang dada Erwin mengilangkan rasa letih dan lelahnya.

Keduanya hanya bisa duduk di kursi yang telah disediakan, didepan ICU tanpa banyak mengobrol karena Alea dan Erwin sendiri telah lelah.

Keduanya kemudian tertidur dengan kondisi seperti itu, sambil menunggu Hamzah yang tengah mendapatkan perawataan di ruangan intensif.

*

Hari telah berlalu, dan kini telah menjadi siang setelah malam berlalu.

Kondisi Ayah Alea masih belum membaik. Meskipun Dokter telah memberikan pertolongan terbaiknya.

"Mas pulang dulu gih! Nanti kesini lagi, gantian sama aku," ucap Alea.

Erwin yang awalnya berat pun mau tak mau pulang dulu, ia tak membawa baju ganti sama sekali dan Alea pun sama.

Mungkin setelah ia membersihkan tubuhnya, Erwin akan kembali kesini dan membelikan perlengakapan baju serta mandi untuk Alea.

Setelah Erwin pulang, Alea pun dipanggil untuk masuk kedalam ICU. Memakai jubah terlebih dulu sebelum masuk kedalam ruangan tersebut.

"Ayahnya udah sadar, masuk dan waktunya 15 menit ya," tutur sang suster.

Alea pun masuk kedalam ruangan tersebut, kemudian melihat kondisi sang Ayah yang terbaring lemas sambil memejamkan matanya.

Dengan pelan Alea mengambil satu tangannya yang terlihat kurus, kemudian mengusapnya pelan.

"Yah.." panggil Alea pelan.

Hamzah membuka matanya, kemudian melihat putri semata wayangnya yang berada disisinya.

"Lea..sini sayang," suara Hamzah terdengar sangat lemah.

Banyak selang yang menempel di tubuh Hamzah, bahkan mulutnya pun tertutup sebuah cup untuk oksigen agar masuk kedalam saluran pernapasannya.

Membantu paru-paru miliknya yang terkena infeski, "Ayah baik-baik aja, maaf udah marahin kamu kemarin," lirihnya.

Alea tersenyum kecil, karena wajahnya tertutup masker seperti apapun ekspresinya saat ini tak akan terlihat karena kain berwarna biru tersebut.

"Ayah udah baikan?" tanya Alea dengan hati-hati.

Hamzah mengeleng, jika biasanya ia selalu menutupi kondisi tubuhnya namun tidak kali ini.

Hamzah akan jujur jika ia telah lelah berjuang melawan penyakitnya, Hamzah mengaku kalah dan memilih untuk mati.

Alea mengusap lembut tangan keriput tersebut, kemudian menceritakan perkembangan hubungannya dengan Erwin.

"Alea percaya Mas Erwin bisa menjadi suami yang baik, Yah." Hamzah senang mendengarnya.

Banyak perubahan didiri Alea semenjak mengenal Erwin, dan Hamzah percaya jika pilihannya telah tepat.

"Ayah ikut senang, kamu harus menjadi istri yang baik nanti," Hamzah kemudian mengenggam tangan putrinya.

"Maafin Ayah ya," sambungnya.

"Ayah ngga salah, Alea yang belum jadi anak yang baik buat Ayah,"

Seorang suster menghampiri Alea, mengatakan jika jam kunjungannya telah habis.Alea kembali keluar setelah berpamitan dengan Hamzah, mengobrol banyak hal tentang ini dan itu.

Lega karena sang Ayah telah sadar, Alea langsung memeluk Erwin yang baru saja tiba di rumah sakit dengan menenteng sebuah paper bag.

Tentu saja lelaki yang bernama Erwin terkejut, kala sang calon istrinya tiba-tiba memeluknya.

Semua hal tersebut Erwin sangkut pautkan dengan Hamzah, takut-takut terjadi hal yang buruk kepada calon mertuanya.

"Ayah udah bangun, jadi aku seneng banget,"

Erwin bernapas lega mendengarnya, calon mertuanya baik-baik saja dan mulai siuman.

Mungkin setelah kondisinya semakin membaik, Erwin akan meminta untuk memajukan acara pernikahannya agar semakin leluasa membantu Alea dan Hamzah.

avataravatar
Next chapter