6 6 Sementara Dimensi ....

Sementara ... di dimensi lain, Terlihat Syeina yang semakin putus asa. Hari demi hari membuatnya makin terpuruk. Dia merana dan hidupnya hancur sejak kehilangan lelaki dengan kehebatannya itu.

Dia sering termenung sendirian di lahan yang dimana biasa Blue berlatih atau bermeditasi, Syeina akan menghabiskan waktu paginya, siangnya, sorenya untuk menyambangi kesana sambil duduk-duduk mengenang kebersamaan bersama Blue.

Syeina melamun dan berdiam saja seperti orang yang sedang linglung. Dia dikagetkan kedatangan seseorang yang melangkah dari belakang.

"Syeina, boleh aku duduk disini?" tanya seseorang itu padanya.

Syeina hanya mengangguk pelan tanpa menoleh atau mencari tahu orang itu siapa,

"Ini, untukmu." Dia menyodorkan sebuah gelas berisi teh hangat untuk dirinya.

"Terima kasih," jawab Syeina monoton. Dia menerima cangkir besar berisi teh hangat itu.

"Mau sampai kapan kamu disini? Semua sudah prepare akan kembali ke rumahnya masing-masing."

"Aku kan sebatang kara, Dok, lagi pula aku ingin menunggunya beberapa hari. Siapa tahu ada keajaiban dari Tuhan," ujarnya lagi-lagi melelehkan air matanya.

Dokter Vigo mengalihkan tangannya untuk memegang bahu Syeina.

"Mau sampai kapan menunggu? Bagaimana kalau dia tak kembali lagi? Sepertinya Tuhan memang mengirimkan dia hanya untuk membantu mengatasi peperangan saja, lihatlah ... setelah perang usai, Tuhan menariknya lagi."

Syeina makin tersedu-sedu sambil menangkup wajahnya sendiri, dia tanpa malu dihadapan dokter Vigo menangis dengan kerasnya.

"Kamu manusia masa kini, dia manusia jaman dahulu, bayangkan ratusan ahun lalu, sudah jadi apa tubuh itu sekarang Syein? Mana mungkin bisa bersatu sama kamu? Dia sudah jadi tanah sekarang di tahun 1500-an itu, kamu menunggu apa? Jangan lagi sakiti hatimu, mungkin kamu bisa mencoba melupakan dia."

"Aku tak bisa berhenti memikirkannya, Dok! Dia selalu ada dalam pikiranku," tangisnya makin meluruh.

Dokter Vigo dengan perlahan mencoba-coba memeluk dari samping tubuh Syeina dan menyandarkan di dada sebelah kirinya. Syeina yang teramat sangat down itu tak bisa menolaknya karena saking butuh sandaran dan kekuatan dari orang lain.

Dokter Vigo berusaha untuk mengelus kepala Syeina dan Syeina pun tak memberontak. Hati dokter Vigo sangat senang mempunyai moment berdua dengan Syeina, memang desas-desus yang beredar sudah luas di kalangan para medis, namun dokter Vigo tak pernah memberikan klarifikasi tentang rumor itu. Apalagi situasi peperangan yang membuat suasana makin pelik hanya untuk urusan cinta.

"Jika itu semakin menyakitimu, apa tak sebaiknya lupakan dia pelan-pelan Syein? Aku selalu ada bersamamu, hanya saja ... Kamu tak pernah mau melihatnya. Aku sudah dari lama ingin mengatakan perasaanku padamu, karena adanya perang ini jadi membuat suasana tak memungkinkan aku untuk menyampaikan dengan jujur." Gadis itu hanya menunduk tanpa bisa membendung air matanya.

"Aku sudah lama mencintai kamu Syein, apa aku boleh membantumu menyembuhkan luka hatimu karenanya?" Dokter Vigo berbicara.

"Maafkan aku, Dok. Aku tak bisa menerima cintamu. Aku sedang hancur dan hatiku masih sakit," ujarnya melirih.

"Aku mengerti, tapi aku akan selalu sabar menantimu, kalau kau membutuhkan aku, jangan sungkan-sungkan, katakan saja."

Syeina meminum teh buatan dokter Vigo itu, dia masih dan masih mengharapkan Blue hadir lagi di sisi, minimal untuk memberi penjelasan kepadanya. Apa yang bisa dia lakukan? andai kalau memang tak bisa bersatu. Dia akan memaksa diri untuk melupakannya, bukannya menghilang tanpa jejak begini, tanpa kata dan tanpa berita. Menghilang terserap oleh angin sehingga menggantungkan perasaan gadis cantik dan lembut ini.

SATU PERMINTAAN

Tiga hari berlalu ...

Dia masih dikelilingi oleh banyak orang yang mencintai dirinya, anggota keluarga Kerajaan, anggota keluarga calon permaisuri, semua pengawal dan rakyatnya dengan setia melalui proses demi proses pemulihan tenaga sang Pangeran, tak ada yang merasa keberatan atau mengalami keluhan, mereka semua membantu mengirimkan tenaga dalam dan kekuatan dalam diri mereka semua untun diberikan kepada Pangeran Blue, dengan dipimpin oleh orang-orang sakti. Dirinya dibaringkan di atas ranjang bertenun sutra nan lembut bercahaya, ranjang berbahan kayu Bocote. Kayu termahal yang satu ini pada zamannya memiliki tampilan yang sangat menarik perhatian dengan motifnya yang seperti kuda zebra. Selain itu bocote wood adalah jenis kayu yang baik digunakan untuk furnitur, alat musik, bagian pegangan senjata, (untuk zaman kini) hingga bagian dalam kapal laut. Badan lelaki itu terasa hangat dan semilirnya angin menyapu sekujur tubuhnya. Para orang sakti menebar mantra dan doa-doa khusus yang dihaturkan kepada Dewa.

Pangeran Blue mulai mampu merasakan kedamaian di dalam jiwanya, hatinya mulai mampu berkata-kata, dia mulai di datangi oleh sukmanya yang membuatnya mulai mampu mendengar sayup-sayup doa seluruh yang hadir dalam ritual ini. Perlahan dia mulai mampu membuka matanya, pertama kali yang menatap dirinya adalah sang Ibunda tercinta.

"Syeina ...." ucapnya lirih masih dalam keadaan

setengah siuman.

"Lihaaaaat!! Pangeranku telah sadar," teriak Ibunda dengan bersuka cita menampilkan tetesan air mata bahagia.

"Anakku sayang, kamu telah kembali pulang, kamu telah sadar sekarang." Sang Ratu segera memeluk putranya itu yang masih tergolek lemah di ranjang istana yang indah.

Sorak soray dan gegap gempira suasana seluruh yang ada di istana Kerajaan berdengung keras mencuat hingga mencapai ke seluruh penjuru Negeri, saking berbahagianya semua hati dan jiwa yang ada.

"Ibu, apa ini di istana? Dimana Syeina?" bisiknya masih mencari sosok gadis itu.

"Siapa Syeina? Ini calon Ratumu, Putri Ravina telah lama menanti kembalinya dirimu, Anakku." Ratu menunjuk Putri Ravina dan Putri pun segera berlari mendekati Pangeran Blue untuk menuju ke sisinya.

"Aku disini Yang Mulia. Aku sangat merindukanmu." Dia mencium tangan Pangeran Blue karena telah berminggu-minggu menahan rindu. Pangeran Blue mulai merasakan kesadarannya semakin lama semakin utuh.

"Ooh aku telah berada di istana? Ini buka Negeri modern? Ya Dewa ... Aku telah meninggalkan masa depan, aku telah meninggalkan dirinya. Aku akan kehilangan Syeina." Ia memejamkan mata dan buliran kecil terjatuh dari kelopak matanya, ia juga begitu sedih telah meninggalkan Negeri kemarin dan juga meninggalkan gadis itu tanpa kata dan tanpa ucap apa.

"Aku mau beristirahat di kamarku Ibu," pinta Blue kepada Ibundanya.

Blue pun akhirnya dibantu paman dan adik lelakinya untuk berjalan perlahan menuju kamarnya.

"Akan aku temani Yang Mulia," pinta Putri Ravina kepada calon suaminya itu.

"Terima kasih Tuan Putri, aku masih ingin memulihkan diri dulu. Aku ingin tenang sendiri," jawab Blue kepadanya membuat Putri cantik itu sedikit nampak guratan kekecewaan .

"Tuan Putri bersabarlah, Pangeran sedang lemah dan dia harus maksimal beristirahat, mungkin besok sudah lebih baikan," jelas adik Blue. Putri Ravina mengangguk perlahan berusaha untuk bersabar mendengar alasan Sang Pangeran.

Di kala dirinya telah dibaringkan di ranjang kamarnya, datanglah Sang Ayahanda tercinta untuk menemuinya.

"Apa yang terjadi kepadamu selama ini?" Selidik Raja.

"Aku sampai di dimensi lain Ayah, masa depan sekiam ratus tahun yang akan datang. Mungkin karena aku menghantam batu itu tujuh kali" ungkap Pangeran Blue.

avataravatar
Next chapter