29 Devil 29 : Pergi?

Temenku : ceritanya mau ampe berapa chapter?

Aku : 20 aja ah. Gamau terlalu banyak kaya sinetron

Temenku : oke. Cemunguth ea

20 chap kemudian

Temenku : kenapa belum tamat? Katanya mau ampe 20?

Aku : 25 aja. Kagok

Temenku : oke sip. Kutunggu jomblomu

25 chap kemudian

Temenku : udah lewat. Gajadi tamat 25 chap?

Aku : 30 aja deh

Temenku : oke. Semangat ya main sabunnya

30 chap kemudian

Aku : kapan tamatnya sih ni cerita!

Happy reading all

Kalo ada kesalahan kasih tau yaa

Hening.

Setelah dokter berlalu pergi dari sana, Alarick maupun Valerie sama-sama diam di ruang rawat Valerie. Yang satu karena marah, satunya lagi karena merasa bersalah.

Valerie mengubah posisi tidurnya menjadi berbaring membelakangi Alarick. Alarick menjadi makin merasa bersalah melihat punggung Valerie yang ringkih.

Alarick menelan ludahnya susah payah. Matanya tak lepas pada punggung Valerie. "Kau masih marah?" tanyanya sambil memberanikan diri mengusap rambut Valerie. "Ayolah sayang, jangan marah. Aku tidak sengaja."

Alarick tersentak mundur saat Valerie membalikan tubuhnya dengan cepat. Matanya melotot pada Alarick. "Siapa yang kau panggil sayang hah?? Aku??" tanya Valerie galak.

Alarick makin menelan ludahnya susah payah. "I-iya. Siapa lagi kalau bukan—"

"Ya Feli-lah! Memangnya aku siapamu hingga kau panggil begitu?? Bukannya aku hanya jalang murahan yang gila harta?? Gila, tahu begini, lebih baik aku mendengarkan ucapan Anna yang menyuruhku dengan Alex. Walaupun dia hanya berprofesi sebagai dokter, tapi dia memiliki etika dan attitude yang melebihi orang kaya sombong sepertimu!! Dasar suami bangsat!!" amuk Valerie meluap-luap.

Alarick melotot. "A-apa?? Suami bang—"

"Iya! Suami bangsat!! Kau tidak salah dengar! Dan aku mengatakan fakta! Bukan hanya fitnah yang kau katakan kepadaku!! Dan apa tadi katamu? Tidak sengaja?? Kau jelas-jelas mendorongku, bodoh!!"

Mulut Alarick terbuka lebar. "Aku memang mendorongmu. Tapi yang membuat kau terkena beling adalah dirimu sendiri." Katanya mencoba sabar.

"ITU TIDAK AKAN TERJADI JIKA KAU TIDAK CEMBURU BUTA DAN MELEMPARKAN SEGALA JENIS VAS DAN PIRING!!"

Alarick menelan ludah dengan takut. Dia menundukan kepalanya dengan segala jenis rasa bersalah. Ucapan Valerie sungguhlah benar. Namun, tersadar sesuatu, Alarick kembali menatap Valerie. "Aku tidak cemburu buta!"

Valerie mendelik jengah. "Kau tidak suka aku bersama Felix kemarin. Dan sebelumnya karena Alex. Selanjutnya pada siapa lagi hah? Jika cemburu lagi, berilah aku kode agar aku bisa menyiapkan fisik dan mentalku yang akan kau sakiti lagi."

"Itu tidak benar! Aku tidak cemburu!"

"Kau jelas-jelas cemburu, bodoh!"

"Tidak!"

"Terserahlah." Kata Valerie sambil mendelik jengah. "Jauh-jauh dariku. Aku malas dengan orang resek seperti kau!"

Alarick segera membulatkan mulutnya dengan kaget. "Kenapa aku harus jauh-jauh darimu? Aku sudah meminta maaf, kenapa kau masih marah?"

Valerie hanya menghela napas panjang. "Aku ingin pulang." Katanya, mengabaikan Alarick.

"Tidak! Kau harus dirawat dulu sampai sembuh!"

Valerie melirik Alarick seolah Alarick sedang melawak. "Apa aku sedang meminta izinmu? Kau siapa? Kenapa berani-beraninya melarangku?"

"Valerie!"

"Ah, ya, kau belum membayarkan biaya administrasi rumah sakit kan? Jika sudah, aku akan menggantinya. Aku tidak mau dianggap perempuan matre lagi."

Alarick berdecak. Ia beringsut mendekati Valerie, dan langsung membuat Valerie memalingkan wajah. "Aku minta maaf, oke? Aku janji takkan mengulanginya."

"Aku juga tidak ingin kejadian hari ini terulang, Alarick. Maka dari itu aku menghindari uang kesayanganmu. Oh, apa perlu aku mengganti uang bensinmu? Kau sudah susah payah membawaku ke sini."

"Valerie..." Alarick mengusap wajahnya dengan frustasi. "Kita sudahi pertengkaran ini. Aku bersungguh-sungguh meminta maafmu."

"Baiklah. Aku memaafkanmu." Kata Valerie sambil menatap Alarick.

Alarick tersenyum lega.

"Tapi aku tetap tidak ingin menggunakan uangmu. Sepeserpun."

Senyum Alarick pudar seketika. "Valerie..."

"Mengertilah, Alarick. Aku hanya tidak ingin menerima maafmu yang lain. Akan lebih mudah jika aku menghidari uangmu, kakekmu, dan temanmu. Aku juga mempermudahmu. Kau tidak perlu membuang-buang uang untuk seseorang yang akan kau buang nantinya." Ucap Valerie dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.

Alarick mengeraskan rahangnya. "Aku takkan membuangmu sampai kapanpun." Katanya dengan suara dalam. Menunjukkan intimidasi dan ketegasannya. Mata Alarick menatap Valerie dengan tajam.

Valerie balas menatap Alarick dengan sendu. "Walaupun kau tidak membuangku, aku tetap akan pergi darimu." Katanya lirih.

Wajah Alarick berubah marah. Tangannya segera menggenggam erat pergelangan tangan Valerie. "Apa maksudmu??"

Valerie melirik tangannya yang berada dalam genggam tangan Alarick. "Sehari menikah denganmu, 2 kali aku masuk ke rumah sakit." Valerie beralih menatap mata Alarick. "Bagaimana jika aku hidup semimggu denganmu? Apakah aku akan mati di tanganmu?"

Tatapan sendu dan penuh luka dari Valerie membuat Alarick sukses merasakan sakit di dadanya. Alis Alarick mengerut dalam. "Aku takkan menyakitimu. Tidak lagi. Percayalah padaku, Valerie. Jangan pergi."

Valerie terkekeh sumbang. "Bagaimana bisa aku pergi darimu, Al? Kau akan selalu menemukanku. Entah itu karena media yang pasti membicarakanku dan mengatakan aku ini seorang buronan atau kau yang akan menemukanku dengan uang yang kau punya."

"Jangan pergi." Alarick mengulang ucapannya. Menatap lurus tanpa berkedip. "Kau benar. Aku pasti akan menemukanmu. Tapi itu akan sangat merepotkan. Jangan pergi ke manapun."

Valerie tersenyum. "Bukan pergi yang seperti kau pikirkan, Al. Aku membicarakan kematian."

Cengkraman Alarick di tangan Valerie menguat saat Alarick menatapnya tajam. "Kau berbicara melantur."

Valerie masih mempertahankan senyumnya. "Semua orang pasti akan mat—"

Alarick segera membungkam mulut Valerie dengan mulutnya. Mencium bibir Valerie dengan dalam dan menekan tengkuk Valerie kuat. Menyalurkan perasaan kalut dan takut yang dirasakannya sekarang. Namun bukannya mereda, perasaan Alarick makin kalut. Dia mencium Valerie dengan brutal dan menjadi. Alarick melepas mulutnya dan memeluk Valerie erat. "Kau punya penyakit mematikan??? Kenapa kau berbicara seperti itu hah??? Kau punya kanker?? Tumor?? Kau tidak boleh menyembunyikannya dariku, Valerie."

"Aku tidak punya penyakit—"

"Kita pulang ke LA sekarang. Aku tidak percaya dengan CT-Scan yang dilakukan manusia Indonesia." Alarick melepaskan pelukannya. Ia segera merogoh ponselnya di kantung celana dengan tergesa.

"Alarick, aku sungguh sehat. Aku hanya—"

Terlambat. Valerie seharusnya tidak main-main dengan ucapannya. Alarick terlanjur mempercayai ucapan Valerie.

"Halo?? Siapkan pesawat dan pilot dengan segera. Aku akan kembali ke LA sekarang. KAU TIDAK DENGAR?? SEKARANG!! JIKA KAU BERTANYA LAGI DAN LAMBAT DALAM MELAKUKAN PERINTAHKU, KAU KUPECAT!!"

Valerie menghela napas panjang dan berdecak mendengar ucapan Alarick pada siapapun yang berada di sebrang sana. "Aku hanya ingin mengatakan jika semua orang pasti mati. Kenapa dia berlebihan sekali?"

***

"Hasilnya akan keluar dalam 1 minggu lagi untuk detail dan juga keakuratannya. Dan disarankan untuk Anda kembali ke sini bersama isteri Anda lagi." Kata dokter sesaat setelah mereka melakukan pemeriksaan secara menyeluruh pada Valerie.

Valerie sungguh lelah. Dia saat ini sedang bebaring di atas ranjang besar ruang rumah sakit VVIP milik perusahaan Darren. Sampai di LA Valerie tidak Alarick biarkan untuk istirahat. Walaupun Alarick yang menggendong Valerie ke mana-mana, tetap saja Valerie lelah dengan pemeriksaannya.

"Kenapa seminggu lagi?? Kenapa tidak besok???" protes Alarick.

"Untuk keakuratan dan—"

"Aku ingin besok!!! Apa kau tuli??"

Dokter itu kali ini terlihat gelagapan. Valerie menghela napas panjang. "Kau yang tuli, Alarick! Kau tidak dengar?? Itu untuk keakuratannya. Jika kau mau besok, kau akan mendapatkan hasil yang seadanya. Kau mau jika hasilnya hanya seadanya???" kata Valerie.

Dokter tersebut tersenyum ke arah Valerie. "Anda benar, nyonya Damian."

Alarick segera menatap dokter pria tersebut dengan tatapan membunuh. "Kenapa kau tersenyum pada istriku??? Kau ingin kupecat???"

Dokter tersebut kembali gelagapan.

Sementara Valerie menghela napasnya dengan sabar. "Terimakasih, dokter. Sebaiknya Anda keluar daripada menghadapi suami saya ini. Percayalah, saya tidak ingin berdarah-darah lagi." Katanya.

Dokter itu menuruti Valerie dan segera keluar dari sana.

Valerie mengangkat alisnya saat Alarick menatapnya tajam. "Kenapa? Mau menyiksaku lagi?"

Alarick berdecak jengah. "Jangan tersenyum pada lelaki lain selain aku. Aku tidak suka."

"Aku tidak tersenyum pada siapapun, Al."

"Pokoknya, jangan bersikap ramah pada lelaki manapun selain aku!!"

Valerie menghela napas panjang. "Aku lelah ingin tidur. Ini sudah berganti hari dan aku belum tidur kemarin."

Alarick menghampiri ranjang Valerie dan menggeser tubuh Valerie. Dia berbaring di samping Valerie sambil memeluk Valerie erat. "Aku juga lelah. Ingin memelukmu."

Valerie membiarkan saja. Dia balas memeluk Alarick sambil menghela napas panjang. "Kirim nomor rekeningmu. Aku akan mengganti yang di Indonesia dan yang di sini."

Alarick mengabaikan. Dia mengelusi punggung Valerie dengan lembut. "Katakan padaku jika kau memiliki penyakit. Aku akan mencarikan dokter terbaik demi kesembuhanmu."

"Aku sehat. Aku hanya ingin berkata jika semua orang bisa mati. Termasuk aku." Kata Valerie dengan mata terpejam.

Alarick berhenti mengelusi punggung Valerie. Dia beralih memeluk Valerie dengan erat dan menenkan Valerie ke dadanya. "Tidak. Jangan sekarang." Ataupun nanti. Tidak saat jantungku terasa sakit saat mendengarmu mengatakan tentang pergi.

Valerie menghela napas panjang. Apa maksudmu, Al? Tidak sebelum kau menemukan Feliciamu, maksudnya?

***

Valerie terjaga dari tidurnya saat merasakan tidurnya terusik. Dia mendengar Alarick sedang berbisik dengan nada yang terdengar mengancam, membuat Valerie harus berpura-pura tidur demi mendengar ucapan Alarick.

"Apa maksudmu?? Kenapa kau bisa kehilangannya???"

"..."

"Bodoh! Sudah kubilang jaga di sekitar kantorku!! Felicia pasti akan kembali!!"

"..."

"Dia paparazzi!! Tentu saja pandai bersembunyi!! Aku membayarmu mahal bukan untuk mengamati perusahaanku saja!!"

"..."

"Sialan! Jika Felicia tidak kau temukan dalam waktu sebulan, aku akan menghancurkanmu!!"

Dan pembicaraan Alarick lewat telfon masih berlanjut seputar Felicia dan Felicia.

Jadi, itu tenggat waktuku, Al? Sebulan? Baiklah Valerie, persiapkan dirimu untuk berpisah dengan Alarick.

bagi yang belum tahu cerita ini sudah tamat dan bisa didapatkan di Playstore dengan judul Bastard Devil dan nama pena Made In Earth

avataravatar
Next chapter