webnovel

Devil 28 : Tears

Valerie menunggu hingga mie instan dalam cup mie yang dia beli terisi penuh dengan air hangat yang disediakan oleh supermarket di sana. Setelah terisi penuh, Valerie pergi ke luar dan duduk di bangku yang disediakan oleh supermarket tersebut. Jalannya agak terpincang dan dengan plester di keningnya membuat Valerie terlihat mengenaskan. Valerie juga hanya menggunakan hotpans dan kaos yang dibaluti oleh sweater.

Dan yang paling membuat Valerie mengenaskan, dia sendirian di malam yang dingin itu.

"KODOK!"

"EH KODOK KODOK! MANA KODOK??" Valerie berteriak panik dan melompat lompat di tempat duduknya. Suara tawa kerdengar menggema kemudian. Matanya yang melotot karena kaget luar biasa langsung melihat Felix yang tertawa kencang setelah mengagetkannya. Valerie memelototi Felix. "Sialan! Apa personil kalian tidak ada yang waras??? Kenapa kalian semua gila saat ada di depanku???"

Felix mengabaikan dan duduk tenang di depan Valerie sambil masih tertawa. "Kau lucu sekali, Vale."

Valerie mendelik. Dia kemudian beralih menaburkan bumbu pada mie cup instannya.

"Kau makan mie instan di tempat kumuh ini??? Apa Alarick mencampakkanmu?"

"Haha lucu sekali."

Felix kembali tertawa. "Maaf maaf. Aku hanya bercanda." Katanya. "Serius, sedang apa kau di sini malam malam begini? Tidak takut Alarick mengamuk?"

"Kenapa dia harus mengamuk?" tanya Valerie sambil mengocok mienya dengan garpu.

"Ya karena dia marah."

"Dan kenapa dia harus marah?"

"Karena dia sedang dalam mood yang tidak baik."

"Kenapa moodnya harus tidak baik?"

"Karena kami bertengkar kemarin? Ya, pokoknya begitulah. Kau cerewet sekali."

Valerie mendengus geli dan mulai memakan mienya setelah sebelumnya meniup mienya terlebih dahulu. "Kalian bubar?"

Felix menggeleng. "Tidak. Kami hanya kehilangan personil saja. Mau bergabung dengan kami?"

"Kudoakan kalian bubar."

"Kau baik sekali mau mendoakan kami."

Valerie tertawa kecil. "Dan apa tadi katamu? Menjadi personil kalian? Apa aku terlihat seperti iblis bagi kalian?"

"Tidak. Kau bidadari."

"Itu benar. Jika kalian ingin aku gabung, gantilah menjadi The Angels."

Felix mendelik. "Aku tidak tahu kau punya kepercayaan diri sebanyak itu."

"Kenapa? Aku hanya mengatakan fakta."

Felix tertawa. "Makan mie-mu. Nanti mengembang."

Valerie menganggukkan kepalanya dan kembali memasukkan mie ke dalam mulutnya. "Oh ya. Sedang apa kau di sini?"

"Menemuimu. Aku rindu padamu."

Valerie mendelik jengah. Ia memperlihatkan tangannya yang tersemat cincin. "Tolong jangan merindukanku. Dan lihat cincin ini."

Felix tertawa. Dia mengambil tangan Valerie dan berpura-pura memperhatikan cincinnya. "Wow bagus sekali. Apa ini imitasi?" Katanya sambil tersenyum miring pada Valerie. "Aku bisa membelikanmu yang asli jika kau jadi milikku."

"Haha tidak terimakasih." Valerie tertawa datar dan menarik tangannya dari Felix.

"Felicia!"

Valerie sedikit berjengit di tempatnya saat mendapat tepukan di bahunya. Dia menatap si penepuk dan mengerutkan alisnya dengan tidak mengerti. "Anda salah orang." Katanya dalam bahasa Indonesia.

Lelaki yang entah siapa itu tertawa jenaka. "Kau bicara apa, Feli? Ini aku Alucard. Temanmu saat di taman kanak-kanak."

Valerie mengerutkan alisnya. "Feli?"

"Ya! Kau sudah ketemu rupanya! Dan Felix, kenapa kau tidak mengabari jika Feli ternyata masih hidup?"

"Hidup?"

Valerie dan Alucard menatap Felix serentak. Yang ditatap hanya balik menatap Alucard dengan tajam. "Bisakah kau tinggalkan kami? Felicia sudah bersuami." Katanya seolah Valerie benar-benar Felicia.

Alucard segera menatap Valerie dengan kaget. "Kau sudah menikah? Dengan siapa? Dengan Alarick? Waah, pria itu benar-benar berambisi besar. Aku ingat dia pernah mendorongku ke selokan gara-gara aku mengajakmu bermain. Dia sangat posesif padamu padahal umurnya lebih tua 6 tahun darimu."

Valerie tertawa canggung dan menganggukkan kepalanya. "Kau benar. Dan jangan lupakan jika dia benar-benar brengsek." Katanya.

Alucard langsung menampakan wajah heran. "Hah?"

"Alucard! Cepatlah! Kau lama sekali!" teriak perempuan yang berada di parkiran supermarket dan berdiri di samping mobil dengan raut jengah.

Alucard segera menatap Valerie. "Felicia, Felix, maaf aku tak bisa lama-lama dengan kalian."

"Itu bagus." Timpal Felix namun Alucard hanya fokus pada Valerie.

"Nanti, jika kita bertemu lagi, mari kita dinner. Aku akan mentraktirmu. Bye!!"

Alucard pergi sambil melambaikan tangan dengan semangat. Valerie hanya mendesah jengah dan kembali memakan mienya.

Felix sendiri terdiam dengan canggung. "Felicia itu adikku yang dulu pernah menghilang dan menggemparkan seluruh dunia perbisnisan. Dia tetangga rumahku dulu. Jadi wajar dia tahu jika Felicia diculik sedangkan yang lain hanya menganggap Feli menghilang."

Valerie menganggukkan kepala seolah mengerti.

"Dan soal dia membahas Alarick—"

"Tidak usah dijelaskan. Aku tahu." Kata Valerie santai sambil kembali menyuapkan mie. Dia menghiraukan wajah kaget Felix. "Semirip apa dia denganku?"

Felix mengedip. Dia memajukan wajahnya dan bertopang dagu sambil memperhatikan Valerie dengan seksama. "Kau itu... Bagaikan Feli versi dewasa. Jika Feli tumbuh besar, dia pasti akan sangat mirip denganmu."

Valerie menaikan sebelah alisnya. "Kenapa kau berkata begitu? Apa kau tidak pernah bertemu dengan adikmu sendiri?"

"Tidak setelah dia diculik."

"Kenapa? Bukannya dia sudah ketemu?"

Felix menatap Valerie lama. "Darimana kau tahu?"

Valerie tertawa pelan "Kalian bertengkar hebat dan berteriak-teriak seperti itu. Bagaimana aku tidak dengar?"

Felix menganggukkan kepalanya pelan. "Kau mendengar semuanya? Termasuk tentang Alarick yang mengatakan pernikahan kalian bodoh?"

Valerie kini tertawa hambar. "Dan setelah dia berkata begitu, dia meniduriku."

"Dan bagaimana perasaanmu?"

Valerie terdiam. Dia memakan mienya dengan mata menerawang ke depan, dan setelah itu Valerie kehilangan mood makannya. Dia malah mengacak mie cupnya. "Entahlah. Jantungku seolah ditusuk pisau. Anehnya, aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya ditusuk pisau, tapi hatiku seolah merasakan seperti itu. Aku bahkan berpikir jika aku akan mati sebentar lagi. Berpikir bahwa... Aku akan kembali dimanfaatkan lagi, dan dibuang. Saat Al berkata seperti itu pada kalian, aku merasa jika aku hanya budak seksnya. Dan aku dinikahi karena memang yang dia inginkan hanya aku melayaninya setiap hari. Seolah aku adalah boneka yang bisa dia perlakukan seenaknya." Katanya dengan air mata yang perlahan turun.

Valerie lalu mendengus miris saat melihat tatapan kasihan dari Felix. "Kenapa aku harus dibuang lagi? Kenapa aku harus dimanfaatkan lagi? Bukannya, manusia itu diciptakan untuk suatu tujuan? Dan apakah untuk ini aku diciptakan? Hanya dilahirkan untuk sekedar dimanfaatkan lalu kemudian dibuang. Aku tidak ingin dibuang lagi, Felix. Aku tidak ingin."

Valerie akhirnya mengeluarkan apa yang dia rasakan sekarang. Pada orang asing. Pria yang mungkin sama brengseknya dengan Alarick. Namun, satu hal yang membuat Valerie merasa bisa menangis di hadapan Felix. Yaitu, tentang Felix yang menanyakan apa yang dirasakannya. Pertanyaan yang bahkan tidak seorangpun menanyakannya kepada Valerie.

Sentuhan di pipi Valerie membuat Valerie tersentak ke belakang. Dia menatap kaget pada Felix yang menunjukkan telapak tangannya yang basah. Valerie segera mengucek matanya untuk menghentikan tangisnya. Namun, air matanya malah turun semakin deras hingga Valerie membiarkan dirinya terisak pasrah di hadapan Felix. Valerie menutup wajahnya.

Dia membiarkan saja saat Felix berdiri di samping tubuhnya dan memeluk Valerie dengan lembut dan tangan yang setia mengusap punggung Valerie.

***

Valerie baru saja memasuki mansion milik Alarick dan mendapati para pelayan sedang sibuk membereskan pecahan keramik di lantai. Valerie membuka mulutnya dengan syok. "Kenapa berantakan sekali? Apakah ada monster yang mengamuk dan berniat menghancurkan rumah?" tanyanya pada pelayan yang sedang menyapu.

"Nyonya ke mana saja? Tuan tadi mencari Nyonya ke luar. Dan saat kembali, dia mengamuk dan memecahkan banyak vas dan piring."

"Alarick mencariku? Apakah kalian sudah memberitahu jika aku ke supermarket?"

Pelayan itu menganggukkan kepalanya. "Ya. Setelah tahu, dia langsung pergi ke luar."

Valerie mengerutkan keningnya dengan heran.

PRANG!!

Suara itu terdengar dari lantai 2, di kamar mereka. Valerie menghela napas panjang. "Dia belum selesai, rupanya." Gumamnya. "Yasudah, aku ke atas dulu kalau begitu." Izinnya pada para pelayan dan pergi ke atas.

Dia membuka pintu dan mendapati Alarick yang sedang membelakanginya. Punggung Alarick terlihat bergetar akibat marah. Valerie masuk ke dalam kamarnya. Ia hati-hati melangkah karena takut terkena beling di saat sedang menggunakan sandal capit.

Valerie sampai di belakang tubuh Alarick. "Alarick, ada apa?" tanyanya lembut.

Alarick membalikan badannya. Wajahnya memerah dan rahangnya terlihat mengeras. Dia diam dan hanya menatap Valerie dengan tajam.

Valerie mengerutkan alisnya. "Kau kenapa? Sedang ada masalah? Tidak seharusnya kau memecahkan barang-barang. Aku tahu kau dapat dengan mudah membelinya. Tapi—"

"Ke mana saja kau? HAH???"

Valerie berjengit kaget mendengar bentakan Alarick. "Pelayan sudah memberitahumu. Kenapa kau marah-marah?" katanya.

Alarick mendengus sinis. "Apakah begini caramu menjebak pria, Valerie? Menggunakan wajah polos seolah kau adalah korban?"

"Apa maksudmu?"

"Kau tidak lebih dari seorang jalang yang suka menggoda pria kaya."

Deg

Mata Valerie melebar. Mulutnya terbuka. Dia menatap Alarick dengan padangan tidak percaya. "Apa?"

Alarick hanya menatap tajam pada Valerie. "Aku sudah mencaritahu tentang siapa itu Bams. Dia adalah pewaris dari perusahaan investasi swasta yang sudah mencapai Internasional. Kau mengajaknya menikah karena tahu jika dia kaya, bukan? Seperti kau yang mengajakku menikah karena aku kaya raya."

"Apa maksudmu?? Aku bahkan tidak tahu jika Bams adalah pewaris!"

"JANGAN BERPURA-PURA LAGI JALANG!!"

Valerie tersentak kaget dengan bentakan Alarick yang tepat di depan wajahnya. "Al... Aku sungguh tidak mengerti apa maksudmu."

Alarick tertawa kencang. "Ini nih yang membuat kakekku terpengaruh. Kau benar-benar jalang."

"Al, aku tidak mengerti! Kenapa kau marah padaku? Siapa yang memanfaatkan siapa di sini!"

"BERHENTI MENYEBUT NAMAKU DENGAN MULUT KOTORMU ITU!!" teriak Alarick kencang. "Kau menggoda Bams, menggodaku, dan sekarang, kau menggoda sahabatku? KAU BENAR-BENAR JALANG VALERIE!!"

Alarick mendorong Valerie sekali. Bukan maksud Alarick untuk mendorong Valerie sekencang itu. Namun, tenaga pria yang menyatu dengan kemarahan sukses membuat Valerie mundur beberapa langkah ke belakang. Sandal yang dipakainya lepas dan mengakibatkan telapak kaki kanan Valerie mengenai pecahan kramik dan kaca yang berada di lantai.

"Awh... Shh." Ringis Valerie sambil mengepalkan tangannya. Valerie menundukkan padangan dan melihat kaki kanannya sudah terkena banyak pecahan.

Namun Alarick tidak peduli. Dia hanya menatap Valerie datar. "Kau membuatku bertengkar dengan teman-temanku karena kau. Dan sekarang, kau malah menargetkan Felix? Apa kau ingin menghancurkan kami???"

Valerie merasa seluruh tubuhnya hancur. Kakinya sakit, begitupun dengan mentalnya yang sakit. Disebut jalang oleh suaminya sendiri dan difitnah.

"Jalang sepertimu—"

"Al, bisa berhenti? Kaki dan hatiku benar-benar sakit. Aku bukan boneka yang tidak akan sakit saat kau mencabik-cabiknya sedemikian rupa. Aku punya perasaan. Sungguh." Potong Valerie sambil terisak.

Alarick memincingkan matanya. Dia kemudian melirik kaki Valerie dan melihat darah sudah menggenangi lantai dan keramik-keramik di bawahnya. Mata Alarick membulat lebar. "Valerie..."

Alarick mencoba mendekati Valerie. Namun Valerie segera mundur dan mengenai pecahan yang lain. Jantung Alarick terasa diremas. Dia kembali menatap wajah Valerie yang berliang air mata.

Valerie mengembuskan napas panjang. "Aku tidak pernah mau menjebakmu. Aku hanya mengajakmu. Semua didikan panti asuhanku pasti akan mengatakan hal yang sama. Kami diasuh biarawati. Tentu saja kami memiliki pikiran yang agamis. Aku tidak pernah menjebakmu. Sungguh."

Alarick menelan ludahnya susah payah. "A-aku..."

"Apa yang membuatmu mengharuskan untuk menikahiku? Aku sudah menolakmu. Aku juga menerima jika kau menceraikanku besok ataupun sekarang. Aku akan menjauhi Felix ataupun Mr. Damian jika itu membuatmu berpikir aku jalang yang gila harta."

"Valerie... Aku..." Alarick kembali maju, dan Valerie kembali mundur. Alarick mengepalkan tangannya kuat saat melihat lapisan darah yang menggenang di bawah kaki Valerie.

"Aku takkan meminta uangmu sampai kapanpun. Aku memiliki tabungan yang cukup untuk hidupku sendiri. Aku juga akan kembali berkerja di perusahaan lain. Aku bukan wanita seperti itu. Kalau pun aku yang menggugat cerai padamu, aku takkan meminta harta gono gini. Aku sungguh bukan wanita seperti itu, Alarick."

Valerie terisak keras di tempatnya. Dia mencengkram erat sweaternya saat merasakan segala sakit di tubuh maupun hatinya. "Apa yang pernah kuminta darimu? Mobil? Rumah? Tas? Apa yang pernah kau berikan padaku sehingga kau berani mengataiku sejahat itu? Aku manusia, Alarick. Kau tidak punya hak untuk menyakitiku seperti ini. Jika kau ingin kembali pada cinta pertamamu, silahkan. Jangan membuatku membencimu karena menyiksaku terlebih dahulu sebelum kembali padanya."

Alarick mengepalkan tangannya kuat. Ia berlari ke arah Valerie dan membuat Valerie semakin mundur dan mengenai pecahan lainnya. Alarick menarik tangan Valerie, memeluk tubuh ringkih itu dan menggendongnya. Dia duduk di tepi ranjang dengan Valerie di gendongannya. Alarick memeluk erat tubuh bergetar Valerie.

"Maafkan aku. Aku hanya tidak suka melihatmu dipeluk oleh lelaki lain." Kata Alarick sambil mengecupi pelipis Valerie. "Maafkan aku."

Valerie hanya menangis dalam pelukan Alarick. Dalam hati, Valerie mulai berjanji takkan menggunakan uang dari Alarick sepeserpun.

Bagi yang belum tahu cerita ini sudah tamat dan bisa didapatkan di Playstore dengan judul Bastard Devil dan nama pena Made In Earth

Next chapter