18 CHAPTER - 17 Antara Memilih Atau Membenci

Sesosok gadis bersurai hitam nampak menyangga dagu dengan punggung tangannya, kala sepasang mata tengah teralihkan pada jendela berlapis kaca tanpa memperhatikan seorang Guru yang tengah menjelaskan materi di depan papan tulis.

Dengan sepasang iris mata yang memantulkan cahaya mentari pada birunya langit, gadis cantik tersebut hanya dapat melamunkan suatu hal yang kian mengganjal di dalam hatinya.

Entah mengapa, tapi ia tampak gelisa setelah menyadari bahwa selembaran surat cintanya telah hilang entah di mana.

Dari sisi lain, seorang gadis berambut pendek sebahu nampak memperhatikan Chelsea yang sedari tadi melamun dengan pandangan mata yang terpaku menatap jendela berlapis kaca guna melihat aliran sungai dari lantai dua pada ruang kelasnya. Aiko sempat menghelahkan nafas panjangnya dan kembali menatap pria berkacamata bening di depan papan tulis.

Suara lonceng telah berbunyi, tanda jam istirahat pertama telah tiba. Hampir dari semua siswa segera beranjak pergi meninggalkan kelasnya, kecuali seorang gadis berparas cantik masih terduduk lesu pada bangkunya.

Butuh beberapa menit bagi Chelsea untuk bangkit dan kemudian melangkah pelan untuk meninggalkan ruangan kelasnya.

Gadis bersurai hitam masih berjalan lambat kala ia tengah melewati koridor sekolah yang hampir sepenuhnya di penuhi oleh puluhan siswa yang berlalu lalang di sana. Dirinya masih menunduk saat melangkah guna menyembunyikan paras cantiknya sembari memeluk sebuah buku menuju anak tangga.

Setelah berada di atap gedung sekolah, Chelsea merasakan suasana hening yang tak terhingga kala ia berdiam diri di depan pagar besi garis pembatas.

Hembusan angin berderu kencang, menghempaskan disetiap helai rambutnya kala ia mulai membentangkan sepasang tangan dan menatap keindahan alam yang dan tingginya beberapa bangunan yang berada di luar kawasan sekolah.

Dirinya sempat mendongak untuk melihat indahnya langit yang berselimut mega putih di siang hari.

Kilau panas bola api mentari berpadu deru angin di siang hari, seakan mendominasi keheningan yang terjadi kala gadis itu menatap hampa kepulan awan putih dengan sepasang mata yang berseri. Senyum indah seakan menjadi sentuhan alami pada paras cantik sang boneka barbie.

"Ketidak pastian yang kau miliki adalah kunci utama untuk membongkar lara hati yang sekian lamanya kau pijaki." Suara itu terdengar lirih oleh sepasang telinga Chelsea. Membuat gadis bersurai hitam segera menurunkan kepala dan berbalik arah guna mencari tahu keberadaan sang pemilik suara.

Gadis itu sempat memicingkan mata, mendapati adanya sesosok gadis yang sedari tadi bersandar pada dinding gedung sekolah. Seorang gadis berambu pirang dengan blazer merahnya mencoba untuk melangkah guna mendekati seorang gadis bersurai hitam yang berdiri jauh di depannya.

"Sensei... apa yang kaulakukan di sini?" Suara pelan itu terdengar lirih dari mulut Chelsea kala ia menatap paras Azumi dengan seksama.

"Sepertinya kau telah mencemaskan sesuatu. Apakah kau adalah Chelsea Matsuda, siswa dari kelas 2B?"

Chelsea sedikit menundukan kepala tanpa mampu untuk mengeluarkan kata. Dirinya hanya mengangguk pelan kala ucapan itu terdengar sedikit kasar.

Azumi berjalan mendekati pagar pembatas gedung sekolah, menikmati semilir angin yang berderu kencang kala sinar mentari menyapa awan dan birunya langit di siang hari.

"Kebanyakan siswa dari kelas 2B identik dekat dengan Gurunya. Yang tak lain adalah Akina-sensei, seorang pria yang memiliki jiwa romantisme dan penuh dengan kasih sayang pada semua anak didiknya." Azumi melipat sepasang tangan di depan dada saat Chelsea masih berdiri untuk membelakanginya. "Namun, tidak heran bila ia telah menanamkan bibit cinta pada hampir dari semua siswi di kelasnya," sambungnya.

"Anoo! Saya adalah Adiknya, dan apapun yang telah beliau ajarkan, adalah tentang motivasi yang mampu untuk menginspirasi seluruh siswanya. Dan saya—"

Azumi menoleh seketika. "Yoshihiro Akina adalah orang yang terbuka, tentu saja aku tahu sejarah yang di milikinya."

"Eh? Tapi... saya memang Adiknya, dan saya tinggal berdua dengan Akina."

Azumi sedikit menggelengkan kepala, membiarkan angin dingin menghempaskan di setiap helai rambutnya. "Dalam riwayat Akina, dirinya hanyalah anak tunggal dan sama sekali tidak memiliki adik perempuan."

Chelsea mengigit bibir bawahnya, mencerna disetiap kata yang hampir membombandir isi hatinya. Butuh beberapa detik bagi dirinya untuk menjawab perkataan dari Azumi-sama.

"Akina-sensei memanglah bukan kakak saya. Namun berkat beliau saya masih dapat untuk meneruskan sekolah dan memiliki tempat tinggal."

Azumi terkekeh pelan. "So, Akina adalah orang yang telah mengadopsi perawan? Lucu sekali... dan di hadapan kepala sekolah Yamato, kalian berdua telah sengaja melakukan sandiwara hanya untuk memanipulasi semua siswa dan wali kelas yang ada? Mengherankan."

"Bu—bukan itu! Anoo... saya memang adiknya meski kami tidak memiliki ikatan saudara. Dan apapun yang telah saya katakan bukanlah kebohongan seperti yang sensei—"

"Cukup! Kau tidak perlu banyak berkata hanya untuk memastikan kebenaran yang sudah kalian olah berdua. Dan aku tahu bahwa kau telah jatuh hati padanya. Iya, kan?"

"Ah?!"

*Deg! Deg! Deg! Deg!

Detak jantung Chelsea seketika berdegup kencang bagaikan genderang perang, kala suara Azumi menusuk indra pendengarannya.

"Kau bebas untuk memilih cinta, karena di Jepang tidak ada larangan untuk bercinta. Hanya saja, sungguh tidak etik bila seorang siswa telah jatuh cinta pada Gurunya."

Gadis bersurai hitam hanya terdiam dan menatap sepasang sepatu yang berwarnakan hitam. Meski mulutnya sedikit terbuka, namun tiada suara yang terdengar dari gadis bersurai emas yang nampak sudah menyudutkannya.

"Setiap kali kau bersikap manja pada Akina, tanpa kau sadari bahwa Aiko pun juga merasakan sakit hati yang sama. Begitu juga dengan gadis lain di luar sana. Kau pikir dirimu siapa, yang berani bermanja-manja pada Yoshihiro Akina? Apa kau sadar bahwa kedekatanmu dengannya hanya akan menghancurkan pioritasnya? Seharusnya kau berpikir bahwa paras cantikmu di hanya untuk di luar lingkungan sekolah, tanpa harus kau pamerkan pada semua siswa bahwa dirimu lah yang paling layak di mata Akina."

Chelsea masih menundukan kepala sembari meremas-remas ujung pangkal roknya. Tiada yang dapat ia lakukan selain menahan lajunya air mata yang semakin deras membasahi pipi dan berjatuhan hingga menyentuh permukaan atap gedung.

"Bagi saya, hiks! Akina adalah segalanya... dan bagi saya, bermanja pada Akina hanyalah untuk mengingatkan bahwa beliau adalah pengganti sebagai seorang Kakak yang sangat menyayangi Adiknya, hiks!"

"Seorang Adik tidak mungkin jatuh hati pada Kakaknya. Kau pikir aku bodoh? Aku telah menemukan surat cintamu untuk Akina, dan aku telah membaca semua puisi cinta yang ingin kau sampaikan padanya."

-bersambung-

Author note :

Tentu saja chapter ini ada sambungannya, dan saya telah memilih Azumi Hamasaki sebagai lawan bermain Chelsea Matsuda pada chapter 17-18. Dan semua ini berkat voting dari para pembaca yang telah memilih tokoh tersebut untuk menentukan alur apa yang hendak saya tulis.

Nah, jangan khawatir soal Next Chapter karena tentu saja akan ada kelanjutan konflik yang lebih mendramarisir keadaan. Apabila Anda berkeinginan agar saya cepat update, maka silahkan letakan BINTANG LIMA usai membaca alur ini. Dan pastikan komentar Anda sangat menarik sesuai dengan perasaan Anda sendiri, dan bayangkan apabila Anda menjadi Chelsea dan berhadapan langsung dengan Guru killer seperti Azumi...

^_^ sampai jumpa.

salam, Hwang Jae Sung.

Gangnam—Seoul—South Korean.

avataravatar
Next chapter