2 What a surprise

Bara perlahan membuka matanya dan merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Hal terakhir yang dia ingat adalah dia hampir mati di gang sempit nan gelap. Atau mungkin sebenarnya saat ini dia sudah mati. Tapi tidak mungkin dia mati jika masih bisa merasakan sakit.

"Ya Tuhan, kenapa juga gue masih hidup," pikir bara.

Bara memperhatikan sekelilingnya. Dia melihat beberapa selang dan kabel yang terhubung ke tubuhnya diiringi dengan bunyi monitor disebelahnya. Bunyi itu menyadarkan Bara bahwa dirinya memang masih hidup.

"Nambah lagi hutang gue ya Tuhan."

Bara tidak sanggup membayangkan berapa biaya untuk perawatannya kali ini. Saat itu juga, Bara seperti ingin melepas semua selang dan kabel yang terhubung ke tubuhnya, tapi dia tidak sanggup untuk melakukan apa pun. Seakan seluruh otot di tubuhnya hilang entah kemana. Tiba-tiba dari arah pintu dia bisa melihat seorang Dokter dan beberapa Perawat memasuki ruangannya. Begitu mendekati ranjangnya, Sang Dokter terkejut melihat Bara sudah membuka matanya. Sang Dokter lalu menyuruh salah seorang Perawat untuk keluar. Bara tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang Dokter itu ucapkan. Bara melihat bordir nama rumah sakit di salah satu pakaian Perawat yang sedang memeriksa selang infus yang terhubung ke lengannya. Bara terkejut melihat nama salah satu rumah sakit yang terkenal memiliki fasilitas mewah dan biaya perawatannya yang selangit. Biasanya dia mendengar nama rumah sakit ini dari berita tentang Artis yang melahirkan atau pejabat yang dirawat di rumah sakit tersebut.

"Kayanya gue bakal jadi budak di rumah sakit ini, karena gue pasti ngga sanggup bayar biaya disini," batin bara.

"Bara!"

Seorang pria tua memanggil namanya sambil melangkah masuk ke dalam ruang rawat bara. Dokter dan Perawat yang berdiri di samping ranjang Bara membiarkan pria tua itu mendekat ke ranjang Bara.

"Siapa lagi ini Tuhan?" Bara kembali membatin.

Tiba-tiba Bara merasa kepalanya kembali berputar. Sepertinya dia terlalu banyak berpikir. Memikirkan berapa biaya yang harus dia keluarkan untuk biaya rumah sakit dan memikirkan kemungkinan dia akan menjadi Budak di rumah sakit ini jika tidak sanggup untuk membayar. Memikirkan dua hal itu saja sudah membuat kepalanya pening. Ditambah lagi dengan kehadiran pria tua yang seperti sudah mengenalnya, tapi dia bahkan tidak tahu itu siapa. Sakit kepalanya semakin menjadi. Bara juga merasakan dadanya seperti sedang ditusuk-tusuk. Napasnya kini terengah-engah. Sakit yang luar biasa membuat Bara memejamkan matanya untuk menahan rasa sakit. Bara bisa mendengar monitor disebelahnya mengeluarkan bunyi beep yang tidak beraturan. Dokter dan Perawat yang berdiri di sebelahnya segera bertindak ketika melihat kondisi Bara yang kembali tidak stabil. Seorang Perawat menyuntikkan sesuatu ke dalam cairan infusnya. Sang Dokter menunggu reaksi obat yang diberikan sambil memperhatikan monitor di sebelah Bara sambil memegang denyut nadinya. Perlahan-lahan Bara merasa rasa sakitnya semakin berkurang. Dokter kembali memeriksanya untuk memastikan kondisi Bara. Bara bisa mendengar Dokter tersebut menghela napas lega, sepertinya kondisinya sudah mulai stabil kembali.

Di sela-sela kesadarannya yang kembali menipis, sayup Bara mendengar Si Pria Tua berkata dengan nada memohon pada Dokter yang menanganinya.

"Lakukan yang terbaik untuk menyelamatkan cucu saya, Dok."

Bara tidak sanggup mempertahankan kesadarannya. Dirinya kembali menghadapi kegelapan.

****

"Lakukan yang terbaik untuk menyelamatkan cucu saya, Dok," ucap pria tua itu dengan penuh permohonan.

Betapa senangnya dia begitu mendengar kabar dari Perawat bahwa Bara sudah sadar. Tapi apa yang dilihatnya barusan begitu menyakitkan hatinya. Cucu yang selama ini ia cari, berhasil dia temukan, tapi dalam kondisi sekarat. Lebih dari sepuluh tahun dia mencari cucunya yang hilang akibat kecelakaan mobil yang menimpa anak, menantu dan cucunya tersebut. Kedua orang tua Bara ditemukan tewas ditempat kejadian. Anehnya tidak ada jejak anak mereka satu-satunya. Pihak kepolisian terus berupaya mencari jejak keberadaan anak yang hilang akibat kecelakaan tersebut. Sampai akhirnya batas waktu pencarian habis dan anak tersebut masih belum ditemukan. Akhirnya dia menyewa jasa penyidik swasta untuk terus melacak keberadaan cucunya tersebut. Tidak peduli berapa banyak uang yang ia keluarkan. Dia hanya ingin menemukan keberadaan sang cucu. Hingga akhirnya sang penyidik berhasil menemukan jejak keberadaan cucunya. Tidak sia-sia apa yang dia lakukan selama ini. Ternyata cucunya masih hidup. Hingga akhirnya pada malam itu, dia mendapat telpon dari penyidik yang disewanya. Kabar bahagia yang diliputi ketakutan. Penyidik tersebut menjelaskan dia berhasil menemukan bara. Akan tetapi Bara ditemukan sudah dalam kondisi nyaris mati kehabisan darah. Tanpa basa-basi pria tua itu langsung memanggil asisten pribadinya dan menyuruhnya untuk segera menyiapkan kepulangannya ke tanah air.

Setibanya di tanah air, dia langsung meluncur ke rumah sakit tempat Bara dirawat. Pihak rumah sakit menjelaskan jika mereka sudah melakukan yang terbaik untuk menolong bara, akan tetapi karena keterbatasan peralatan medis yang mereka miliki, Bara harus secepatnya di pindahkan ke rumah sakit yang lebih besar dengan peralatan medis yang lebih lengkap. Melihat keadaan cucunya yang sangat memprihatinkan, akhirnya Bara segera dipindahkan ke salah satu rumah sakit miliknya. Dia ingin cucunya mendapat penanganan yang terbaik. Dia tidak ingin kehilangan cucunya untuk kedua kalinya.

"Maafkan saya yang datang terlambat, seandainya saya lebih cepat menemukan kamu, kamu tidak harus mengalami hal seperti ini," ucapnya saat pertama kali melihat Bara dalam keadaan tidak sadarkan diri.

"Pastikan orang-orang yang melakukan ini pada cucu saya mendapat hukuman yang setimpal." Pria tua itu berkata tegas pada penyidik yang sudah menemukan Bara.

"Baik, Pak." Jawab penyidik tersebut.

****

Bara kembali membuka matanya. Entah sudah berapa lama ia kembali tidak sadarkan diri. Matanya kembali berkeliling melihat ruangan di sekitarnya. Dia masih berada di ruangan yang sama dengan saat ketika bangun beberapa waktu lalu. Seorang Perawat memasuki ruang rawatnya. Begitu melihat Bara sudah sadar, Si Perawat langsung menekan tombol yang berada di sebelah tempat tidur Bara. Tidak berapa lama Dokter datang untuk segera memeriksakan keadaannya.

"Mas Bara bisa dengar suara saya?"

Bara mengangguk pelan untuk menjawab pertanyaan dari Dokternya. Dokter kemudian melanjutkan pemeriksaan untuk memastikan keadaan Bara. Selesai memeriksanya, Dokter tersebut terlihat sangat lega. Dia tersenyum lembut pada Bara.

"Segera hubungi Pak Haryo, cucunya sudah sadar dan kondisinya sudah mulai stabil," perintah Dokter pada salah satu Perawat.

Bara berusaha mengingat apakah dia pernah mendengar nama Haryo sebelumnya.

"Untuk saat ini jangan berpikir macam-macam dulu Mas Bara, pikirkan kesembuhan Anda saja dulu," ucap dokter begitu melihat Bara seperti sedang memikirkan sesuatu.

Bara menatap dokter tersebut. "Boro-boro mikirin sembuh, pikiran pertama yang melintas cuma bayar hutang dan biaya perawatan," batin bara.

"Saya permisi dulu Mas Bara, mungkin sebentar lagi Pak Haryo datang, beliau pasti senang begitu tahu anda sudah sadar." Dokter yang menanganinya pamit undur diri.

Dokter beserta Perawat pun akhirnya pergi meninggalkan ruang rawat Bara. Setelah kembali sendirian di dalam ruang rawatnya, Bara kembali sibuk dengan pikirannya. Siapa itu Pak Haryo yang disebut-sebut Dokter tersebut dari tadi. Penagih Hutang yang bayarin biaya rumah sakit dia atau siapa. Bara termenung sendiri memikirkan nasibnya saat ini. Kalau benar Pak Haryo ini adalah seorang Penagih Hutang, Bara sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi padanya begitu dirinya keluar dari rumah sakit. Pastinya dia akan kembali bermain petak umpet dengan Penagih Hutang dan mungkin akan kembaki berakhir dengan dirinya yang dipukuli lagi dan lagi.

"Begitu terus sampai negara api menyerang."

Bara tersenyum getir dengan apa yang ada dipikirkannya barusan.

Tak perlu menunggu lama sampai Pak Haryo tiba. Pria tua itu tampak begitu tergesa memasuki ruangan Bara. Kali ini Bara bisa dengan jelas melihat wajahnya karena jarak mereka yang sangat dekat. Wajahnya seperti tidak asing, Bara seperti pernah melihatnya di suatu tempat.

"Syukurlah kamu sudah sadar, saya sangat khawatir begitu melihat kondisi kamu," ucap Pak Haryo sambil mengelus lembut kepala Bara.

Bara yang masih berusaha mengingat, hanya bisa diam saja mendengar ucapan Pak Haryo. Tiba-tiba Bara tersentak. Dia ingat dimana dia pernah melihat wajah tua itu. Dia ingat pernah melihat wajahnya di salah satu artikel tentang ekonomi dan bisnis yang pernah dia baca. Saat itu judul artikel yang dia baca adalah daftar nama orang-orang terkaya di indonesia. Salah satu nama yang masuk dalam daftar tersebut adalah Tubagus Haryo Pradana, seorang pengusaha sukses Indonesia yang jumlah kekayaannya bahkan mungkin tidak akan habis tujuh turunan. Dan dia lah orang yang saat ini sedang menemani Bara.

"Anda siapa?" Bara mulai memberanikan diri untuk bertanya.

Dia penasaran ada hubungan apa antara dirinya dan Pak Haryo.

"Kamu lupa? Ini Eyang, memang sudah lama sekali kita ngga ketemu," jawab Pak Haryo lembut.

Bara berusaha memproses informasi yang barusan diberikan Pak Haryo. Tidak mungkin seorang Tubagus Haryo Pradana adalah Kakeknya. Seingat Bara, dia sudah tidak memiliki Kakek dan Nenek lagi. Kakek Neneknya yang ia kenal selama ini sudah lama meninggal.

"Sudahlah, kita bahas ini lagi nanti, sekarang yang penting adalah kesembuhan kamu." Pak Haryo menepuk punggung lengan Bara dengan lembut. Pak Haryo tampak begitu bahagia melihat Bara. Berbeda dengan Bara yang masih tidak percaya bahwa orang dihadapannya saat ini adalah kakeknya.

" Becandaan apa lagi ini," pikir Bara.

*****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis Bara.

Karya asli hanya tersedia di Platform Webnovel.

avataravatar
Next chapter