5 Permulaan

"Paman? Aku tidak ingat punya keponakan seperti kamu."

Christian mengangkat alisnya dan mengatakannya dengan sangat dingin. Ia bahkan tidak mau repot-repot memandang ke arah Indri.

Ia sama sekali tidak peduli pada wanita yang berada di sampingnya itu.

Christian sudah terbiasa menghadapi wanita-wanita seperti Indri, wanita yang berusaha untuk melemparkan dirinya ke tempat tidur Christian.

Wanita yang bahkan tidak akan ragu untuk melepaskan pakaiannya saat Christian menyuruhnya.

Wanita yang tidak memiliki harga diri.

Wanita seperti ini adalah tipe wanita yang paling menjijikkan bagi Christian.

Indri terlihat terkejut dan sangat malu, tidak menyangka dengan jawaban Christian yang begitu dingin. Saat melihat Christian berbalik dan meninggalkannya, tangannya terkepal dengan erat karena begitu marahnya. Ia berusaha untuk membendung kemarahannya itu, tetapi wajahnya mengkhianatinya.

Wajah itu terlihat begitu buruk rupa …

Kata-kata Christian seolah menampar wajahnya dengan keras dan mencoreng harga dirinya.

Pria ini benar-benar keji!

Yang tidak Christian sadari, tatapannya terus tertuju pada Ella yang menjauh dari tempatnya berdiri, berjalan bersama dengan keponakan jauhnya. Ia tidak tahu apakah ia sengaja memperhatikannya atau karena ia tidak mampu mengalihkan pandangannya, seolah ada magnet yang berusaha untuk menariknya.

Wanita itu tenang, cerdas dan pemberani!

Rumah sakit jiwa?

Sulit bagi Christian untuk membayangkan bahwa wanita yang luar biasa itu sempat tinggal di rumah sakit jiwa selama lima tahun terakhir.

"Katakan apa maumu."

Sementara itu, di sisi lain, Haikal membawa Ella menuju ke pinggiran yang tidak terlalu ramai dengan para tamu. Tempat itu sedikit terpencil karena ia tidak ingin ada orang yang melihatnya berbicara dengan wanita gila ini.

Ia memandang Ella dengan tatapan dingin. Ada ekspresi jijik yang terlintas di wajahnya. Ia memandang Ella seolah Ella adalah sebuah sampah yang paling kotor.

"Anakku. Apakah anak itu adalah anakmu …" Belum sempat menyelesaikan pertanyaannya, Ella sudah menyesalinya.

Wajah pria di hadapannya itu sudah berada di ingatannya sejak ia masih remaja. Sejak ia masih kecil, ia selalu bersama dengan pria ini. Semua kenangan masa kecilnya ia habiskan bersama dengan anak laki-laki ini.

Wajah pria yang dulunya lembut itu, sudah berubah. Ekspresinya sekarang tidak pernah ada di dalam ingatannya.

Ekspresi jijik, marah, kecewa, dan malu …

Selama lima tahun terakhir, saat Ella berada di rumah sakit jiwa, ia terus menerus berharap bahwa anak yang ia lahirkan itu adalah anak Haikal.

Ia berharap bahwa itu adalah bentuk kristalisasi atas cintanya dengan Haikal, pria yang dicintainya sejak lama.

Tetapi mengapa ia masih bisa berharap setelah mengetahui bahwa semua fantasinya itu hanyalah harapan belaka.

Haikal tertawa dengan keras. Tawanya itu terdengar sangat jijik seolah ia sudah muak dengan semua ini. "Heh. Isabella Maheswara, apakah kamu pikir aku benar-benar tidur denganmu hari itu? Dasar kamu wanita murahan. Jangankan tidur denganmu, bahkan menyentuhmu saja membuatku merasa kotor," lontarnya dengan kasar.

Ia sudah tidak memiliki kesopanan lagi terhadap wanita di hadapannya itu. Tidak ada lagi rasa hormat untuk wanita di hadapannya itu …

Saat membicarakan mengenai masalah bayi tersebut, wajah Haikal langsung berubah menjadi keji. Matanya terbakar dengan amarah. Kata-katanya terdengar tajam dan kejam seolah ingin mendorong Ella ke jurang neraka yang tidak berujung dengan menggunakan setiap kalimat yang ia lontarkan dari mulutnya.

Kata-kata itu menghasilkan sebuah tamparan keras yang mendarat di pipinya, membuat pipinya terasa panas. Ella menggunakan seluruh kekuatan yang ia miliki untuk menampar Haikal.

"Di mana anakku?" katanya dengan tegas.

Bahkan suaranya tidak terdengar goyah sama sekali meski Haikal sudah menghinanya tanpa ampun.

Ella berusaha untuk menahan rasa pedih di matanya. Suaranya terdengar semakin tajam saat mempertanyakan di mana keberadaan buah hatinya.

Ia merasa sangat konyol dan bodoh. Setelah lima tahun berlalu, setelah melewati neraka dan penderitaan, mengapa ia masih bisa berharap?

Bahkan sampai saat ini pun, ia masih tenggelam dalam fantasi yang konyol.

Setelah kata-kata itu terlontar dari bibir Haikal, Ella sepenuhnya menerima bahwa pria di hadapannya itu bukan pria pujaan yang seperti ia pikirkan selama ini.

Tetapi ia masih yakin betul bahwa anaknya itu belum meninggal. Orang-orang jahat ini lah yang telah menyembunyikan anak itu darinya.

"Anakmu yang menjijikkan itu sudah mati saat ia lahir. Anakmu sudah berada di neraka!" Haikal mengatakannya sambil tersenyum dengan canggung. Saat mengatakan hal ini, ada sebuah niatan untuk balas dendam terpancar di matanya. "Semua ini adalah hasil dari pengkhianatanmu kepadaku. Kamu berpura-pura polos di hadapanku, tetapi tidur dengan pria lain di belakangku. Isabella, kamu benar-benar wanita murahan."

Setiap kata yang terlontar dari bibir Haikal sama seperti pisau yang tajam, pisau yang telah terasah. Ia sendiri yang menusukkan pisau itu ke jantunng Ella, dan memutar-mutarnya untuk menambah penderitaan di hati Ella.

Ella memandang pria di hadapannya dan kemudian tersadar dari fantasi dan harapannya.

Bagaimana mungkin ia masih menggantungkan harapannya pada pria yang telah mengkhianatinya?

Bagaimana mungkin ia lupa bahwa kehidupannya selama lima tahun terakhir di rumah sakit jiwa itu jauh lebih mengerikan daripada kematian?

Bagaimana mungkin ia lupa bahwa orang-orang yang ada di hadapannya ini lah yang telah mendorongnya ke dalam neraka?

"Benar. Aku, Isabella, mau tidur dengan pria mana pun selain denganmu. Aku harap pernikahanmu bahagia. Tapi jangan lupa, aku akan membalas sepuluh kali lipat lebih kejam dari apa yang telah aku rasakan selama ini. Sepuluh lipat lebih kejam dari semua penderitaan yang aku dan anakku rasakan. Ingatlah. Kamu, Haikal, akan selalu menjadi pria yang telah aku buang. Semua ini hanyalah permulaan!"

Ella tersenyum dengan bengis.

Bahkan lima tahun kehidupannya di rumah sakit jiwa tidak menghapuskan keanggunannya sebagai wanita yang terhormat. Setelah lima tahun tinggal di neraka, ia masih memiliki harga dirinya. Setelah lima tahun berlalu, Ella malah bertumbuh menjadi wanita yang begitu menawan …

Ia memandang Haikal dengan penuh kebencian. Tangannya terangkat untuk memegang leher Haikal dan bibirnya menyentuh bibir Haikal. Ia memandang pria itu dengan menantang, berusaha untuk menggodanya. Padahal sebenarnya, yang ingin ia lakukan adalah mencekik pria di hadapannya ini hingga mati.

Haikal begitu marah dengan hinaan dari Ella, tetapi ia tidak bisa menolak godaan dari wanita itu. Ia bahkan merasakan rindu atas bibir merah tersebut. Merasakan gairah dari bibir yang ia rindukan itu.

Pada awalnya, tangannya terlihat bingung hendak berlabuh di mana. Namun, ia menemukan tempatnya, di pinggang Ella untuk menarik tubuh wanita itu lebih dekat dengan tubuhnya

"Ella, apa yang kamu lakukan?"

Pada saat itu, tiba-tiba saja Indri muncul, berteriak dengan penuh kemarahan.

Di belakangnya, ada ayah dan ibunya, yang merupakan ayah kandung dan ibu tiri dari Ella, Budi Maheswara dan Merry Purnama.

avataravatar
Next chapter