webnovel

RENCANA LICIK

Gadis cantik bernama Marcella Oktarani Raisan, turun dari mobil mewah di dampingi oleh sang ayah yaitu Mahardika Raisan.

Mereka berjalan di atas karpet merah, yang di gelar di pelataran gedung teater milik perusahaan Mahardika grup.

"Selamat datang kakak, kami sudah menunggu kedatanganmu sejak tadi," ucap Zalina menyambut kakak iparnya, lalu beralih pada sang suami. "Iya kan Suamiku!" ucap Zalina lagi.

Darwin menimpali istrinya, Zalina. "Benar kata Istriku Kak!" ujarnya singkat.

"Kalian berdua memang adik-adik yang sangat berbakti," senyum Mahardika terhadap adik dan iparnya, tanpa sedikitpun menaruh rasa curiga.

Sedangkan Marcella, sangat tidak suka pada Om dan Tantenya, yang selalu menjilat pada papanya.

'Dasar penjilat, di belakang Papa kalian menyerangnya. Di depan kalian malah bersikap semanis mungkin,' gumam Marcella sinis, tidak terdengar oleh om, dan tantenya.

Kemudian Marcella segera mengajak papanya, lantaran ia tidak suka berlama-lama dengan para penjilat itu.

"Pah ... lebih baik kita duduk sebelah sana Pah, Cella gerah banget jika mendengar ocehan-ocehan orang yang selalu bersikap baik di hadapan kita, tapi di belakang menjelek-jelekkan kita!" ketus Marcella sambil menunjuk tempat duduk di baris pertama tepat di depan panggung aula.

"Sayang ... berhentilah bersikap seperti itu pada Tante dan Ommu, bagaimana pun mereka itu keluarga kita," Mahardika menasihati putrinya setelah jauh dari Zalina, dan Darwin.

"Iya Pah maafkan Cella, Cella tidak akan mengulanginya lagi," ucap Marcella bersikap lembut pada sang Papa.

Kemudian Mahardika, dan Marcella duduk di kursi baris pertama dekat panggung pertunjukan.

Tiba-tiba saja Reinard Fransisco Abidjan menghampiri Mahadika, dan juga Marcella.

"Halo Om, Cella ..." sapa Reinard duduk bersebelahan dengan Mahardika.

Lalu Mahardika membalas sapaan putra dari sahabatnya. "Halo Reinard, apa kabar?"

"Baik Om!" balas Reinard tersenyum.

Sementara Marcella tampak jutek, tidak melirik sedikitpun ke arah Reinard.

"Cella apa kabar?" sapa Reinard ramah terhadap Marcella.

Namun, balasan Marcella sungguh mencengangkan. "Tidak usah bersikap sok manis wahai Pria Tua!" desah Marcella kesal. "Kau pikir dengan bersikap ramah terhadap Papa, aku akan luluh begitu saja! HUH! Jangan pernah bermimpi," tukas Marcella.

Perasaan Mahardika mulai tidak enak, terhadap putra sahabatnya itu, atas perlakuan sang putri.

Mahardika menatap Marcella, kembali mengingatkan agar bersikap lebih lembut jika sedang berhadapan dengan pria. "Cella, jangan buat Papa malu! Berhentilah bersikap jutek terhadap Reinard," bisik Mahardika pelan di telinga putrinya, Marcella.

"Iya-iya Pah, Maaf!" desah Marcella, menurut pada Papanya, padahal hatinya merasa sangat kesal.

Marcella menatap Reinard yang terkekeh melihatnya, ketika sedang di peringatkan oleh papanya.

'HUH! Awas kau Reinard, dasar Play Boy ... kemarin dia rayu-rayu Riana, sekarang beraninya dia bersikap manis pada Papa, padahal aku tahu maksud dia pasti berniat mendekati aku,' umpat Marcella dalam hatinya.

Sementara dari kejauhan, Riana sedang menatap keberadaan mereka, Riana marah, lantaran pria yang dia sukai mendekati sepupunya.

Riana merengek pada kedua orang tuanya, meminta di jodohkan dengan Reinard.

"Papah ..." rengek Riana di antara ramainya tamu yang menghadiri, acara peresmian gedung teater.

"Kamu kenapa Nak? Berhenti merengek, jangan buat Papa malu!" ujar Darwin memperingatkan putrinya.

"Malu-malu Riana tidak pernah malu Pah!" gerutu Riana malah semakin kencang merengek pada papanya.

Zalina yang melihat putrinya membuat ulah, langsung menghampiri lantaran ia tidak mau jika putrinya mempermalukannya di hadapan banyak orang.

"Ada apa ini Suamiku?" tanya Zalina terhadap Darwin.

Darwin menoleh menatap istrinya, Zalina. "Itu Ma! Biasa Riana sedang cemburu melihat Reinard sedang mendekati Marcella," ujar Darwin menyampaikan.

Tatapan Zalina terjatuh pada Reinard, pria yang di sukai putrinya, sedang berinteraksi dengan Marcella, dan Mahardika.

Zalina tampak terlihat kesal, lantaran dari kecil putrinya selalu tersisih oleh Marcella yang selalu lebih di utamakan dalam hal apapun, dunia seperti mendukung Marcella untuk mendapatkan kebahagian. Sementara Riana tidak pernah mendapatkan itu semua.

"Marcella benar-benar sangat keterlaluan! Apa pun yang Riana inginkan, pasti dia selalu merebutnya!" tukas Zalina menatap tajam keberadaan Reinard, dan Marcella.

"Mungkin Reinard memang suka pada Marcella, Istriku!" ucap Darwin menenangkan Zalina yang terlihat kesal.

"Kau jangan selalu membela Keponakanmu itu, jika kau membelanya, siapa yang akan membela Putrimu Suamiku!" kesal Zalina memarahi memukul tangan suaminya.

BUK-BUK-BUK!

Pukul Zalina pada Darwin. "Kau gila Istriku, sakit AKHH!" ringis Darwin.

"Lebih sakit lagi hati Putrimu, coba kamu bayangkan Pria yang di incarnya selama ini di rebut oleh Sepupunya sendiri, coba bayangkan!" sentak Zalina terhadap suami.

"Iya ... tapi kita tidak bisa berbuat apapun, itu soal perasaan tidak bisa kau paksakan Istriku!" ujar Darwin memperingatkan istrinya.

"Aku tidak mau tahu, bagaimana caranya kita harus merebut kebahagiaan Marcella, semua ini demi Putri kita Suamiku, apa kau paham!" gerutu Zalina kesal.

Terbesit di benak Zalina ide jahat untuk merebut semua kekayaan kakak iparnya, dengan cara menyingkirkan Mahardika, kakak iparnya.

"Aku punya ide brilian Suamiku, terserah kau mau setuju ataupun tidak!" tukas Zalina membisikkan rencana gilanya pada sang suami.

Darwin memiringkan kepalanya, mendekatkan telinganya pada Zalina. "Apa kau sudah gila!"

Darwin tidak menyangka istrinya bisa mempunyai pikiran sejahat itu. "Tidak Istriku, bagaimana bisa kita membunuh Kak Mahardika, dia selama ini sudah berbuat banyak pada hidup kita, coba kamu bayangkan pada saat kita susah, hanya Kak Mahardika yang bersedia membantu kita!" ucap Darwin menolak rencana jahat istrinya.

"Kalau kau tidak mau melakukannya, demi dirimu. Setidaknya lakukanlah demi Anakmu, aku yakin ini semua akan berjalan mulus Suamiku!" Zalina berusaha membujuk suaminya, agar mau menyetujui ide gilanya itu.

Darwin bergulat dengan hati, dan pikirannya ingin rasanya membahagiakan putrinya, tapi dia tidak mau merenggut kebahagiaan keponakannya, yang selama ini selalu berbuat baik pada keluarganya.

"Kau jangan terlalu banyak berpikir, lakukan saja semua ini untuk Putri kita," bujuk Zalina, terus mempengaruhi suaminya.

"Tapi ..."

"Tidak ada kata tapi, dan aku tidak mau mendengarnya Suamiku! Yang aku inginkan persetujuan darimu!" kesal Zalina.

Acara peresmian pun hampir selesai, Marcella datang menghampiri Om dan Tantenya.

"Kalian malah berdiri di sini, apa yang sedang kalian rencanakan?" tukas Marcella dingin.

Sontak Zalina, dan Darwin terkesiap kaget.

Mereka tampak terlihat gugup, ketika Marcella melontarkan pertanyaan.

DEGH!

HENING!

Marcella menatap tajam pada keduanya, dengan tatapan mendominasi, seolah curiga dengan apa yang sedang di rencanakan oleh Om dan Tantenya.

"Cella, apa yang kau lakukan di sini Nak ..." ucap Mahardika menghampiri, lalu beralih pada adik, dan iparnya.

"Kalian juga kenapa masih di sini, acara pengguntingan pita akan segera di mulai, ayo bergabung bersama yang lainnya, walau bagaimanapun kalian juga kan bagian dari pembangunan teater ini!" ajak Mahardika terhadap Zalina, dan Darwin, adiknya.

Darwin dengan Zalina menghela nafasnya lega, setelah Mahardika menyela pertanyaan Marcella.

Bersambung...

Follow IG Blazingdark15

Next chapter