24 24. Pacaran Sepuluh Menit

Yeona melempar stik kontrol ke dinding. Dia tidak percaya, kalah kritis melawan Yoo Joon.

"Yeah aku menang, aku menang!" Yoo Joon seperti anak kecil menari - nari sambil nepuk pantat di hadapan Yeona. "Ne nee neee kamu kalah, yee kalah ye!"

Benar - benar bocah!

Yeona menghela napas, termenung memandang layar TV. Sekarang dia wajib menjadi pacar Yoo Joon. Berpacaran dengan bocah? Yoo Joon bukan kriterianya sama sekali.

Masih ada jalan keluar. Jika dia bisa kabur dari sini, semua akan baik - baik saja. Dia tidak pernah menandatangani perjanjian dengan Yoo Joon sama sekali. Dia masih bisa kabur!

Merangkak Yeona menuju pintu keluar. Ketika sudah dekat, dia bangkit menggapai gagang pintu, hingga berhasil membuka pintu.

Tetapi Yoo Joon mendorong daun pintu hingga tertutup kembali. Cukup keras bunyinya ketika daun pintu tertutup, membuat Yeona berbalik badan menghadap Yoo Joon.

Kerongkongan Yeona mendadak terkena kemarau kering. Wajah Yoo Joon begitu dekat dengannya hingga setiap hembusan nafasnya membuat hangat kulit hidung Yeina.

"Mau kabur?"

"Anu, mau pergi."

"Tidak bisa. Sekarang kita pacaran. Kamu harus bersikap seperti pacar dalam kamar pacar."

Kerongkongan Yeona semakin membeku. Apa maksud Yoo Joon dengan 'bersikap seperti pacar dalam kamar?' batin Yeona.

Yeona fokus pada wajah manis Yoo Joon. Badan pemuda semakin mendekat, menekan badannya ke pintu.

"Mau apa kau?" tanya Yeona, mendorong dada bidang Yoo Joon, tapi gagal membuat pemuda itu menjauh.

"Entahlah. Ini pertama kali aku punya pacar."

"Serius?" Yeona terkekeh mendengar jawaban si polos imut. "Pemuda tampan, terkenal, kaya, sepertimu, idaman para wanita. Mana mungkin belum pernah pacaran. Kamu sengaja menggodaku?"

Yoo Joon membimbing dagu Yeona untuk memandang langsung dua matanya. "Serius. Kamu pacar pertamaku."

"Lalu bagaimana dengan Ja In. Dia pacarmu, kan?"

"Dia hanya sepupuku. Aku sering menonton film romance. Kita harus melakukannya sekarang."

Pikiran Yeona terbang ke mana-mana. Maksud Yoo Joon apa? Hubungan ranjang? Cuddling?

Lalu Yoo Joon berkata, "Aku ingin punya panggilan mesra seperti di film romance. Ciuman. Terus terus, bisa pamer ke teman."

"Hee?" Mulut Yeona terbuka lebar selebar terowongan kereta api.

Yoo Joon cemberut, berhenti menekan pintu, tapi Yeona lupa untuk kabur. Yeona tidak percaya Yoo Joon mundur setelah usahanya tadi.

"Jadi buat apa kamu memacariku?"

"Supaya punya pacar saja, jadi aku bisa mengaku punya pacar ke teman-teman."

Bocah menyebalkan! batin Yeona, menghela napas panjang penuh kelegaan. Setidaknya dia tahu Yoo Joon bukan jenis pemuda nakal doyan seks. Dia hanya bocah.

"Aku iri dengan mereka yang punya pacar di luar sana." Tambah Yoo Joon. "Mereka pamer pernah ciuman, punya nama panggilan mesra, sementara aku? Semua gadis takut dengan Ja In. Aku tidak punya pacar. Nanti aku menjadi perjaka tua, bagaimana?"

Wajahnya melas sekali, alis melengkung, ke bawah, bibir pun membentuk pelangi. Mirip bocah menahan tangis.

Yeona menahan tawa. Benar-benar masih bocah, tapi syukurlah, batinnya. "Baby Face, bagaimana kalau aku memanggilmu Baby Face?"

"Baik, kalau begitu kamu aku panggil sayang, bagaimana?"

Sontak Yeona terdiam. Panggilan Sayang adalah panggilan Sujun untuknya. Bagaimana bisa orang lain memanggil sayang?

"Ada apa?" Yoo Joon cemberut. "Hei, Sayang, kenapa kamu bersedih? Pacarku, kenapa? Aduh, aku jadi bingung. Kamu kenapa?"

Yeona membuka pintu, melangkah cepat hendak kembali ke kamarnya.

"Mau ke mana?" Yoo Joon menarik tangan Yeona hingga menghadapnya.

"Aku tidak suka caramu menganggap Cinta. Cinta bukan mainan, atau pengalaman untuk pamer. Jika kamu mencintai seseorang, menangkan hatinya dengan cara yang benar."

"Beri kesempatan aku membuat kenangan indah denganmu. Seperti Romeo dan Juliet."

Yeona tersenyum lembut. Mungkin bocah ini benar-benar tidak mengerti akan cinta. "Aku malas jadi Juliet, mati, sakit. Kalau kamu mau mengenal cinta, kenali bersama orang yang mencintaimu. Cintai balik dia. Maka kamu akan tahu seperti apa cinta yang sebenarnya."

"Maksudmu apa?"

"Ja In mencintaimu. Sekarang cintai balik dia."

Yoo Joon terkejut mendengar jawaban Yeona. "Dia sepupuku."

"Dia mencintaimu. Berapa lama kalian bersama, sepuluh tahun?" tanya Yeona, mendorong pelan Yoo Joon menjauh.

"Lima belas tahun."

"Dan kamu tidak tahu isi hatinya? Memalukan, sekarang kamu mau memaksakan cinta?" tanya Yeona.

"Apa maksudmu, aku tidak mengerti."

Yeona menarik napas dalam-dalam, menghembuskan pelan lalu berkata, "Karena kamu tidak mengerti cinta. Kenalan dengan cinta lalu cari tahu apa sebenarnya arti cinta bersama Ja In. Bukan bersamaku."

Yeona mengecup bibir Yoo Joon. Mereka memejam, merasakan ciuman sekejap. Yeona mengecup ringan seperti dia mengecup adik kecil . Ini hadiah untuk usaha Yoo Joon. Lagi pula dia hanya bocah polos.

"Sudah ya, sekarang kita putus," sahut Yoona.

"Yah, satu kali lagi, ya." Sepertinya Yoo Joon ketagihan.

"Aku pergi, bye Yoo Joon." Yeona hendak kabur tapi lagi-lagi gagal.

Yoo Joon mendesak Yeona di dinding lorong sambil memasang wajah serius. "Tunggu Yeona. Apa benar Ja In mencintaiku? Kami sepupu, apa boleh saling mencintai?"

"Iya, dia mencintaimu. Ya, selama cinta itu kuat, boleh kok."

"Yoo Joon!" Sentak Ja In.

Sontak suara teriakan membuat Yeina menarik badan menjauh.

Yeona dan Yoo Joon menoleh, mendapati Ja In melangkah mundur sambil menutup mulut. Matanya basah. Dia kabur menuruni anak tangga.

"Ja In, tunggu." Yoo Joon mengejarnya, tapi hanya sebatas depan tangga.

"Apa yang kamu lakukan?" Yeona mendorong Yoo Joon. "KEJAR!"

Yoo Joon mengejar, menuruni anak tangga dengan cepat hingga menghilang di belokan tertelan kegelapan.

Yeona merasa bersalah. Dia tahu rasa sakit melihat sosok yang dicintai direbut di depan mata. Dia melangkah lunglai, menaiki anak tangga, menutup kening.

Semua karena nafsu menggebu. Andai dia mendorong Yoo Joon lebih cepat. Andai semua tidak terjadi. "Ya Tuhan, bagaimana ini?"

Sekarang apa bedanya dia dengan Hye Rin?

Tiba-tiba dia dicegat bayangan seseorang di atas tangga.

Chung-hee memandang heran Yeona. "Kenapa kamu berada di sayap kanan? Tempat ini tempat para lelaki."

"Maaf Tuan, tadi saya bermain game bersama Yoo Joon, Ja In, dan Nona Ok."

"Aturan balai, wanita jangan sekamar dengan lelaki. Mengerti?"

"Maaf Tuan, maaf."

Ketika melintas menaiki anak tangga dan berpapasan langsung dengan Chung-hee, aroma parfum hutan pinus menerpa hidung Yeona. Aroma yang dia yakin pernah dia cium sebelumnya.

Yeona memandang Chung-he menuruni anak tangga. Ingin dia bertanya, tapi apa sopan?

"Besok temani aku makan di luar," pinta Chung-hee, tegas, tanpa menoleh seakan tahu Yeona memandangnya terus. "Aku tunggu di gapura."

"Ba-baik, Tuan."

Mungkin besok Yeona bisa bertanya padanya?

*

Sementara itu, di sayap kiri, sayap lokasi kamar para perempuan, Ja In masuk ke kamar Ok karena kamar itu paling dekat. Dia bersembunyi di sana, menutup rapat pintu. Dia mendengar suara langkah keras di lorong.

"Ja In! Kamu di mana?" Suara Yoo Joon mengetuk pintu kamar Ok.

"Dia tidak di sini, pergilah, aku ngantuk," jawab Ok.

Terdengar suara langkah kaki menjauh, pertanda Yoo Joon pergi menuju kamar Ja In di bagian lain lorong.

"Terima kasih Kak Ok," ucap Ja In.

"Tidak masalah. Maaf, aku seharusnya tidak menuruti Yeona. Seharusnya aku peka jika kamu menyukainya. Aku bisa membantumu mendapatkan Yoo Joon kembali. Hitung-hitung, ini caraku meminta maaf. Bagaimana?"

****

avataravatar
Next chapter