webnovel

Prolog Part 2

Belasan prajurit yang tersisa mulai mengepung Kesatria bertopeng tersebut. Mereka berusaha mengabaikan keempat rekan mereka yang sudah tewas dan satu lagi yang menangis kesakitan di lantai.

Salah satu prajurit yang badannya cukup besar memberanikan diri maju sambil membawa kapak berukuran raksasa dengan kedua tangannya.

Prajurit yang membawa kapak itu mengayunkan kapaknya secara horizontal ke arah kesatria bertopeng itu. Kesatria bertopeng itu segera mengangkat pedangnya dan menangkis ayunan kapaknya dengan pedang tersebut.

Ayunan kapak prajurit itu terpental, lalu dengan cepat kesatria bertopeng itu memenggal kepala kesatria itu.

Prajurit lainnya yang berada di sisi kiri kesatria bertopeng itu maju dengan bersenjatakan tombak. Dia menusukkan tombaknya ke arah kesatria bertopeng dengan arah lurus.

Kesatria bertopeng dengan gerakan yang lebih cepat dan sangat menangkap bagian bawah mata tombak itu sebelum menusuk sisi tubuhnya.

Dia mematahkan ujung tombak itu dengan cengkraman tangan kirinya dan mengayunkan pedangnya ke prajurit bertombak itu secara vertikal.

Pedangnya tersebut langsung membelah helm dan tengkorak prajurit tersebut. Kesatria bertopeng itu membelah prajurit itu dari ujung kepala hingga ke bagian dadanya.

Tanpa memberikan kesempatan kepada yang lain untuk menyerangnya, kesatria bertopeng itu segera mengayunkan pedangnya beberapa kali dan menghabisi 13 prajurit bayaran yang berniat untuk menyerangnya.

Kini, hanya tersisa 3 prajurit bayaran yang masih hidup di bar tersebut. Lebih tepatnya 3 setengah, karena prajurit bertubuh pendek sedang menangis kesakitan di lantai.

Melihat kehebatan Kesatria bertopeng itu, para pelanggan bar yang lain segera menghindar dan berlindung di balik meja dan ujung tembok bar.

Prajurit bayaran bertubuh besar mulai ketakutan melihatnya rekan-rekannya yang lain dibantai dengan mudahnya.

"Hei! Kalian berdua cepat majulah!" Perintah prajurit bertubuh besar itu pada kedua prajuritnya yang masih hidup.

"Apa kau gila?! Mereka semua di bunuh dengan mudahnya! Bagaimana mungkin kita berdua bisa mengalahkannya?!" Bantah salah satu dari dua prajurit yang diperintahnya.

Prajurit berbadan besar itu langsung mengumpat ketika mendengar salah satu prajuritnya membantah perintahnya. Tapi dia tidak bisa marah kepadanya karena apa yang dikatakan salah seorang prajuritnya itu benar.

Dia segera mencari rencana lain untuk mengalahkan kesatria bertopeng itu, atau mungkin hanya untuk menyelamatkan nyawanya.

Dia melihat gadis kecil yang ada di pangkuannya tersebut. Dia segera menyandera gadis itu dengan lengannya dan mengambil pisau makan dari piring di mejanya.

Sambil menahan gadis itu, prajurit berbadan besar itu menempelkan pisau itu pada leher Lily.

"Mundur!" Teriak prajurit bertubuh besar itu pada Kesatria bertopeng itu.

Tapi kesatria bertopeng itu tidak menghiraukan teriakan prajurit bertubuh besar tersebut. Kesatria bertopeng itu tetap berjalan maju dengan santai sambil menggenggam pedang besarnya.

"Berhenti atau aku akan mengiris leher gadis kecil ini!" Ancam prajurit bertubuh besar itu.

Kesatria bertopeng itu akhirnya menghentikan langkahnya. Melihat kesatria bertopeng itu mengehentikan langkahnya, prajurit berbadan besar itu tersenyum licik. Dia menganggap bahwa dirinya sudah menguasai situasi saat ini.

"Baiklah, sekarang aku mau kau meletakkan pe..." Sebelum prajurit bertubuh besar menyelesaikan kata-katanya, kesatria bertopeng langsung menyimpan kembali pedangnya di balik punggungnya.

Kesatria bertopeng segera mengangkat lengannya dan mengarahkan pergelangan tangannya pada prajurit bertubuh besar yang menyandera Lily. Dia segera menembakkan crossbow tersembunyi yang terdapat di bagian atas lengan kirinya.

Crossbow tersembunyi itu menembakkan 5 panah kecil sekaligus. Panah-panah kecil itu menancap tepat di tengkorak prajurit berbadan besar tersebut. Panah-panah itu menancap cukup dalam hingga ke

Cengkraman lengan prajurit berbadan besar pada Lily perlahan mulai melemah dan melonggar. Pisau yang menancap pada leher Lily perlahan mulai menjauh, dan seketika prajurit berbadan besar tersebut tumbang ke belakang.

Sebelum badan prajurit besar itu terjatuh, Lily segera melepaskan diri dari cengkeraman lengannya dan melompat turun.

Kedua prajurit bayaran yang tersisa terlihat ketakutan dan berusaha kabur. Tapi, kesatria bertopeng tersebut tidak akan membiarkan mereka kabur begitu saja.

Kesatria bertopeng itu menumbangkan salah seorang prajurit bayaran yang berusaha kabur lewat sisi Kirinya. Setelah itu dia segera berbalik dan menembakkan sisa 6 anak panah dari hidden crossbownya pada prajurit bayaran yang berusaha lari ke arah pintu bar.

Sekarang, kesatria bertopeng itu hanya perlu berurusan dengan prajurit bayaran yang dia tumbangkan. Lengannya mencekik laki-laki yang dijatuhkannya itu.

"A-ku m...mo-hon... lepas...k-kan..." Prajurit bayaran itu berusaha menyelesaikan kata-kata memohonnya dengan terbata-bata akibat tangan kiri kesatria bertopeng yang mencekiknya.

Jari-jari kesatria bertopeng yang panjang itu melilit pada leher prajurit itu dan menekan seluruh peredaran darah pada lehernya.

Prajurit bayaran itu tercekik kesakitan, matanya merah dan melotot seolah mau keluar. Kulit wajahnya perlahan mulai berubah menjadi biru.

Prajurit bayaran itu mencengkeram lengan kesatria bertopeng itu, tanda bahwa dia meminta cekikannya untuk segera dilepas.

Bukannya dilepas, kesatria bertopeng itu malah menguatkan cekikannya hingga muncul sebuah bunyi tulang yang patah.

Prajurit bayaran itu melepaskan cengkraman pada lengan kesatria bertopeng dan menjatuhkan kedua tangannya dengan lemas. Setelah itu tubuhnya tampak tidak bergerak dan tidak bernafas lagi.

Melihat seluruh prajurit jahat yang ada di bar sudah dikalahkan, Lily segera berlari menghampiri tubuh kakaknya. Lily hampir saja melupakan betapa khawatir dan paniknya dia tadi saat para prajurit tadi menyiksa kakaknya.

Lily memeriksa apakah kakaknya tersebut masih hidup. Lily menangis saat melihat tubuh kakaknya yang terbaring lemas dan berlumuran darah.

Salah seorang pelanggan laki-laki yang ada di bar itu menghampiri Lily dan tubuh kakaknya, dia membantu memeriksa keadaan Thomas.

Laki-laki itu cukup berani untuk membantu Thomas dan Lily, karena pelanggan lainnya segera lari meninggalkan bar ketika melihat seluruh prajurit bayaran itu tewas dibantai.

"Jangan sedih, aku datang untuk membantu." Laki-laki itu berusaha menenangkan Lily yang menangis sedih.

Laki-laki itu membalikkan badan Thomas untuk memeriksa bagian tubuh depannya. Lily terkejut dan bertambah sedih saat melihat wajah dan tubuh kakaknya penuh dengan luka dan darah.

Luka yang paling parah ada di mata kanan Thomas, karena prajurit pendek itu telah mencabut bola matanya.

Laki-laki itu segera merobek sedikit kain pada bajunya dan memperban mata Thomas.

"Kita harus membawanya ke dokter atau pendeta." Ujar laki-laki itu.

"Ayo naik kudaku, aku akan mengantarkanmu." Ajak lelaki itu pada Lily.

Laki-laki itu segera mengangkat tubuh Thomas dan menggendongnya.

Sementara itu, kesatria bertopeng berjalan menghampiri prajurit pendek yang terbaring lemas di lantai dan berusaha untuk kabur.

Kesatria bertopeng itu menginjak dada prajurit pendek itu dengan sangat keras hingga tulangnya berbunyi. Prajurit pendek itu berteriak kesakitan dan terbatuk beberapa kali.

"Aku mohon.... kasihani aku! Biarkan aku hidup." Prajurit bertubuh pendek itu memohon untuk hidupnya.

"Katakan siapa majikanmu!" Perintah kesatria bertopeng itu sambil menguatkan injakannya pada dada prajurit bertubuh pendek itu hingga membuatnya terbatuk-batuk lagi.

"...Lord Wijck Dracken. Akan ku sampaikan pesanmu padanya." Prajurit bertubuh pendek itu berusaha membujuknya agar dia bisa dilepaskan.

Sebuah tebasan pedang mengenai lengan kanan prajurit bertubuh pendek itu dan memotongnya.

Sekali lagi, kesatria bertopeng itu membuatnya menjerit kesakitan dan menangis.

Karena gerakannya sangat cepat, prajurit bertubuh pendek itu tidak sadar dengan kesatria bertopeng yang mencabut pedangnya dan menebas tangannya.

"Akan ku sampaikan sendiri." Ucap kesatria bertopeng itu dengan suara berat dan Mada datar.

Kesatria bertopeng itu lalu menjambak rambut prajurit bertubuh pendek itu dan menyeretnya hingga keluar bar.

Dia membawanya ke salah satu kuda milik prajurit bayaran yang ada di depan bar.

Kesatria bertopeng itu mengambil sebuah tali yang ada di dekat sana dan menggunakan tali tersebut untuk mengikat kaki prajurit bertubuh pendek itu dengan kencang. Lalu, dia mengikatkan tali itu pada pelana kuda yang sudah dipilihnya.

"A-aku mohon! Kasihani aku!" Prajurit bertubuh pendek itu lagi-lagi memohon sebelum kesatria bertopeng itu menghukumnya. Tetapi kesatria bertopeng itu tidak menghiraukan permohonan si prajurit bertubuh pendek.

Prajurit bertubuh pendek itu menembakkan satu anak panah kecil dengan hidden crossbownya pada bokong kuda tersebut. Kuda itu langsung meringkik kesakitan dan mulai berlari secepat mungkin. Sementara itu prajurit berbadan pendek yang terikat di belakang mulai terseret dan menjerit minta tolong.

Kesatria bertopeng itu pun segera pergi meninggalkan bar tersebut dengan keadaan yang sudah kacau akibat pertarungannya.

Kesatria bertopeng itu berencana untuk mencari prajurit-prajurit pengikut Lord Wijck Dracken yang menduduki kota kecil ini.

Kerajaan Kaltarvar adalah kerajaan yang saat ini situasi politiknya sedang melemah karena adanya kudeta dari salah satu keluarga kerajaan.

Para bangsawan dan orang-orang asing yang berkuasa memanfaatkan hal tersebut untuk merampas kekuasaan dan seluruh kehidupan warga di kota-kota kecil yang berada di pinggir Kerajaan Kaltarvar.

Salah satunya yang menjadi perebutan kekuasaan oleh pihak asing adalah kota ini. Lord Wijck Dracken yang berasal dari Klan Dracken berhasil merebut kota ini melalui ekonomi, lalu menginvasi kota ini dengan prajurit klan Dracken dan prajurit bayaran lainnya.

Lord Wijck Dracken berhasil mengalahkan dan mengusir para prajurit kerajaan Kaltarvar yang bertugas mempertahankan kota ini.

Lord Wijck Dracken memang bukanlah orang biasa. Dia adalah putra kedua dari penguasa klan Dracken sebelumnya, yaitu Fijk Dracken. Kini, klan Dracken dipimpin oleh putra pertama Fijk Dracken atau kakak dari Wijck Dacken, yaitu Britz Dracken.

Daerah kekuasaan klan Dracken sebelumnya ada di perbatasan barat kota ini, hingga perbatasan dengan kota Dili yang jaraknya sekitar 41 km. Walaupun memiliki daerah kekuasaan yang luas, klan Dracken dikategorikan sebagai klan kecil di daratan ini.

Klan Dracken menghuni tanah yang luas, dan mereka cukup kaya. Tetapi mereka semua serakah dan selalu ingin mengambil milik orang lain. Sifat serakah ini tidak pernah hilang dari para penguasa klan Dracken. Mereka akan menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Jika kesatria bertopeng itu ingin membebaskan kota ini dari pendudukan klan Dacken, maka ia harus bersiap melawan seluruh klan Dracken yang jumlah pasukannya hampir menyentuh angka seratus ribu.

Saat ini, kesatria bertopeng sedang dalam perjalanan yang belum diketahui tujuannya. Dia berjalan menuju bagian kota yang lebih dalam, dimana tempat itu lebih padat dengan bangunan dan rumah-rumah penduduk.

Dalam perjalannya kesatria bertopeng itu mengenakan helm yang tampak serasi dengan zirah seramnya. Helm perang berwarna hitam dengan pola bergerigi pada bagian tengah helm. Lubang mata pada helm itu berbentuk seperti bekas cakaran hewan, mungkin singa atau beruang.

Dalam perjalanannya, hujan deras mulai turun. Beruntung kesatria bertopeng itu mengenakan jubah yang membungkus seluruh penampilan sangarnya.

Di jalan dia berpapasan dengan 3 orang prajurit yang terlihat habis mabuk berat. Ketiga prajurit itu mengenakan zirah berwarna biru tua dengan simbol burung beo biru. Burung beo biru adalah simbol dari klan Dracken. Mereka bertiga baru saja keluar dari salah satu rumah warga.

Ketiga prajurit itu habis memperkosa dan menggilir seorang perempuan yang tinggal di rumah tersebut. Mereka juga habis meminum persediaan alkohol penghuni rumah tersebut.

Ketiga prajurit yang sepertinya sedang mabuk itu berhenti sebentar dan mengamati sosok misterius yang sedang berdiri di depan mereka. Kesatria bertopeng itu terlihat jauh lebih tinggi dari ketiga prajurit itu.

"Hah.. kenapa ada patung besar di sini?" Tanya salah satu prajurit yang terlihat cukup mabuk.

"Bukan patung, ini orang!" Pekik salah seorang dari mereka yang terlihat paling sadar dan tidak mabuk.

"Siapa orang ini? Hei, siapa kau?" Tanya prajurit mabuk satunya lagi.

Kesatria bertopeng hanya terdiam dan mengamati mereka bertiga.

Tiba-tiba pintu rumah yang tadi di masuki oleh ketiga prajurit itu terbuka. Dari sana keluarlah prajurit keempat yang habis menyelesaikan urusannya. Dia tersenyum lega setelah melakukan sesuatu yang bisa membuatnya puas.

"Mulut perempuan tadi benar-benar hebat, sayangnya aku terlalu cepat keluar." Prajurit itu bergumam dengan suara yang cukup keras agar bisa didengar oleh ketiga rekannya yang berada pada jarak cukup jauh.

"Hei, kenapa kalian masih berdiri di sana? Ayo kita pergi ke bar dan berteduh!" Ajak prajurit yang baru keluar itu tanpa menyadari rekannya sedang berhadapan dengan kesatria bertopeng.

Saat prajurit itu berjalan beberapa langkah ke arah rekan-rekannya berada, ketiga rekannya langsung tumbang secara bersamaan akibat tebasan dari kesatria bertopeng itu.

Terkejut dan ketakutan, itulah hal pertama yang dirasakan oleh prajurit keempat setelah melihat ketiga rekannya mati dengan mudah.

Tanpa memberi kesempatan untuk bertindak, kesatria bertopeng dengan sangat cepat berlari ke arah prajurit itu dan menusukkan pedangnya tepat di tengah tubuh prajurit itu.

Kesatria bertopeng itu segera mencabut pedangnya dan pergi meninggalkan keempat mayat yang berlumuran dengan darah di tengah jalan.

Beberapa orang yang tinggal di rumah dekat kejadian itu hanya berani mengamatinya dari balik jendela rumah dan tidak berani keluar. Mereka takut jika kejadian itu akan memberi masalah kepada mereka yang tinggal di dekat sana.

Kesatria bertopeng itu kini sudah berjalan sejauh 1 km dari lokasi pembunuhan terakhirnya. Kini dia berjalan menuju sebuah bangunan besar yang terlihat cukup indah.

Di bagian kiri bangunan itu terdapat sebuah istal pribadi yang digunakan untuk menampung kuda para tamu. Terlihat di dalam istal pribadi itu penuh dengan para kuda.

Selain bar, tempat ini juga selalu ramai dikunjungi para prajurit dan tentara bayaran. Tempat ini adalah rumah bordil yang ukurannya cukup besar.

Rumah bordil dan bar adalah bisnis yang tidak mengalami kebangkrutan di kota yang sudah di jajah ini. Para prajurit entah dari pihak klan Dracken atau prajurit bayaran yang ditugaskan Lord Wijck Dracken rela membayar mahal untuk mendapatkan pelayanan demi kepuasan mereka.

Jika dihitung, sudah ada lebih dari 100 rumah bordil besar yang berdiri di seluruh penjuru kota ini.

Kesatria bertopeng itu berjalan menuju pintu masuk bordil. Ketika dia masuk, dia langsung membuat terkejut salah seorang pelayan wanita yang bertugas untuk menyambut tamu terkejut.

"Ahh.... anu... maaf berteriak.... apakah kau datang untuk mendapatkan hiburan dan kepuasan?" Pelayan perempuan itu yang awalnya terkejut, berusaha menenangkan diri dan bertanya kepadanya.

"Ya." Jawab kesatria bertopeng itu dengan nada datar.

"Seperti apa tipe yang kau inginkan?" Tanya pelayan perempuan tersebut.

Kesatria bertopeng mengambil sesuatu dari balik jubahnya dan menyodorkannya pada pelayan perempuan itu. Itu adalah kantong berisi koin yang sebagian sudah tertutupi oleh bercak darah.

"Ambillah dan biarkan aku sendiri mencari apa yang aku inginkan." Ucap kesatria bertopeng itu padanya.

"Ba-baik." Ucap pelayan perempuan itu dengan tergagap dan segera menerima kantong uang itu.

Setelah menerima kantong tersebut, pelayan perempuan itu segera membukanya. Di dalam kantong itu ada sekitar ratusan koin perak dan emas yang setiap kepingnya seharga 100 hingga 1.000 Finch. Finch adalah mata uang di negara Kaltarvar.

Kebetulan saat itu, seorang letnan prajurit Klan Dracken menyewa sebuah kamar di rumah bordil tersebut. Dia memesan sebuah pelayanan yang sangat mewah di rumah bordil itu.

Dia adalah Letnan Albarn, prajurit dari Klan Dracken yang memiliki jabatan sebagai letnan pasukan di sana. Dia mengunjungi rumah bordil itu ditemani oleh para squirenya dan beberapa prajurit bawahannya.

Letnan Albarn memberi sedikit uang pada prajurit bawahannya yang ikut, katanya uang itu boleh mereka gunakan untuk menyewa pelacur yang bagus. Dengan uang itu mereka harus berbagi, jika mereka ingin pelayanan yang lebih baik dari jumlah uang itu, maka mereka harus menambah menggunakan uang mereka sendiri.

Sementara itu Letnan Albarn memerintahkan kedua squirenya untuk berjaga di depan pintu kamarnya. Dia tidak ingin diganggu dan memerintahkan para squirenya untuk mengetuk pintu jika ada keadaan darurat.

Letnan Albarn memesan sebuah pelayanan kamar yang sedikit mahal. Kamar yang dia pesan terlihat besar dan mewah. Kamar itu memiliki desain dan interior yang terlihat seperti kamar para raja dan bangsawan.

Letnan Albarn telah menghabiskan bayarannya selama satu minggu ini demi menyewa kamar tersebut. Dia juga menyewa 3 perempuan yang sebelumnya telah dipilih sesuai dengan seleranya.

Satu perempuan tidak cukup untuk menemaninya selama semalam, jadi dia menyewa 3 untuk memuaskan hasrat dan imajinasi kotornya.

Saat memasuki kamar yang dipesannya, Letnan Albarn telah disuguhkan pemandangan 3 perempuanku cantik yang sudah dipilihnya.

Perempuan pertama yang dia pilih memiliki rambut panjang berwarna putih dan sedikit campuran warna kuning. Kulitnya berwarna sawo matang dan terlihat cukup eksotis. Wajahnya memiliki pesona seorang wanita dewasa yang menggairahkan.

Wanita itu memiliki tubuh yang luar biasa indah. Dadanya terlihat menonjol dari balik gaunnya yang tipis dan ketat. Pinggangnya sangat ramping, lalu pinggulnya lebar. Gaun pendeknya memamerkan kakinya yang indah dan ramping.

Perempuan kedua memiliki rambut berwarna merah panjang dan dikepang ke samping. Perempuan ini terlihat yang paling muda di antara ketiga perempuan itu. Dia juga yang paling pendek dan kecil.

Wajahnya yang cantik dan imut serta di dukung oleh ukuran tubuhnya membuatnya terlihat seperti remaja muda. Walau begitu, dia memiliki dada yang terbilang montok.

Tubuhnya terbalut dengan gaun sutra merah yang tipis.

Lalu, gadis ketiga juga tidak kalah cantik. Gadis ketiga memiliki rambut pendek berwarna hijau. Kulitnya putih dan badannya juga tidak kalah montok dengan perempuan pertama. Perempuan ketiga juga memiliki wajah yang mempesona dan cantik. Aura seksinya benar-benar terpancar.

Melihat ketiga gadis cantik dan menggairahkan itu, Letnan Albarn merasa libidonya naik.

Sementara, Letnan Albarn sendiri adalah laki-laki yang memiliki tubuh yang bagus dan penuh dengan otot. Umurnya sendiri baru 27 tahun. Rambutnya pendek dan berwarna merah tua, wajahnya bisa dibilang cukup tampan dan terlihat masih seperti remaja.

"Selamat datang tuan, kita bertiga akan memuaskanmu." Gadis pertama memberikan sambutan pada Letnan Albarn.

Ketiga gadis itu bergerak ke arah Letnan Albarn dan mengepungnya. Mereka menempatkan tangan mereka di tubuh Letnan Albarn dan meraba-raba tubuh Letnan Albarn yang tertutupi oleh zirah.

"Kau akan kesulitan bermain jika mengenakan seragam ini." Ujar perempuan ketiga pada Letnan Albarn.

"Kalau begitu tolong lepaskanlah." Letnan Albarn memberikan sinyal kepada mereka untuk menelanjanginya.

Secara perlahan, ketiga perempuan itu mulai melepaskan zirah besi yang dikenakan oleh Letnan Albarn. Lalu mereka melepaskan zirah rantainya.

Letnan Albarn lalu mengangkat salah satu kakinya, dia meminta tanda agar sepatunya dilepaskan. Setelah kedua sepatunya dilepaskan, mereka melepaskan sabuk Letnan Albarn dan seluruh pakaian yang dia kenakan.

Sekarang Letnan Albarn dalam kondisi telanjang bulat dan tubuhnya sedang diraba-raba oleh ketiga perempuan itu.

"Tidak sopan jika tuan kita melakukan hal ini sendirian." Ucap gadis ketiga.

Ketiga gadis itu mulai menelanjangi diri mereka masing-masing hingga menyisakan pakaian dalam yang mereka kenakan.

Lalu, gadis ketiga mengajak gadis pertama untuk ke ranjang. Gadis ketiga menempatkan dirinya di atas gadis pertama. Gadis ketiga mulai mendekatkan wajahnya pada gadis pertama. Mereka berdua pun langsung berciuman dan saling meraba satu sama lain.

Letnan Albarn tidak dapat berkata-kata ketika melihat pemandangan itu. Dia sudah seperti orang yang terhipnotis. Kemaluan Letnan Albarn yang tidak tertutupi mulai membengkak dan bangkit.

Sementara itu, gadis kedua berdiri dengan kedua lutut dan perlahan meletakkan tangannya pada batang kemaluan Letnan Albarn. Gadis kedua mulai memanaskan Letnan Albarn dengan cara mengocok kemaluannya. Lalu dia mulai menjilati ujung kemaluan Letnan Albarn.

Letnan Albarn merasakan kenikmatan yang membuatnya mengadahkan kepala dan memejamkan mata sebentar. Rasanya dia pingsan beberapa detik karena tidak kuat menerima rangsangan yang sangat nikmat tersebut.

Saat kesadarannya kembali, Letnan Albarn melihat gadis pertama dan ketiga yang ada di ranjang sudah melepaskan beha mereka. Gadis ketiga lalu menahan kedua lengan gadis pertama dan mulai menjilat putingnya. Putingnya itu mulai mengeras dan membuat gadis pertama mendesah. Wajahnya mulai memerah.

Setelah itu gadis ketiga mulai menghisap putingnya dan menyedot apa yang ada di dalamnya. Desahan gadis pertama semakin keras dan menjadi.

Gadis kedua juga mulai memasukkan batang kemaluan Letnan Albarn ke dalam mulutnya. Dia mendorong kepalanya maju dan mundur hingga memasukkan batang kemaluan itu sepenuhnya kedalam mulutnya.

Karena saking menggairahkannya pemandangan dan kenikmatan yang dia rasakan pada kemaluannya, tanpa Letnan Albarn sadari dia mulai mendesah kenikmatan.

Karena sudah tidak dapat dia tahan lagi, Letnan Albarn menembakkan air maninya saat batang kemaluannya di berada di dalam mulut gadis kedua. Air maninya tersebut langsung memenuhi mulut gadis kedua. Gadis kedua segera menarik mulutnya dari batang kemaluan Letnan Albarn dan meminum sisa air mani yang ada di mulutnya.

Air mani yang tersisa membuat wajah dan mulut gadis kedua tertutupi oleh cairan berwarna putih kental dan lengket.

Gadis pertama dan ketiga tersenyum puas melihatnya. Setelah puas bermain dengan gadis kedua, Letnan Albarn mulai berpindah kepada gadis pertama dan ketiga.

Letnan Albarn menghampiri ranjang ketempat dua wanita itu berada dan memamerkan kemaluannya kepada mereka. Mereka berdua tampak mengerti maksud permintaan Letnan Albarn dan merangkak ke arah kemaluan Letnan Albarn.

Mereka berdua mulai menjilati ujung batang kemaluan Letnan Albarn yang masih beroleskan air mani.

Next chapter